BAB 2

26.1K 3.1K 274
                                    

A/N: Happy new year and happy reading :))

"Galen bilang setuju?" Elora mengetuk-ngetuk jemari rampingnya di atas meja. Tak ada senyum sedikitpun di bibirnya, "Om Bayu pasti ngancam dia, ya?"

Di dalam layar laptop, tampak seorang pria tua sedang tertawa terbahak-bahak, "Sepertinya kamu sudah lebih pintar dari pada om." canda Bayu, "Ke mana perginya Elora yang dulu sangat manis dan lucu itu?"

Elora menyeringai tipis, sarat arti, "Om yakin mau lihat aku kaya dulu lagi?"

Dalam sekejap ekspresi Bayu berubah sendu. Tanpa berniat menjawab pertanyaan sarkastis tersebut, ia langsung mengalihkan pembicaraan, "Kamu bersedia ikut SRP 'kan?"

Rahang Elora mengeras, benar-benar tak habis pikir, "Waktu aku berangkat ke Melbourne 10 tahun lalu, aku sudah minta om Bayu untuk membatalkan perjodohan kami. Dan sekarang om malah minta aku balik ke Jakarta buat berpartisipasi di reality show demi memperebutkan Galen?"

Mendapati kekesalan di wajah Elora, Bayu tetap bersikap santai, "Tapi om nggak pernah bilang setuju. Toh nggak ada orang lain yang tahu kalau kamu mau membatalkan perjodohan."

"Oh my God," Elora menarik napas dalam-dalam, lelah dengan perdebatan tak berguna itu, "Aku dan Galen nggak ada kecocokan sama sekali. Om Bayu juga tahu sendiri gimana perlakuan dia ke aku dulu."

"Itu masa lalu. Perasaan bisa berubah."

"Exactly." sahut Elora tak mau kalah, "Perasaan aku berubah. Aku sama sekali nggak berminat buat jadi istrinya."

"Lora," pria itu menaikkan sebelah alis, "Om sudah menduga kamu akan menolak. Jadi bagaimana kalau kita mengadakan perjanjian?" tanyanya tiba-tiba, "Tentu saja ini bersifat simbiosis mutualisme."

"Perjanjian?"

"Kamu bersedia ikut program SRP sampai selesai. Sebagai kompensasinya, om akan berusaha meyakinkan orang tua kamu, Lora, supaya kamu bisa menjadi pengacara publik* seperti keinginan kamu selama ini."

(*Pengacara yang membela orang-orang tidak mampu (miskin) tanpa memungut biaya)

Elora terkesiap. Baginya itu adalah tawaran yang sangat menggiurkan. Meski ia sudah memiliki karir sukses sebagai legal counsel di salah satu cabang perusahaan pangan milik keluarganya di New York, tetapi meneruskan bisnis atau bekerja untuk perusahaan sama sekali bukan passion Elora. Ia memiliki cita-cita lain, yaitu menjadi seorang pembela umum serta mendirikan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) miliknya sendiri—impian yang ditentang keras oleh ayahnya.

"I'll keep my word, Lora." Bayu berkata lembut, "Om akan bantu sampai kamu berhasil."

Elora membisu. Otaknya mulai berputar. Ia sepenuhnya memercayai janji itu. Sejak dulu ia sangat dekat dengan Bayu dan bahkan sudah menganggap pria itu sebagai ayah keduanya. Tapi ia tak sepolos itu untuk menerima kebaikan Bayu mentah-mentah. Masih ada hal yang mengganjal di hatinya, "Om Bayu sampai mau bantu aku ngeyakinin papa, apa semata-mata supaya aku mau ikut reality show itu?" tanyanya curiga, "Nggak ada alasan lain?"

Tawa Bayu kembali berkumandang. Selain istri dan putranya, hanya Elora yang berani bicara blak-blakan padanya, "Nggak ada motif lain, Lora. Om minta kamu join karena kehadiran kamu dibutuhkan di acara ini. Kalian bertiga 'kan pemeran utamanya."

"Not me." tukas Elora lugas, "Dari awal, Galen dan Mari adalah pemeran utama," senyum miring kemudian menyembul di bibirnya, "Kalau aku jelas sebagai tokoh antagonisnya."

"Antagonis?" Bayu berpikir sejenak, sebelum akhirnya manggut-manggut, setuju, "Dengan kekeraskepalaan dan sifat yang selalu ingin menang tak peduli apa pun caranya—kamu memang cocok jadi antagonis."

The Antagonist Program (TERBIT)Where stories live. Discover now