the More about you

Start from the beginning
                                    

Sakurai Sho seakan tahu bahwa Aiba kehabisan kata-kata untuk menimpalinya, ia menarik tangan Aiba membuatnya duduk di kursi taman, sembari dirinya sendiri juga duduk di sampingnya.

"Hmm... karena kau bertanya langsung. Aku akan memberi tahumu."

Aiba mengangguk. Dilihatnya Sho menggulung lengan kemeja kirinya.

"Jangan kaget ya, tidak begitu mengerikan kok... Cuma aku takut kau kaget" Ujarnya.

Aiba mematung.

Sadar Sho sepertinya menunggu jawaban dari dirinya. "Ah! I-iya!" tukasnya segera.

"Kau yakin?"

Aiba kemudian mengangguk.

"Ini..." ujar Sho. Kemudian pelan-pelan menaruh tangan kirinya diatas tangan Aiba. "Sepertinya dua atau tiga tahun lalu. Lukannya nggak terlalu dalam sih tapi karena disitu, darahnya banyak sekali. Tapi karena aku lumayan cepat ditemukan, aku bisa selamat."

Aiba melihat ada dua bekas luka sayat pendek tepat di pembuluh darah vena tangan kiri Sho. Sekarang jadi menebal tapi betul-betul telah sembuh.

"Sudah bukan apa-apa lagi" ujar Sho.

Aiba memandang mata Sho.

"Aku sering menutupinya dengan memakai lengan panjang. Takut yang melihatnya jadi sedih atas kebodohanku."

"Aku kira Sho-chan itu pintar" ujar Aiba Masaki.

"Awalnya aku kira juga begitu, hehehe. Tapi ternyata aku tidak sepintar yang aku kira."

Aiba tiba-tiba saja memeluk Sho. Semakin lama semakin erat.

"Aiba-chan?"

"Tunggu sebentar..."

"Eh? Apa?"

"Aku ingin memelukmu... Sho-chan."

"Gomen ne. Semoga kamu segera lupa..."

"Nggak, aku jadi ingin tahu lebih banyak tentang Sho."

Aiba kemudian sadar akan tingkah memalukanya, ia melepas pelukannya segera.

"Nande? Hidupku nggak menarik. Selain sebagai anak politisi kaya yang penyakitan. Nggak ada yang menarik... Aku sangat merasa beruntung kamu ajak kesini. Kalau tidak mungkin sekarang aku sudah mati karena bosan".

Melihat ekspresi Aiba setelah mendengar kata 'mati' jadi terlihat khawatir, Sho menambahkan "itu Cuma pengandaian."

"Aku sudah janji nggak bakal melakukan hal bodoh kaya gitu lagi."

"Benar?"

"Iya. Percaya saja"

"Terima kasih."

"Sama-sama. Karena aku juga nggak ingin kehilangan teman sepertimu... Aku harus kuat kan!" ujar Sho sambal memperlihatkan kepalan lengannya meniru gaya penggulat Antonio.

Aiba pun terpingkal.

"Sho-chan ternyata pandai meniru, hehehe!"

"Syukurlah kamu ketawa," ucap Sho. "Lalu ada kah yang mau kau tanyakan lagi, Aiba-chan?"

"Oh.... Hmm" Aiba kemudian berpikir.

"Penyakitku? Bukannya kau udah dengar dari Isogai? Aku sendiri sekarang tidak terlalu memikirkannya. Jadi untuk detailnya,.. tanya saja pada Isogai."

"Sebenarnya, aku sudah pernah bertanya... tapi Isogai-san menjawab sebaiknya bertanya langsung".

"Hehe... Maaf ya banyak membuatmu khawatir."

Aiba menggeleng keras.

"Mungkin kau sudah mengira, aku sakit jantung. Jadi ibuku punya penyakit yang sama dan sudah meninggal ketika aku kecil. Umur 7 tahun kayaknya."

Sho melirik Aiba sebelum melanjutkan, "Jadi penyakit ini keturunan dari ibu. Aku sejak kecil tinggal sendiri bersama Isogai saja karena setelah ibuku meninggal, ayahku tidak pernah pulang ke rumah. Ia hanya sibuk bekerja dan tidak pernah memperdulikanku... Mungkin itu melulu yang kupikirkan sampai dengan bodohnya aku menyayat pergelangan tanganku. Tapi aku sebenarnya tidak ingin dia tiba-tiba mengatakan memperdulikanku saat aku sekarat... Karena sepertinya aku benci padanya. Ayahku, dia tidak datang pada pemakaman istrinya sendiri, ibuku."

"Aku malu mengatakan ini,.." terus Sho.

"Ayahku bukan orang yang begitu baik bagiku, terlepas dari semua upaya politiknya supaya mendapatkan image baik. Mungkin baginya aku hanya aib dalam karirnya. Atau dia malah tidak perduli sama sekali".

"Itu mungkin saja nggak benar, kamu bilang kamu lama nggak bertemu ayahmu."

"Ya, kalopun dia ingin bertemu.. Mungkin aku nggak akan menyambutnya?" sergah Sho segera.

"Sho..."

"Maaf. Aku sudah mencoba untuk tidak terlalu tebawa perasaan padahal".. tukasnya. Berusaha menunggingkan simpul senyum di ujung bibirnya.

"Nggak apa-apa, aku senang mendengarnya langsung. Oya, Sho-chan. Jadi hari ini tak apa-apa meninggalkan rumah sakit?"

"Itu pertanyaan ke empat hari ini. Aku sudah bilang, kondisiku baik. Selama aku tidak terlalu banyak capek dan tidak terlalu emosional... aku baik-baik aja."

"Sho, boleh aku tanya satu lagi?"

"Tentu. Apa?"

"Siapa nama ayahmu?"

"Sakurai Shu."

"Oh jadi aku benar."

"Iya."

Aiba ingin mengatakan lebih jauh tentang mengapa ia bertanya tentang nama itu, tapi dia dan Ochan sudah sepakat akan memberitahu Sho dan Jun setelah mereka berhasil memastikan. Jadi ia akan melewatkannya untuk kesempatan lain.

"Ah... itu orang yang ingin aku kenalkan sudah datang sepertinya."

Sho menoleh, melihat seorang pemuda yang sangat mencolok menggampiri mereka.

"Gomen, aku ngga nyangka bakal sampai jam segini" setelah menghormat pada Sho, Jun bercerita. "Kupikir shooting-nya bisa selesai sebelum jam 11. Maaf sekali ya... aku ngga sempat lihat kalian tampil."

"Nggak Papa kok, aku akan jadi canggung kalau kau menonton yang tadi" ucap Sho.

Aiba tak menyangka Sho akan sangat terlihat ramah pada orang yang baru ditemuinya. "Sho-chan, ini Matsumoto Jun. Dia datang ke Tokyo dari Aomori  untuk
bekerja sebagai model, dia juga tinggal di samping rumah kami. Jun, ini Sakurai Sho, yang sering aku bicarakan."

"Salam kenal, semoga bisa akrab. Panggil aaja Jun karena sepertinya aku lebih muda."

Sho menerima jabatan tangan Jun. "Kalau begitu panggil aku Sho saja. Senang berkenalan denganmu."

Your White Wings [ARASHI]Where stories live. Discover now