Opening a path of destiny

369 20 16
                                    

Pemuda ini bernama Sakurai Sho, dia merupakan putra tunggal dari pengusaha konglomerat Sakurai Shu yang sekaligus merupakan anggota politisi terkenal di Jepang. Sayangnya pemuda ini, Sho, jarang bertemu ayahnya. Sejak Sho kecil, ia hanya bisa mengingat bahwa ia diasuh oleh butler-nya, Si Isogai, dan para pembantu lainnya di rumah kediaman keluarganya yang megah. Ibunya sudah meninggal saat dia berumur 5 tahun, karena penyakit jantung.

Sama seperti penyakit yang diidapnya saat ini semenjak kecil.

Sho sadar, ia tak akan bisa mampu memenuhi harapan ayahnya, itu pastinya alasan Sakurai Shu tidak pernah menemuinya atau merasa khawatir pada diri Sho. Ayahnya sudah pasrah, melepaskan harapan apapun yang seharusnya dia, dirinya pikul sebagai seorang anak yang terlahir dalam keluarga... pewaris tunggal dari seluruh kekayaan, bahkan nama marga 'Sakurai' atau segala jerih payah ayahnya.
Sho sadar sekali ia tidak layak untuk itu, karenanya ia pun tak pernah berharap untuk bisa bertemu dan berkomunikasi selayaknya ayah dan anak dengan orang tuanya itu.

Sho selalu beranggapan bahwa ia akan mati muda, mungkin lebih muda daripada umur saat ibunya meninggal. Entah kenapa ia berpikir demikian. Mungkin memang dalam hati kecilnya, Sho merasa bahwa ia sudah menyerah akan hidupnya. Apapun yang terjadi tak akan dapat mengubah kenyataan bahwa dia menderita penyakit yang sama dengan ibunya, iya menatap esok dengan kesiapan bahwa dirinya bisa saja mati di hari berikutnya.

Karena itu Sho tidak pernah benar-benar memperhatikan sekelilingnya, ia tak pernah benar-benar melihat, mendengar, merasakan bahwa dirinya benar-benar hidup... Ataupun benar-benar berada disini.

Sampai suatu ketika entah kenapa bisa Sho menangkap sosok seseorang di bawah pohon sakura yang kelopak-kelopaknya ditiup oleh angin sore. Senyum orang itu membuat orang yang melihatnya ikut merasa bahagia... Orang yang tampak tulus tersenyum dari hati dan terlihat melakukan segala sesuatu dengan kesungguhan. Orang itu masih muda namun sangat bekerja keras, hampir setiap hari mengantarkan bunga bagi orang-orang di rumah sakit ini. Sho tidak tahu namanya, tapi menebak umur mereka tidak begitu jauh.
Sho juga terheran kenapa ia bisa mulai memperhatikan sosok itu, hampir setiap sore ia selalu menemukan sosoknya sedang tersenyum lebar dengan mengantar karangan bunga ke pelanggannya yang ada disini, ataupun sekedar bermain dengan anak-anak di taman sambil tawa gembira ataupun sosok orang itu yang meminta maaf dengan membungkuk dalam-dalam karena ia merusak karangan bunga yang dia antar karena suatu kecerobohan yang terkadang ia lakukan.

Semua itu menangkap perhatiannya.

Tapi hanya itu saja, Sho hanya bisa melihat dan mengamati... Ia tidak menginginkan apapun dari sosok yang sudah mengganggu perhatiannya. Karena ia sangat amat tahu, apa yang bisa ia lakukan sekalipun dia mengenal sosok itu?

Sudah 18 tahun ia hidup dalam kehidupan yang ia jalani selama ini. Sudah 18 tahun ia bahkan sudah terlalu biasa akan perasaan sepi, atau perasaan ingin seseorang memahaminya. Paling tidak, dia punya Isogai, Isogai sudah seperti keluarganya sendiri. Ia tahu setidaknya jika dia benar-benar pergi dari dunia ini, mungkin hanya Isogai-lah yang akan benar-benar menangis untuk dirinya.

Kalau Isogai tahu akan pemikirannya ini, butler-nya itu pasti akan merasa sangat sedih. Karena itu dia tidak pernah mengatakan pemikiran-pemikirannya yang seperti itu kedalam kata-kata, botchama yang Isogai dan para pembantu di kediaman Sakurai adalah seorang pemuda yang ramah, lembut dan baik hati. Itu bukan diri Sho yang lain, hanya saja kadang sisi terdalam Sho mengatakan bahwa ia ingin berhenti dari semua permainan takdir ini.

---

Ini bukan kebetulan kan?

"Ko-konnichi wa"

"Konnichi wa"

"Dari Rainbows furawaa desu. Aku mengantarkan rangkaian bunga...etto... dari..." Aiba mengecek nama pengirimnya tapi ia tidak dapat menemukan di kartu di rangkaian maupun delivery order note yang dia bawa. Dia masih berdiri di ambang pintu kamar rawat yang begitu luas seperti suite room hotel.

"Ah... Maaf, tampaknya pengirimnya tidak diketaui.... Apa anda akan menerimanya, Sakurai-san?" tanya Aiba setelah melirik nama pelanggannya di note tadi.

"Ya, tolong."
Sho sebenarnya cukup kaget, tak pernah menyangka bahwa ia akan bisa bertatap muka dengan orang yang saat ini masuk ke kamarnya dan menaruh rangkaian bunga itu di vase dekat jendela hanya beberapa meter disampingnya.

Sho tanpa sadar memperhatikan punggung pengantar bunga itu. Begitu dia menoleh, Sho langsung buru-buru mengalihkan pandangannya.

"Sepertinya kau punya penggemar rahasia," seru Aiba menunjukkan Sho dimana dia harus menandatangani.

"Kurasa itu perbuatan Isogai," ucap Sho begitu melihat kartu yang diselipkan pada bunga yang barusan diserahkan padanya itu hanya kosong sama sekali. "Terima kasih", tambah Sho seselesai ia mendatangani tanda terima tersebut.

Sho melihat nama di tagname yang pemuda itu kenakan, Aiba Masaki, 'Oh....jadi namanya Aiba Masaki, Masaki, nama yang cocok untuknya' pikir Sho.

"Oke, kalau begitu sampai jumpa Sakurai-san, semoga lekas sembuh..." ujar Aiba. Aiba membungkuk dan kemudian melangkah pergi hendak melewati pintu, namun ia berhenti.

"Ano... Sakurai-san? Maaf sebelumnya, apakah kau tertarik untuk ikut berpartisipasi dalam pertunjukan dongeng anak sabtu nanti? Aku membantu staff disini melangsungkan hiburan untuk anak-anak yang di rawat di rumah sakit ini... Tapi kami kekurangan tenaga, khususnya dari seusia kita... Kupikir ini menyenangkan. Kau mau bergabung?"

"..." Sho bingung karena tiba-tiba diajak oleh Aiba Masaki... Masih berusaha memahami, tapi mukanya tetap saja seperti kebingungan.

"Ah! Maaf aku melakukannya lagi! Maaf sekali, pasti bingung ya? Kupikir karena umur Sakurai-san sepertinya tak jauh dariku makanya tanpa sadar aku malah sudah mengajak, kami memang kekurangan orang untuk bercerita... Perawat disini memintaku mengajak teman sepantaran untuk berpartisipasi tapi semua teman di sekolahku menolak. Maafkan sekali... Pasti tidak nyaman diajak orang yang tidak kau kenal kan ya.... Tolong lupakan saja!" seru Aiba sambil kemudian membungkuk dalam-dalam.

"Tak perlu minta maaf, aku memang sedikit kaget karena undangan mendadak tadi... Kupikir aku juga tak akan bisa banyak membantu karena aku tidak bisa bergerak semauku untuk saat ini kalaupun aku ingin membantu."

"Eh? Maaf sekali karena tidak peka!" ujar Aiba untuk kesekian kali.

"Tidak apa-apa, sebenernya aku senang karena tak pernah ada orang yang meminta bantuanku. Bisakah aku membantu sesuatu?"

"Hontou desu ka!?" Aiba terlihat gembira, dan kemudian masuk lagi mendekati ranjang Sho dan tersenyum cerah sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman.

'Ternyata benar, orang ini begitu eksprsif...' batin Sho melihat wajah Aiba yang kini berseri-seri. Sho membalas uluran tangan itu.

"Oh ya, kalau kau nggak keberatan berteman denganku, namaku Aiba Masaki, Sakurai-san!" serunya antusias.

"Sakurai Sho."

"Aku akan mampir lagi dan menjelaskan tentang kegiatan tadi, semoga saja kau benar-benar berminat! Maaf aku sudah harus pergi...", ucap Aiba begitu jam di dinding ruang rawat Sho menunjukkan hampir jam 5 sore. "Sampai jumpa lagi!"

Sho hanya diam memandangi orang yang bernama Masaki itu meninggalkan kamarnya. Dia masih diam saja....kemudian tiba-tiba saja dia tertawa.

Isogai yang masuk saat itu merasa heran melihat gelagat tuan mudanya tanpa tahu asal mulanya, Isogai tanpa ragu bertanya. "Apakah ada yang lucu, obotchama?"

"Ah Isogai... Kau mengagetkanku... Tidak... Hanya ada hal yang tidak terduga saja..." jawab Sho masih menyembunyikan senyumnya. Ia terlihat senang, lalu berkata lagi, "Terima kasih bunganya... Ibuku pasti akan senang."

"Bunga?" tanya Isogai. Lalu melihat bunga lili putih vas diatas meja dihadapan jendela. "Saya tidak tahu... Itu dari siapa, tuan?"

"Tak usah kau sembunyikan... Memangnya ada orang lain yang tahu hari lahir ibuku dan bunga kesayangannya?"

"Bukan saya yang mengirim bunga itu...."

"Lalu siapa?"

"...Mungkin, mungkin saja tuan besar?"

Mereka lalu terdiam. Isogai sama sekali tak berani berbicara setelah itu.

"Buang."

Isogai hanya sedikit membungkuk tanda mengerti dan segera menuruti perintah Sho.

---

Your White Wings [ARASHI]Where stories live. Discover now