15. Cinta dan Benci

9.1K 947 27
                                    

Ada teori mengatakan, kalau cinta dan benci hanya tersekat sehelai benang tipis, yang kapanpun dapat dengan mudah diputuskan.

• • •

"Dari siapa, Nay?"

Tanpa menyahuti Sera, Naya menggeleng. Tangannya masih belum bergerak memegang kertas itu.

"Gue tau itu dari siapa," seruak Hellen dengan nada bicara serius.

Mendengar itu, seketika Naya menoleh cepat ke arahnya. Melalui ekspresi seolah bertanya, 'Siapa?'.

Suasana hening cukup lama. Baik Naya maupun Sera, keduanya sama-sama menatap Hellen dengan rasa penasaran yang tergurat jelas di wajah masing-masing.

"Nanti, deh, Nay, gue kasih tahu."

"Eh?" Jawaban Hellen dalam sedetik berhasil membuat dahi Naya berkerut bingung melihat gelagatnya. Namun setelah melihat sosok Nael yang ternyata entah sudah dari kapan berdiri di samping Sera, barulah ia paham.

"Kita ke kantin duluan, yuk, Ser. Gue udah laper banget, nih. Kak Nael, nanti bareng Naya, kan?"

"Hm," dehamnya dengan anggukan samar.

Melihat ada sesuatu yang menarik perhatiannya di tangan Naya, Nael segera bertanya, "Itu kertas apa?" Dagunya menggedik menunjuk sepotong kertas itu.

"Bukan―"

Belum selesai Naya bicara, tangan Nael sudah bergerak merampasnya. Lalu membaca tulisannya. "Bilangin sama pengirimnya, nggak ada yang salah mencintai seseorang yang tidak membalas cintanya. Tapi yang salah itu mencintai seseorang yang udah jelas-jelas milik orang lain. Lo itu milik gue. Dan sepenuhnya lo adalah hak paten gue," paparnya seraya mengembalikan lagi kertas itu pada Naya.

🌺

"Emang siapa, Len orangnya?" Sera bertanya seraya memasukkan sepotong melon ke dalam mulutnya.

Hellen tidak menggubris. Perempuan yang jauh dari kata feminim itu malah sibuk dengan pikirannya sendiri yang tak tersuarakan.

Jujur saja, yang membuat Hellen terkejut saat mengetahui Naya berpacaran dengan kakak kelasnya―yang Hellen baru tahu kalau namanya itu Nael―tidak lain dan tidak bukan adalah wajah Nael yang begitu familiar di matanya. Karena setelah Hellen ingat-ingat, wajah itu adalah wajah yang sama dengan yang ia lihat di koridor. Ketika Hellen, Naya, dan Sera sedang dimintai bantuan oleh Bu Maria waktu hari pertama dimulainya Event Anak Bangsa.

Nael keluar dari toilet, dan hendak langsung masuk kembali ke ruang basket di mana anak-anak yang lain pasti sudah menunggunya. Namun baru juga ia mengambil beberapa langkah, tiba-tiba kakinya berhenti bergerak dengan sendirinya. Ketika tidak sengaja ia menyadari bahwa salah satu di antara tiga orang yang barusan melewatinya itu adalah Naya. Cowok itu benar-benar diam sejenak memerhatikan Naya dari pijakannya. Entah kenapa seperti ada yang berkecamuk dalam diri Nael, tiap kali ia melihat gadis itu.

Di sisi lain, Hellen yang menjadi satu-satunya orang yang menyadari hal tersebut seketika berbisik di telinga Naya tanpa menghentikan langkahnya, "Ada yang ngeliatin lo tuh dari tadi. Kayaknya dia suka deh sama lo."

Naya menengok ke belakang sekilas, namun sudah tidak ada siapa-siapa di sana. "Mana? Nggak ada."

"Tadi. Sekarang udah diajak pergi sama temennya."

Waktu itu, Hellen melihat Nael memakai seragam basket. Sedang di waktu lain―sekitar hari kedua atau ketiga ia sekolah di SMA Bangsa―saat sepulang sekolah Hellen harus balik lagi ke kelas setelah berjalan sampai gerbang, hanya untuk mengambil dompetnya yang tertinggal di laci mejanya, belum sampai Hellen di pintu kelas, Hellen melihat seorang cowok yang juga berseragam basket kuning biru milik SMA Bangsa, tengah duduk di kursi milik Naya.

Lost MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang