Day 4 - Are you kidding me?

2.7K 353 29
                                    

Carl's house, New York.

Aku duduk berhadapan dengan anak sulung keluarga Addison, Carl Addison--di ruang tamu.

Sebelumnya kami memang sudah saling mengenal. Oh, maksudku, aku tahu dia tapi tak pernah berbicara dengannya.

Matanya yang cokelat menatapku penuh selidik. Sementara kakinya menyilang angkuh di tempatnya. Ia tampaknya tidak percaya dengan apa yang kukatan barusan;mengenai akulah yang akan mengusut kasus Ben.

"Jadi, hm.. Apa kau tahu siapa yang menculiknya?" Dengan bodohnya, aku mengatakan hal asal seperti itu.

Mungkin semua ini terjadi karena kegugupan yang berlebihan. Lihatlah, Carl terus menatapku dingin. Bagaimana bisa aku tidak gugup?

Kasus hilangnya--diculiknya--Ben memanglah bukan kasus pertamaku. Karena sebelumnya, aku sudah mengusut banyak kasus kejahatan di divisi kepolisian Los Angeles. Tapi kurasa, tiga bulan adalah waktu yang cukup lama untuk membangkitkan kembali gairah yang telah lama hilang itu.

Aku berdeham, berusaha meredam suasana canggung di antara kami. "Baik. Biar kuralat pertanyaanku. Bisakah kau ceritakan kepadaku bagaimana kronologi hilangnya Ben dua hari yang lalu?"

Namun lelaki berambut hitam itu tak bergeming. Wajahnya hanya menatapku dingin dengan matanya yang menyipit tajam.

Astaga. Ada apa dengan pria ini?

Aku mengedikkan bahu acuh, mencoba mengabaikan sikapnya yang antipati padaku. "Apa adikmu terlihat mencurigakan akhir - akhir ini?" tanyaku mencoba lagi.

Tapi pria itu hanya diam--memandangiku tak senang. Aku semakin tidak mengerti dengan sikapnya. Lalu akhirnya, kuputuskan untuk mengambil sikap tegas. Aku berdeham keras dan menutup jurnal yang sedaritadi menunggu untuk kutulisi sesuatu dan menatapnya lurus-lurus. "Carl Addison, jika kau benar - benar menginginkan aku untuk menemukan adikmu, maka katakanlah sesuatu untukku," ucapku kesal.

Ayolah, aku sudah duduk di hadapannya sekitar sepuluh atau lima belas menit dan mengajukan beberapa pertanyaan. Tapi yang dilakukan Carl, hanya mengunci mulutnya rapat-rapat dari informasi.

"Katakan sesuatu," tukasku tak sabar.

Carl mendesah kasar dan membuang wajahnya asal. "Beginikah cara kerja kepolisian kota New York? Mereka mengirimkan detektif amatir untuk mengusut kasus Ben? Sungguh? Ck. Kalian pasti bergurau," ucapnya sembarangan.

Apa katanya? Amatir?

Aku mengepalkan kedua tanganku di atas jurnal dan menatapnya sinis. "Apa katamu? Amatir?!"

Carl menaikkan sebelah alisnya. "Coba kutanya. Apa kau pernah menangani kasus lain sebelum ini?"

Tentu saja.

"Lebih banyak kasus dari yang kau pikirkan sekarang," hardikku. "Kasusmu hanya salah satu kasus sepele yang tidak sengaja jatuh ke tanganku, kalau kau mau tahu."

"Sepele, katamu?!" Carl menaikkan nada suaranya.

Ia tampak tak terima dengan aksi balas dendamku barusan. Dan aku tidak peduli dengan itu.

Aku menyeringai di hadapannya dan mencodongkan tubuhku. "Semua detektif di divisiku menyepelekan kasusmu dan mereka mengatakan akan segera menutup kasus ini sebagai kasus kenakalan remaja biasa," kataku penuh penekanan. "Bersyukurlah, karena aku masih mau membantumu." kemudian aku bangkit dari sofa.

Carl mencebik. "Aku sudah mencurigainya dari awal, kalian memang berkonspirasi di balik nama kepolisian kota," balasnya ketus. Tubuh jangkung itu kemudian ikut bangkit dari sofa. "Sebaiknya kau pulang saja, karena aku akan mencari adikku sendiri."

Apa? Tidak! Jangan!

Perasaanku mendadak panik karena aku bisa saja kehilangan kasus pertamaku dan aku tidak mau itu terjadi. "Kau tidak bisa..." kataku berusaha tenang. Perlahan, kuhembuskan napas dan mengontrol emosiku sendiri. "Kau tidak bisa melakukannya."

Carl menaikkan satu alisnya. "Kenapa?"

Karena aku tidak mau kehilangan kasus pertamaku, bodoh.

"Karena...," Aku mengedarkan pandangan ke sekitar, mencoba mencari alasan. "Karena aku benar - benar ingin membantumu."

"Kau tidak terlihat seperti itu beberapa menit yang lalu," katanya sarkastik.

"Kutarik semua ucapanku."

"Apa?"

Carl tidak bergeming, hanya menaikkan satu alisnya curiga. Nampak menimbang - nimbang, apakah dirinya dapat mempercayaiku yang dengan jelasnya menghina kasus ini barusan.

Aku harus mencari cara lain.

"Aku memiliki adik laki - laki sepertimu." Itu bohong. "Dan aku datang kesini karena peduli kepada Ben. Aku teringat akan adikku yang mungkin aku akan merasakan hal sama jika aku jadi kau." Apa aku terdengar meyakinkan?

Namun Carl tidak mengatakan apapun. Selain wajahnya yang berubah sendu. Mungkinkah dia sudah berubah pikiran sekarang?

Aku mencoba menatapnya lekat dan mendekat. "Jadi, apa kau bersedia untuk mengatakan apapun yang kau ketahui untuk membantuku menemukan Ben?"

T H E  L O S T  B R O T H E R
A novel by
Nurohima

The Lost Brother (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang