Bab 5

1.5K 138 40
                                    

Keesokan paginya, So Eun terbangun oleh paparan sinar matahari yang masuk melalui jendela.

Sambil bergerak dengan kaku, So Eun memakai pakaian pria yang tidak lagi membuatnya malu atau tersinggung; celana legging murahan warna biru dengan kantong putih, celana selutut, yang berwarna biru gelap dengan kantong putih, dan kemeja garis-garis biru dan putih juga dengan kantong putih. Ada banyak sekali kantong. Dan yang mengejutkan, para awak di kapal bermurah hati menawarkan pakaian mereka kepada So Eun; sudah beberapa kali Gary mengatakan bahwa dia berharap So Eun mau memakai celana selututnya, seperti ia selalu memakai celana selutut Kim Bum atau Zeev.

Saat So Eun pergi ke geladak, ia mendapati kapal Paunovic berlayar dengan kecepatan penuh dan Kim Bum tidak terlihat di mana-mana. Daratan tempat mereka melemparkan sauh sudah nyaris tak terlihat di cakrawala. Di buritan, matahari bersinar dengan terik, terpantul di permukaan air, dan membuat layar yang kering berkibar-kibar oleh embusan angin kencang.

Zeev sedang sibuk. Pemuda itu duduk di dek tempat meriam. Ia sedang membersihkan pedang pendeknya. Sekelompok orang bersuara serak bernyanyi di dekat Zeev.

So Eun memperhatikan kegiatan di sana selama beberapa saat, dan tersenyum. Kemudian dengan cepat, So Eun pergi ke dapur, dan melambaikan tangan pada William saat ia berpapasan dengan pria tua yang bertugas membuat atau memperbaiki layar itu. Dapur adalah salah satu tempat, saat ia bisa merasa yakin tidak akan bertemu dengan Kim Bum.

Untuk ukuran dapur perompak, dapur kapal Paunovic termasuk bersih; tidak ada sampah berserakan. Tempat stok makanan ditumpuk, tong besar dan kecil serta berkarung-karung gandum dan tepung, begitu banyaknya hingga akhirnya tak ada tempat untuk apa-apa lagi, dan sisanya harus disimpan di palka.

Di antara oven dan kompor ada tempat penyimpanan batu bara yang dalam, yang saat ini penuh hingga ke bibirnya. Meja panjang di bagian tengah ruangan nyaris tak bergurat, dengan batu jagal di ujung meja siap untuk diperciki darah hewan hidup yang dikandangi di palka一banyak sekali jumlahnya, cukup untuk menjamin tersedianya daging segar selama perjalanan. Ruangan itu penuh dengan barang, sebagaimana layaknya dapur lainnya, dengan bumbu dan panci-panci, lemari Serta peralatan dapur yang menggantung, yang semuanya dilekatkan dengan aman di lantai, dinding, atau langit-langit.

Penanggung jawab semua ini adalah Cezar si juru masak, dan asistennya Paul. Cezar adalah orang yang ramah berumur di bawah dua puluhan dengan mata hijau ceria yang selalu mengawasi daerah kekuasaannya. Mereka hanya memakai celana selutut dan celemek. Keduanya sedang berbagi sebotol rum sambil mengiris bawang merah di atas talenan, menangis, dan berdebat tentang siapa yang terakhir kali menggunakan batu Asahan yang hilang. Saat melihat So Eun, Cezar berkata, "Hei, Sweety. Selamat pagi. Kau lapar? Ya ampun, pagi ini kau terlihat murung." Cezar tersenyum sedih. "Apakah ini karena kepergian kapten?"

"Tidak mungkin一tunggu. Apa maksudmu Cez?" kata So Eun dengan bingung.

"Oh, sweetie... jangan katakan padaku bahwa kau belum mengetahui kabar bahwa kapten pergi pagi-pagi buta dari kapal Paunovic untuk mengurus sesuatu." Kemudian Cezar melemparkan sepotong daging paus ke dalam penggorengan.

"Apa? Sungguh?" So Eun mulai menyeringai. Ini sebuah momen langka, sebuah momen cerah yang menyenangkan. Kepergian Kim Bum adalah berkah untuk So Eun, selain karena ia bisa bersantai dan tidak perlu menjadi pelayan, ia juga bisa melakukan hal-hal yang ia sukai tanpa perlu mendengar komentar menyebalkan kapten perompak itu. Sambil tersenyum, So Eun menatap Cezar dengan ceria. "Berapa lama dia pergi?"

Cezar mengangkat bahu. "Mungkin seminggu, atau paling cepat tiga hari."

Dahi So Eun mengerut tidak suka. "Kenapa ia tidak pergi lebih lama lagi? Aku sungguh tidak ingin melihatnya."

Lord of The ShipWhere stories live. Discover now