part 1 - sweet liar [pjm]

742 52 15
                                    

Dentuman musik di Terrace club dekat gangnam sangat memekakkan telinga. Lautan manusia yang berjingkrak mengikuti irama musik. Sementara bartender yang sibuk menyiapkan beberapa minuman. DJ yang sibuk memutarkan musik untuk menggugah hati para manusia di klub untuk berjoget ria.

Shin Jean, gadis itu menginjakkan kakinya di Terrace club. Gadis yang baru menginjak dua puluh tahun itu sibuk mencari jalan menuju bartender. Menerobos kerumunan manusia yang menikmati musik.

"Jean! Lo dateng lagi!" Sapa bartender itu, dengan cekatan ia menyodorkan minuman khusus untuk Jean. Tanpa basa-basi ia meneguk segelas sampanye itu.

Mabuk sudah biasa ia lakukan, namun dia tak pernah teler. Dia selalu membatasi dirinya agar tidak terjadi hal yang negatif padanya. Walaupun terkadang ia mendambakan sentuhan.

"Jean!" Seseorang menepuk pundaknya cukup keras. Jean tersedak, lalu memaki-maki pelan. Kata maaf terlontar dari gadis berpakaian minim itu.

"Masih berani main di club heh?" Ara -sahabatnya tertawa setelah melontarkan pertanyaan itu. Memorinya memutar kejadian tiga hari yang lalu, ketika Jean di tarik paksa ibunya untuk pulang. Jean diam tak menanggapi. Setelah kejadian tempo lalu ia menjadi bahan ejekan Ara.

"Anak ayam nggak boleh ke club hahaha," Ara tertawa kembali. Bartender tersebut hanya menggelengkan kepalanya melihat kedua tingkah gadis itu.

Jean menyodorkan gelasnya kembali untuk di tuang bir lagi. Ia menegak habis bir itu dengan cepat. Tangannya memijat kepalanya yang terasa sakit.

"Je! Cowok itu jurusan Hubungan Internasional kan di kampus kita?" Ara menunjuk lelaki berpakaian kemeja kotak-kotak yang lengannya di lipat hingga ke siku. Jean mencari lelaki itu, matanya bergerak menelusuri dari ujung. Matanya menyipit begitu tahu siapa yang di maksud Ara.

"Ah iya, Park Jimin." Jean mengangguk lalu meneguk bir nya yang telah terisi kembali. Ara mengerucutkan bibirnya lalu mengangguk paham.

"Ngapain dia kesini?"

"Gue nggak tau Ra, stop tanya ke gue, gue pusing." Jean memijat kepalanya kembali. Rasanya kepalanya ingin meledak sekarang juga.

"Lo kebanyakan minum, bodoh." Ara merebut gelas yang berada di tangan Jean. Lalu menyerahkan pada bartender.

"Hai!" Suara berat sekaligus lembut itu menyapa mereka. Ara membalikkan badan, Jimin mendatangi mereka. Lelaki itu tersenyum manis yang langsung di tanggapi dengan senyum kikuk Ara.

"Teman lo kenapa?" Dia menunjuk Jean yang sekarang pingsan di meja. Sesekali ia meracau tak jelas.

"Astaga! Jean, bangun!" Ara mengguncangkan badan Jean. Gadis itu mendengus, sialan dia harus membawa temannya itu pulang dengan selamat. Ara melingkarkan tangan Jean di lehernya, sementara tangan satunya ia gunakan untuk menahan pinggangnya.

"Butuh bantuan?" Jimin menarik kedua ujung bibirnya keatas mengukir senyuman. Ara menatap Jimin dengan penuh curiga, takut temannya ini berakhir menyedihkan.

"Ayolah, aku cuma nawarin bantuan. Lagian rumahku sama dia cuma lima langkah." Jimin memutar bola matanya malas. Baru kali ini dia di remehkan. Ara cukup terkejut ketika Jimin menggunakan 'Aku-kamu'.

"Serius? Jadi orang yang pindah di samping rumah Jean itu lo?!" Ara menunjukkan wajah terkejutnya. Beberapa hari yang lalu dia sempat berkunjung ke rumah Jean, dan waktu itu ada seorang lelaki dan keluarga yang pindah di samping rumah Jean.

Jimin hanya menganggukkan kepalanya. Sesaat dering telepon mengganggu pembicaraan Ara. Tangan kanannya merogoh sakunya. Lalu menempelkan benda pipih itu di telinganya.

"Apa?!"

"Sekarang? Iya-iya, tunggu bentar." Ara menoleh kearah Jimin yang masih menatapnya. Mulutnya mengisyaratkan untuk membawa Jean. Dengan sigap Jimin menggendong Jean ala bridal.

"Iya-iya, bentar!" Ara masih berbicara pada ponselnya.

"Jimin, gue boleh minta bantuan lo? Anterin Jean sampai rumah dengan selamat tanpa lecet, bisa?" Ara memohon dengan sangat. Karena sejujurnya dia yang bertanggung jawab atas kepulangan Jean dengan selamat.

"Santai aja, aku bakal nganterin dia dengan selamat." Jimin sejenak menatap Jean yang mendengkur halus. Ara bernapas lega, setidaknya Jimin sudah berjanji. Wanita itu kemudian pamit, katanya ada urusan mendadak sebagai ketua panitia.

Jimin menerobos kerumunan dengan susah payah. Langkah kakinya membawanya ke parkiran mobil. Entah malaikat mana yang membisikkan dia untuk bersikap baik. Padahal jarang sekali dia mau mengantarkan pulang, terlebih lagi seorang gadis yang mabuk.

"Jujur, lo ngerepotin ya," gumam Jimin pelan.

***

Jimin berusaha membuka pintu gerbang rumah Jean. Sialnya pintu itu sudah terkunci dari dalam. Ia menjambak rambutnya frustasi. Jujur, ia tak mau terlibat dengan wanita lagi. Tapi karena Jean tetangganya, jadi ia harus berbuat baik. Memasang topeng yang selayaknya.

Terpaksa Jimin masuk kembali ke mobilnya, lalu memasukkan mobilnya ke garasi rumahnya. Setelah mematikan mesin mobil, ia menggendong Jean menuju kamarnya. Gadis itu menggeliat pelan sambil mengingau tanpa sadar.

Jimin menurunkan Jean di kasur.

"Anjir, lo mau ngapain?!" Jean mengalungkan tangannya di leher Jimin. Menahannya agar tidak pergi. Dengan susah payah lelaki itu menelan ludahnya.

"Temenin gue, Jimin."

"Lo mabuk Je!" Jimin melepas paksa tangan wanita itu yang menahannya. Jean hanya tertawa. Lalu meracau tak jelas. Lengan jimin di tahan, lelaki itu membalikkan badannya.

"Temenin gue!"

Sial, kenapa gadis ini menjadi genit? Ah efek alkohol sialan itu.

Jimin terpaksa mengiyakan permintaan itu. Jimin tidur di kasur sebelah Jean. Hampir saja dirinya tertidur sebelum ada tangan yang melingkarkan di pinggangnya. Lelaki itu mengerutkan keningnya.

"Bisa nggak kita cuma tidur aja? Tanpa skinship?" Jimin mendengus pelan.

"Hmm," Jean bergumam tak jelas.

Baru saja dirinya akan memejamkan mata, ponselnya berdering dengan keras. Jimin rasanya ingin menyumpah serapahi yang menelponnya malam-malam begini.

Sejenak dirinya menatap ponselnya, melihat siapa yang menelponnya.

Taehyung is calling...

"Kenapa?!" Bentak Jimin tak sabaran.

"Gue tebak, lo belum ngelihat instagram kampus gossip kan?" Nada menjengkelkan itu terdengar di telinga Jimin. Lelaki itu mulai panas.

"Ngomong yang jelas!"

"Gue kira lo udah tau, padahal disana ada lo yang lagi sama cewek. Oh sorry, ternyata berita nya sudah di perbarui, Jimin keluar dari Terrace Club dengan seorang gadis yang kita kenal Shin Jean."

Jimin tertegun, sejenak ia terdiam mencerna kata-kata Taehyung. Dirinya masuk kedalam portal gosip kampus? Dengan Shin Jean?

Sial

"Halo? Jim-"

Jimin mengakhiri teleponnya, ia gunakan ponselnya untuk melihat berita itu. Dan benar saja, bahkan sudah ada kronologi kejadian. Tertulis 'Jimin membawa Jean yang mabuk ke hotel'

Apa-apaan ini? Enak saja. Dia hanya membantu Jean, tetangganya. Tolong garis bawahi bagian tetangganya. Rasanya dia ingin menonjok habis-habisan orang di balik akun instagram kampus gosip itu.

Jean bergerak gelisah, sepertinya Jimin harus mengurangi bergeraknya agar tidak mengganggu tidur gadis di sampingnya itu. Dua jarum jam masih asik bermesraan di angka dua belas. Perlahan Jimin ikut terlelap dalam mimpinya. Kali ini saja ia membiarkan seorang gadis memeluknya. Hanya kali ini.

Note:

Halooo setelah sekian lama (sekitar 1 tahun) gak nulis di wattpad wkwk

Aku balik dengan cerita baru, semoga suka yaa

Jangan lupa komen dan vote nyaaa

Makasihhh

Thank you

Sweet Liar [pjm]Место, где живут истории. Откройте их для себя