And why you are by my side?

123 13 4
                                    

"Aiba-chan, kau datang..."
"Ah... Kau terbangun. Gomen ne, aku membangunkanmu..." Aiba berdiri di samping credensa ranjang Sho karena dia menaruh seikat bunga di vas diatasnya, 3 tangkai bunga matahari yang segar.

"Nggak... Aku sudah tidur terlalu lama, jam berapa ini..." Sho mengucek matanya, sebenarnya malu Aiba ada disitu saat ia baru saja bangun, mungkin saja muka atau matanya bengkak karena yang semalam. Karena itu buru-buru Sho mengalihkan muka supaya Aiba tak memperhatikannya.

"Jam delapan lebih 5 menit... Ah yabai mou konna jikan! Sho aku akan berangkat sekolah dulu. Pulangnya aku akan mampir lagi tak apa-apa kan? Kita bisa latihan bersama," ujar Aiba lalu memakai tas slempang yang ditaruhnya di kursi. Setelahnya Aiba sengaja berdiri di samping ranjang dan merunduk untuk melihat raut muka temannya secara berhadapan. Aiba lalu tersenyum lalu melambaikan tangan, "Jaa naa..."

Sho mengangguk. Tapi tak lama dari itu terdengar suara keras sesuatu terjatuh setelah pemuda itu menutup kamar Sho. Sho penasaran tapi setelah mendengar Aiba meminta maaf, Sho bisa membayangkan betapa kikuknya pemuda itu.

Apakah karena itu Sho memperhatikannya? Dia rasa bukan. Sho heran kenapa dia bisa memperhatikan seorang Aiba Masaki, sambil menatap bunga yang dia bawakan.

Isogai masuk kedalam kamar rawat inap Sho. "Tuan, selamat pagi."

"Selamat pagi Isogai. Aku kaget kau membiarkan Aiba-chan masuk."

"Kurasa Tuan muda Aiba tak akan membuat Tuan marah. Karenanya saya biarkan beliau masuk, karena tuan Aiba katanya hanya datang karena membawakan bunga untuk Tuan saja. Lagi pula tuan Aiba kemarin malam juga datang tetapi tuan tertidur."

"Oh, semalam dia datang?" Sho menjawab sambil menatap muka butlernya. "Iya... Bunganya bagus, lebih indah dari semua bunga yang pernah aku dapat," ujar Sho tanpa ia sendiri sadari.

Isogai tersenyum senang mengetahui tuannya merasa senang. "Tuan muda mau saya bantu mandi dulu atau akan saya siapkan sarapan?"

"Sebaiknya aku mandi, kau sudah membuatku memperlihatkan wajah kacau ini pada orang lain. Karena itu setelah sarapan sebagai hukuman temani aku latihan berdongeng ya."

"Baik Sho botchama. Dengan senang hati."

~o~

Aiba pulang sekolah dengan cepat. Ia langsung saja menuju rumah sakit tempat Sho berada. Pertemuannya dengan Sho sangat ia tunggu seharian ini. Tadi pagi benar-benar membuat Aiba merasa janggal. Dia merasa mood teman barunya tak begitu baik, apakah itu karena dia telah tanpa sengaja membangunkannya? Ditambah lagi dia menabrak tray yang sedang dibawa seorang perawat tepat depan kamar Sho, pasti ketahuan itu ulahnya. Jangan-jangan makin membuatnya terlihat mengganggu.

Dia mengetuk pintu dorong kamar Sho, setelah terdengar kata 'masuk' dia lalu membukanya. Tak disangka Sho yang duluan mengajaknya bicara.

"Terima kasih untuk bunganya," ucap Sho.

"Tidak." ujar Aiba lalu diam sebentar sebelum melanjutkan sehabis dia duduk di kursi bundar dekat ranjang Sho. "Setelah mengantar bunga tadi pagi saat baito, aku jadi ingin memberimu itu karena bunganya sedang bagus, kuharap kamu suka. Maaf aku tak ada maksud apa-apa, aku hanya ingin memberikanmu sesuatu karena Sho chan sudah mau membantuku dan sudah mau menjadi temanku... tapi yang ada cuma hadiah sepele."

"Bunga bukan hal sepele bukan?"

"Eh?"

"Aku tahu kok maksudmu, terima kasih banyak untuk perasaanmu. Ayo kita latihan, seharian ini aku sudah latihan dengan Isogai. Kurasa aku sudah lebih bagus." Sho tersenyum.

"Sokka... Aku juga tak boleh kalah nih!" Aiba Masaki sangat merasa lega.

~o~

"Matsumoto-san, kau sudah pulang."

"Ah Ohno-san. Sudah kubilang berapa kali, panggil aku Jun saja." Jawabnya sambil mau membuka pintu dan sebaliknya Ohno keluar dari rumahnya.

"Aku lupa, Sorry, Jun."

"Ahahahahah!!" Jun tiba-tiba tertawa terbahak, seperti mengingat sesuatu. Ia bahkan menjatuhkan kuncinya dan segera memungutnya sambil masih terpingkal.

"Nani?" tanya Ohno.

"Tidak.... Tidak,..."

"Ya sudah, aku pergi dulu."

"Melukis?"

"Iya. Seperti biasa."

"Ganbatte."

"Ngomong-ngomong Aiba-chan kemana? Dia sudah pulang?"

"Oh... Belum. Dia mampir ke rumah temannya sepulang sekolah."

"Aku ingin mengajaknya makan ramen padahal, karena dia sudah menemaniku berkeliling apato dan menunjukkan dimana supermarket dan kantor-kantor terdekat."

"Aiba-chan rashii ne.," tukas Ohno, "Aku jalan dulu ya,"

"Bye-bye. Hati-hati."

Jun dalam hati bersyukur mengenal kedua tetangganya. Mereka baik. Tak dia sangka di kota besar seperti ini masih saja ada orang seperti mereka.

Jun masuk ke dalam rumah. Melepaskan seragamnya, dan duduk dan lama kelamaan membaringkan diri di tatami. Sudah seminggu ini dia tinggal di Tokyo namun dia sama sekali belum menemukan jejak apapun tentang ayahnya. Tentu saja, ayahnya tak akan semudah itu ia temukan.

Alangkah baiknya jika dia menemukan ayahnya bukan dalam kondisi dia seperti ini.

Ya entahlah. Setelah tahu cerita yang sebenarnya dari ibunya, dia merasa sedikit ada yang berbeda dalam dirinya.

Hari ini tak ada pemotretan. Sayang sekali ia tak bisa mengajak tetangganya itu.

Padahal akan jarang sekali ia mendapatkan waktu luang seperti sekarang. Ya dia tahu Aiba Masaki juga sibuk, waloupun mereka seumuran bagi Jun dirinya baru kali ini saja merasa sibuk. Sedangkan Aiba katanya sudah sejak SMP membantu di toko bunga demi bisa hidup bersama dengan Ochan keluar dari panti asuhan. Jun tahu rasanya tak memiliki orang tua lengkap seperti apa, apalagi sama sekali tak memiliki orang tua; Aiba Masaki yang terlalu ceria untuk orang dengan kondisi sepertinya.

~o~

Your White Wings [ARASHI]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora