Unfolded feeling

131 12 7
                                    

Dengan mengenakan jins dan kemeja warna hijau tua bermotif kotak, Aiba datang ke tempat Jun menunggunya.

Jam sebelas siang Jun mengatakan dia akan menunggu di bawah patung simbol taman tapi tak melihat cowok ganteng tersebut. Ya, Aiba memang mengakui dari semua temannya, Jun lah yang paling keren.

Karena itu dia sangat penasaran apa yang akan dibicarakan Jun.

"Ah MatsuJun! Jangan bilang kau telat bangun!"

Jun berlari menghampiri, "Gomen. Kau tahu semalam aku tak pulang karena pemotretan di luar kota."

"Iya aku hanya bercanda."

"E~tto..."

"Nani?"

"Aku punya teman."

Aiba mendengarkan.

"Temanku itu menyukai seseorang yang sudah punya orang yang disukai."

"Terus?"

"Apakah menurutmu temanku itu sebaiknya berhenti menyukai orang itu?"

"Hmmm... Kau ingin menanyakan itu makanya kau memanggilku?"

Jun menggeleng.

"Lalu kau ingin aku menjawabnya?"

"Ya."

"Kalau aku sih, kurasa rasa suka terhadap seseorang itu tak akan bisa disebut suka kalau semudah itu berhenti."

Aiba melirik mata Jun dan sedikit berjalan. Jun mengikutinya. "Kurasa, rasa suka itu perasaan yang indah, walaupun terserah kita apakah kita akan memeliharanya... Kalau aku, aku ingin jujur pada diriku sendiri."

Aiba menunduk. "Aku ingin kita jujur pada diri kita sendiri, karena itu..." Aiba ingin berhenti membahas ini.

Jun berhenti melangkah. "Suki desu!"

Aiba lalu juga berhenti berjalan. Dia berbalik ke belakang pelan-pelan.

Jun menatap Aiba.

"Suki desu."

"Kau tahu aku menyukai orang lain."

"Aku tak masalah. Kurasa itu bukan alasan aku harus berbohong pada diriku... Seperti yang kau bilang."

"Jun, aku tak mau main-main."

"Aku juga, aku tak hanya iseng memanggilmu seperti ini." Aiba kemudian mengangguk-anggukan kepala karena paham apa yang dikatakan Jun.

"Aku ingin kau memikirkan perasaanku."

Jun menggandeng tangan Aiba.

"Bagaimanapun aku tak bohong." Dia menaruh tangan dengan jari-jari panjang pemuda jakung itu ke dadanya supaya dia bisa membuktikan perkataannya.

"...Kan?" Bujuknya.

Aiba menganggukkan wajahnya sekejap menutup kedua matanya membuat Jun yang melihat itu yakin bahwa perasaannya pada Aiba sudah terampaikan.

"Tapi kenapa?"

"Kenapa aku menyukaimu?"

Aiba mengangguk lagi.

"Aku tak tahu. Aku tak paham kenapa aku suka padamu. Hanya aku sadar saja aku sudah menyukaimu."

Aiba mengangguk lagi.

"Maafkan aku, kuharap jika kau mau kita lebih dari sekedar teman... Tapi aku bisa menerima apapun yang kau putuskan."

"Oke."

"Ya... Kau bisa memikirkannya."

"Baik. Aku akan pulang untuk memikirkannya.

"Aku... Aku akan menginap di rumah temanku hari ini. Kurasa aku membuat kita canggung. Tapi, karena kau dan aku selama ini teman yang sangat baik, kumohon jangan ada yang berubah saat kita bertemu besok."

~o~

Aiba mau tak mau masih memikirkan apa yang Jun katakan tadi siang.

"Kenapa?" tanya Ochan. "Genki nai ne. Mezurashii..."

Dengan tatapan mata yang membuat iba Aiba menatap Ochan yang baru pulang membawa sebuah lukisan dalam tas kanvas berwarna hitam.

"Jun?"

"Iya. Kau tahu.."

"Sepertinya aku tahu untuk kali ini... Jun menembakmu bukan?" Ochan terkekek.

"Kenapa kau bisa tahu?"

"Itu jelas sekali... Dia menyukaimu. Kau saja yang tidak sadar... Tapi memang sih kenapa harus sekarang, aku tak mau kau membuat kesalahan besok karena kau sudah membuatku full mengilustrasi 2 cerita untuk kau baca di acara besok."

"Ya... Ya... Aku tahu." Aiba manyun. Dia tau sekali Ochan sebenarnya sangat tak perdulian. Tapi saat itu adalah sesuatu yang berhubungan dengan gambarnya...dia pasti jadi senewen.

"Terus? Kau tak akan menolaknya kan? Kau bisa pindah ke sebelah kalau kau mau." Ochan benar-benar memperdulikan masalahnya kali ini, tak seperti biasanya ketika Ochan cuma dengarkan dan menjawab asal-asalan.

"Mou!!"

"Apa kau tak merasa Jun itu baik? Kurasa bukan masalah waktu kau akan cepat menyukainya.."

"Tapi, aku menyukai Sho-chan kau tahu?"

"Kau yakin itu bukan simpati saja?"

"Kenapa kamu ngomong gitu? Itu nggak mungkin," tukas Aiba.

"Aiba-chan mungkin kau tidak sadar. Kau baik ke semua orang. Tapi kamu selalu menjaga jarak aman dengan semua orang, siapapun. Nyatanya saat kau bertemu Sho, kau ngga begitu sejak awal."

"Aku memang tahu dia anak keluarga kaya, dia seperti punya segalanya, dia baik dan dia ramah... Tapi tak pernah aku merasa perasaanku hanya simpati. Aku selalu memikirkannya..."

"Apa kamu bisa bilang kamu tak merasa dia kasihan?" Aiba jengkel dengan perkataan Ochan. Karena memang dia pernah merasakan itu, dia jadi jengkel dengan dirinya pula.

"Maafkan aku. Aku hanya sedikit mendengar berita tak enak tadi saat aku mampir ke rumah sakit."

Aiba memberi respon penasaran, berusaha memahami alasan Ochan.

"Seorang putra tunggal konglomerat sekelas Sakurai Shu digosipkan punya skandal dan beberapa mendatangi rumah sakit untuk mencari berita. Kudengar nama temanmu itu disebut-sebut dan ada yang mengatakan dia pernah mencoba bunuh diri beberapa tahun lalu. Dia anak yang ditelantarkan ayahnya sendiri."

"Sho pernah mencoba bunuh diri?"

"Ya.. Aku cuma nggak terlalu suka ada orang seperti itu disekeliling kita."

"Tunggu..."

Ochan menatap  Aiba. "Sakurai Shu?"

~o~


NB : Moshi-moshi! Kayaknya ceritanya udah jelas sampai disini.... Here is the climax!
Masalahnya adalah bagaimana menutupnya.

Bagaimana pendapat kalian? Apakah punya saran ide tertentu? xixixi
Ganbarimashou!

Your White Wings [ARASHI]Where stories live. Discover now