1. Ramadhan dan pengen nikah

41 0 0
                                    

Dengan hati dan pikiran kacau, bibirku terus melafadzkan ayat demi ayat dari Al-Qur'an, duduk bersila di selasar samping masjid, dengan dampar atau bangku kecil dan memegang mushaf Qur'an ukuran 10x5cm, murojaah.

"Kutiba 'alaikumul qitalu wahuwa kurhulakum, wa 'asa an takrohu syai'an wahuwa khoirul lakum..." Bibir terus melafadz apa yang 'alhamdulillah' telah dihafalnya, berhenti sejenak karena lupa, sedikit melirik ke mushaf untuk mengingatkan.

Tidak kudapati tulisan yang bisa kukenali pada mushaf kesayangan tersebut, lebih tampak seperti buku kosong disertai tulisan membingungkan, pikiranku kacau, mataku juga ikut kacau.

"Astaghfirullah, sekacau inikah pikiranku?, Ya Allah jangan jadikan aku gila, jadikanlah aku termasuk orang yang sabar" ungkapku dalam hati, kulanjut dengan mengucap istighfar beberapa kali.

Tulisan di mushaf mulai terlihat normal, mulut melanjutkan apa yang tadi ia baca, setiap ayat lewat begitu saja, masih dengan hati dan pikiran kacau. Berhenti pada ahir juz 2 ,kututup dan kuresletong mushaf miniku, kemudian kumasukkan pada tas selempang yang kubawa.

Ahad sore, terlihat dari tempat dudukku lalu lalang santri dengan kegiatan dan kesibukan masing-masing. Masjid berada di bagian depan, sehingga hampir semua kegiatan santri nampak jelas dari sini. Dihadapanku adalah lapangan basket,didekatnya ada kamar mandi, agak menengok kekanan nampak kantin dan ruang makan, lebih kekanan lagi terlihat sakan atau asrama yang pada halamanya terlihat para santri bermain bulu tangkis, dan, yang terahir dapat terlihat dari sini, walau dengan memutar leher lebih banyak adalah mal'ab atau lapangan, seperti biasa, tempat itu paling ramai, dengan 12 orang bermain di lapangan (6 lawan 6) dan banyak dari yang lain dililuar lapangan, untuk menunggu giliran atau sekedar nonton. Terdengar pula dari sini suara 'cetak-cetok' dari permainan ping-pong yang bertempat di sisi lain selasar masjid --tidak tampak dari sini.

Kutari napas panjang dan 'huuhhh... Kukeluarkan dari mulut. Mencoba menenangkan diri dan menghibur hati dengan berbagai motivasi. Para santri tidak tahu masalahku, merasakan?, Apa lagi, kecuali sedikit.

Tidak ada yang perlu kutangisi, atau bisa dibilang tidak bisa. Posisiku saat ini adalah sebagai orang bodoh yang merasa gila karena masalah yang menimpa, yang sebenarnya urusan ini tidak layak kusebut masalah. Saya tidak layak untuk sakit hati, tidak layak untuk baper, dan saya tidak punya hak untuk itu semua. Bersabar, dan memang itu yang harus saya lakukan.

"Astaghfirullah.." kembali aku merasa kacau, padahal aku tidam layak untuk kacau. Kukeluarkan buku dzikir pagi petang dari tas selempangku, diawali ta'awwudz kubaca tulisan yang ada didalamnya. Berharap bisa tenang, berharap bisa normal. 'Ya Allah, berilah hamba kesabaran. Dan jangan jadikan aku orang yang melampaui batas, Ya Allah...' batinku.

...

Romadhon 1439H. Kubaca buku yang ada di tanganku, booklet tipis berjudul Inilaj Proposal Nikahku buku yang sangat menginspirasi dan memotivasi, yang aku beli sekitar sebulan yang lalu di Islamic Book Fair (IBF) Jalkarta.

"Udah keinstall, lih?, Instagram?" Tanya Arie kepadaku.

Posisiku sedang tengkurap di ranjang atas dalam kamar berisi 9 pasang ranjang -atas dan bawaj-, kuperiksa gadgedku yang kuletakkan dibawah bantal, tertulis 70%.

"Belum" jawabku, seraya Arie keluar meninggalkan kamar.

Malam ini kamat sepi, jam menunjukkan pukul 21:30, di kamar hanya ada aku dan Allah, juga serangga-serangga, lampu dan benda-benda mati. Kubaca hingga ahir -selesai- buku itu, yang sebenarnya telah kubaca habis berkali-kali. Kembali kuperiksa HPku, tertulis 92%, HP microsoft selebar 4 inci. Ada pesan dari group whatsapp alumni ma'had, juga angkatan, tentu tentang urusan masing-masing yang sesekali aku tertawa membaca pesan-pesan itu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 31, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Mahabbah Artinya CintaWhere stories live. Discover now