"Iya gue paham. Yaudah gue kegudang belakang dulu." ucap Aska untuk kemudian berlalu meninggalkan kelas. Bahkan ketika Karin belum sempat bertanya lagi.

Aska tetap berlalu menghiraukan seruan dari teman-temannya, karena memang begitulah keseharian para pembuat onar itu disekolah.

Sepanjang pelajaran Karin tidak fokus. Pandangan-nya menerawang kesana-kemari, sejujujurnya Karin berdebar bukan main. Karin bukan tipe gadis yang suka mencari keributan. Tapi adik kelasnya tersebut benar-benar tidak bisa dimaafkan.

Dua jam telah berlalu, bel istirahat sudah melengking seantero sekolah. Karin masih duduk dibangkunya, menimang segala kemungkinan yang akan terjadi.

Apakah Karin sampai masuk keruang BP, atau apakah nanti ia dihukum selama seminggu? tapi Karin terlanjur tidak peduli untuk bagian itu. Bahkan jika harus diskors sekalipun, Karin sudah siap menerima segala resiko-nya.

Karin menundukkan kepalanya diatas meja, ketika seluruh teman sekelasnya sudah berhamburan keluar kelas. Zidni dan Gia juga sudah berlalu meninggalkan-nya. Karin bahkan terlanjur tidak peduli oleh waktu istirahat itu.

Ketika semua langkah berhamburan keluar, satu langkah kaki terdengar berjalan kearahnya, tapi Karin masih tetap menundukkan kepala, mungkin itu Aska pikirnya dalam hati.

"Ayo. Gue temanin."

Langkah kaki itu. Suara itu. Karin tau jelas siapa pemiliknya. Sedikit kelegaan langsung menyergap seluruh tubuhnya. Ada rasa tenang dan terlindungi dari suara tersebut. Ada celah untuk merasa baik-baik saja dari ajakan itu. Tak memungkiri bahwa kini Karin merasa baik-baik saja.

Karin mengangkat kepalanya. Raka masih berdiri didepan mejanya. Wajah lelaki itu selalu saja tenang, dengan tangan-nya dia simpan disaku, Raka menatap lurus kearahnya.

"Kalau dia mukul gue gimana?"
Entahlah. Itu pertanyaan bodoh yang pertama Karin pikirkan, setelah berpikir keras sejak semalam.

"Sedikit aja dia nyentuh lo. Gue lebih dulu habisin dia."  Kata Raka menjawab mantap. Jawaban ketegasan itu membuat Karin semakin mantap melakukan pembelaan tentang dirinya.

     "Tetap dibelakang gue ya Ka?" pinta Karin memohon.

Raka hanya mengangguk.

     Kemudian setelahlahnya Karin berdiri tegap, berjalan ketempat tujuan awalnya, dengan Raka yang mengikuti mantap dibelakang.

Cukup jauh Karin harus bertemu adik kelasnya itu, karena kelas mereka terletak digedung yang berbeda. Tapi Karin harus tetap meyakinkan setiap langkah-nya.

    "Sejujurnya, gue malas mau memperpanjang masalah ini," kata Karin disela-sela perjalanan mereka. "Gue benci keributan. Tapi kalau gue tetap diam aja, gue yakin tu cowok gak bakal berhenti. Gue cuma mau dia sadar, kalau sifatnya dapat merugikan orang banyak," sambung Karin lagi.

     "Gak ada yang perlu lo takutin. Keluarin apa yang mau lo sampaikan kedia. Karena gue bakal ada dibelakang lo. Lanjutin, karena gue suka keributan." jelas Raka. Dia hanya ingin gadis itu tidak mengkhawatirkan apapun karena semalam, masalah itu sudah cukup Raka selesaikan.

Karin tidak perlu repot berteriak untuk mencari adik kelasnya itu, ketika didapatinya Andre sudah menunggunya didepan kelas.

Mulanya Karin bingung. Untuk kemudian tidak ambil pusing dan segera melayangkan pertanyaan yang sejak semalam sudah menggantung ditenggorokannya.

Bahkan berdiri didepan bocah itu saja, Karin sangat muak nelihat wajahnya.

"Ada urusan apa lo sama gue? Sampai ngata-ngatain gue. Bilang gue mainan orang. Emang lo pernah liat gue jual diri? HAH?!!!" seru Karin marah. Entah kerasukan apa tiba-tiba suaranya jadi meninggi sendiri.

ALARIX ( SUDAH TERBIT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang