Di Bawah Pengawasan Tercinta

361 38 3
                                    

"Mrs Cho, Presiden demam karena radang di tenggorokkannya. Beliau pasti tidak makan menjaga makanan dengan baik." ujar Dokter Jung, menjelaskan kepada Yuri.

Wanita itu mengangguk pelan. "Apakah ada obat yang cepat mengobati? Presiden harus pergi ke Singapura besok." tanya Yuri. "Saya sudah resepkan obat yang sesuai dengan Presiden Cho. Namun, ia benar-benar harus beristirahat penuh hari ini karena obatnya akan membuatnya mengantuk." kata dokter Jung.

"Baiklah. Akan saya pastikan beliau beristirahat penuh hari ini." kata Yuri pasti. Dokter itu hanya tersenyum. "Apakah anda juga demam, Mrs Cho? Seo biseo mengatakan hal tersebut dan putri anda juga tadi." tanya dokter Jung sambil memeriksa denyut nadi Yuri. Belum sempat Yuri membalas, dokter Jung segera memeriksa detak jantung dan tensi darah Yuri.

"Uhmm.. apakah ada sesuatu yang terjadi denganku?" tanya Yuri bingung.

Dokter Jung menatap Yuri sekilas sebelum kembali fokus pada apa yang dikerjakannya. "Denyut nadi anda lemah, Mrs Cho. Tensi anda juga rendah. Anda harus benar-benar beristirahat. Jangan terlalu lelah." kata wanita berjas putih itu. Yuri mengangguk kecil, sangat paham dengan apa yang dikatakan oleh dokter yang ditugaskan untuk presiden dan keluarganya itu.

"Kalau begitu, saya akan siapkan obat untuk anda juga, Mrs Cho. Saya jarang sekali melihat pasangan suami istri sama-sama sakit." kata Dokter Jung dengan maksud bercanda. Yuri tersenyum kecil. Ia lalu mengantarkan sang dokter keluar setelah semuanya sudah selesai dan beristirahat. Tidak seperti semalam yang terpaksa di kamar yang sama dengan Kyuhyun, Yuri —yang masih belum bisa memercayai Kyuhyun— memutuskan untuk tidur di kamar tamu yang kosong. Ia juga tak ingin mengusik Kyuhyun yang sama sakitnya dengan dirinya, kecuali pria itu membutuhkan bantuannya.

Sampai malam keduanya tertidur pulas di kamar yang berbeda. Catherine dan Anastasia hanya menggelengkan kepala mereka melihat tingkah kedua orang tua mereka sebelum dijemput oleh sang nenek untuk tinggal dan diurus sementara oleh mereka. Rumah itu kini hening. Hanya suara dengkuran Kyuhyun dan keheningan total di kamar Yuri.

Yuri terbangun pukul delapan malam setelah tidur siang panjangnya. Ia ke dapur menuangkan bubur yang sudah dibuatkan oleh Bibi Yeon lalu menuju kamar mereka untuk menyuapi sang suami. Kyuhyun membuka matanya ketika mendengar langkah kaki Yuri di dekat kasur.

"Makanlah dulu, Kyu. Aku suapi. Besok kau harus pergi ke Singapura tanpaku." kata Yuri sambil duduk di tepi kasur dengan mangkuk bubur di tangannya. Pria itu membenarkan posisinya, bersiap untuk makan malam. Dengan telaten, Yuri menyuapi pria itu perlahan. Sesendok demi sesendok. "Apa jadinya aku tanpamu, Yuri? Bagaimana kondisimu?" tanya Kyuhyun lemah. "Demamku sudah turun dan hanya tensi dan denyutku rendah. Sepertinya akan membaik sebentar lagi karena aku sudah meminum obat." balas Yuri.

"Yuri, temani aku besok di Singapura. Aku akan banyak membutuhkan bantuanmu." kata Kyuhyun. "Kau sudah ada Seo biseo, Kyuhyun. Dia akan membantumu di sana. Lagipula, akan lebih baik seorang perdana menteri menggantikanmu jika tidak bisa dibandingkan seorang ibu negara." tolak Yuri sambil menyuapkan lagi Kyuhyun sesendok bubur.

Pria itu meletakkan mangkuk di tangan Yuri lalu menatapnya lekat. "Kumohon, Yuri. Aku akan jamin bahwa tidak ada komentar miring mengenai kau menggantikanku besok jika memang aku tidak mampu. Itu hanya acara undangan dari perkumpulan remaja Korea di Singapura." kata Kyuhyun, terus membujuk Yuri.

Yuri menatap Kyuhyun heran. "Mengapa kau menjadi manja seperti ini, Kyu?" tanyanya tak paham. Yuri memang masih seperti dulu. Cara bekerja pikirannya tidak seperti kebanyakan wanita yang mudah menangkap keromantisan kehidupan. Sejak kuliah, otaknya hanya terfokus dengan politik dan cara menjadikan Kyuhyun seorang Perdana Menteri —yang sekarang sudah menjadi Presiden—.

Kyuhyun menarik Yuri agar mendekat kepadanya, hingga jarak di antara wajah mereka hanya beberapa senti saja. Kyuhyun mengunci kedua mata indah Yuri, membuat wanita itu terus menatap kedua mata sang suami. Jantung Yuri berdegup kencang, anggap saja karena tidak siap.

Kyuhyun menekan kepala belakang Yuri, menyebabkan bibir mereka bersentuhan. Ia lalu melumat bibir sang istri lembut, yang dibalas oleh Yuri canggung. Kyuhyun memeluk sang istri erat, mendekatkan tubuh mereka. "Aku merindukanmu." bisik Kyuhyun tepat di telinga Yuri, menjawab pertanyaan yang sebelumnya diajukan kepadanya.

Yuri mendadak merasa tubuhnya melemah, memudahkan Kyuhyun menarik Yuri semakin jauh ke tengah kasur dan menguasai semua tindakan itu. Tentu saja tindakan yang sudah sah dilakukan kepada istrinya sendiri.

"Aku memaksamu ikut besok." bisiknya.

###

Kyuhyun tak ingin Yuri menjauh darinya barang sedetik saja. Selama konferensi mengenai keselamatan lingkungan di Singapura ini, tangan Kyuhyun tak bisa lepas dari pinggang atau tangan Yuri, membuat semua orang berpikir bahwa pria itu sangat romantis dan mencintai istrinya lebih dari apapun. Berbeda dengan Yuri, ia merasa canggung dan sedikit risih karena tidak terbiasa dengan afeksi romansa.

Pria itu meraaa bahwa ia berhasil meluluhkan hati Yuri dari kemarahannya selama tiga bulan belakangan, mengenai kejadian saat keduanya kehilangan calon buah hati mereka karena 'kejadian' semalam.

"Kyu, kapan kau akan melepaskanku semenit saja dari tanganmu?" tanya Yuri pelan. Kyuhyun menoleh lalu mengusap punggung tangan Yuri lembut. "Aku tidak akan melepaskanmu malam ini." jawab pria itu yakin. Yuri menatap Kyuhyun tidak setuju namun pria itu —untuk pertama kalinya— terkesan tidak peduli. Biasanya, justru dirinya yang takut jika Yuri mengeluarkan tatapan ketidaksetujuannya.

Setelah ketua konferensi selesai memberi pidatonya, Yuri dan Kyuhyun menepuk tangan mereka di kursi yang terletak di antara puluhan pemimpin negara lainnya Dan di antara semua pemimpin negara serta pendampingnya, hanya mereka —Yuri dan Kyuhyun— yang malam ini terlihat begitu mesra dan romantis, bahkan menjadi sorotan beberapa media.

"Setelah acara jamuan pelajar di kedutaan besar besok, aku ada jadwal pemotretan dan wawancara dengan majalah Vogue." kata Yuri, berbisik. Kyuhyun menoleh ke sang istri. "Kau memang lebih cocok menjadi aktris dibandingkan sekretaris atau ibu negara." ungkap Kyuhyun jujur.

Yuri mengerutkan dahinya. "Kau ada-ada saja. Besok, jangan ikuti aku ke tempat pemotretan. Kau cukup di hotel saja." kata Yuri, memerintah lebih tepatnya. Kalau sudah seperti ini, maka Kyuhyun hanya bisa menganggukkan kepalanya, tidak berani melawan. Dalam hati kecilnya, ia juga merasa bahwa sang istri sangat risih dengan apa yang dilakukannya selama dua puluh empat jam terakhir. Yuri seperti ingin pergi jauh-jauh dari pria itu karena terus menonjolkan keromantisan yang awam bagi Yuri.

"We are very delighted to ask the presence of The Honourable Mrs. Kwon Yuri, the first lady of the Republic of South Korea to receive the 'Most Outstanding Environment Activist' award."

Ketika namanya dipanggil, Kyuhyun dan Yuri masih sibuk membicarakan mengenai kegiatan besok. Hyerin, di belakang, berusaha menghentikan perdebatan mereka lewat walkie-talkie dan meminta Yuri ke panggung, di mana semua orang tertawa melihat keromantisan Yuri dan Kyuhyun. Dengan malu, Yuri melangkah ke atas panggung dan Kyuhyun duduk di kursinya, menepuk tangannya bangga atas prestasi sang istri.

to be continued.

First LadyWhere stories live. Discover now