Bab 87. Kucing Kedinginan dan Kelaparan

Start from the beginning
                                    

"Aku bawa satu."

"Bawel!" Kevin menjauhkan dari Citra, hingga mereka selesai menaiki tangga. Kevin mengenggam kembali tangannya memasuki kereta.

Mereka berada di antara kerumuan penumpang. Kevin baru pertama kali naik kereta, juga mengunjungi stasiun.

Tetapi dia nggak kagok. Seperti sudah ahli dan terbiasa saja. Berbeda dengan Citra, tetap ragu meskipun beberapa kali mengunjungi tempat tersebut.

Kevin menunjukkan tiket mereka pada petugas. Lelaki berseragam tersebut mengarahkan mereka dengan sopan dan ramah. Keduanya mengangguk dan mengikuti petunjuk. Mereka menelusuri lorong kereta sambil mencari tempat duduk mereka.

Setelah menemukannya, Kevin menyuruh Citra duduk paling pinggir. Cewek itu memperhatikan Kevin meletakkan koper mereka di bagasi atas. Setelah itu duduk di sampingnya. Citra memandang keluar jendela, kereta mulai berjalan.

"Kamu sering naik kereta?" Tanya Kevin sembari mengeluarkan paperbag dari dalam ransel Citra.

"Nggak." Citra menggeleng. "Mungkin tiga kali." Jawabnya. "Kamu pernah?"

Kevin terkekeh sembari mengangsurkan roti yang telah dibuka kemasannya pada Citra. "Ini pertama kali."

Citra merasa bersalah. Kevin selama ini jika bepergian pasti menggunakan pesawat atau mobil. Sebelumnya Citra bersikukuh menggambil kelas ekonomi. Tetapi akhirnya mengalah dengan kelas Eksekutif asal tidak naik pesawat. Seumur-umur, Citra baru kali ini merasakan kelas Eksekutif. Biasanya juga kelas ekonomi. Berbaur dengan kebisingan dan sempit.

Tidak seperti sekarang, tidak ada suara mengganggu atau tempat duduk yang sempit. Dia juga bisa membedakan bahwa di kelas Eksekutif lebih dingin daripada di kelas ekonomi. Tetapi Citra tidak begitu kedingingan karena Kevin meminjamkan satu jaket tebal untuknya sebelum turun dari mobil.

Dia merapatkan jaket tersebut dan mulai mengantuk setelah makan dua potong roti. Kevin harus melotot dulu baru Citra menghabiskan semua. Citra menoleh Kevin sedang sibuk dengan ponselnya. Cewek itu mengambil tempat bersandar pada dinding kereta dan memejamkan mata. Jarak tempuh Jakarta ke Solo lumayan jauh. Kalau tidak ada halangan, mereka tiba nanti malam.

Citra tidak terbiasa tidur selama perjalanan, tetapi dia harus memaksa agar perjalanan itu tidak membosankan atau pun terasa lama. Biasanya dia bangun karena tidak nyaman, lalu memaksa tidur lagi. Begitu hingga perjalan tersebut selesai.

Kali ini Citra melakukannya. Dia terjaga dan membuka mata pelan-pelan. Perlahan kesadarannya pulih. Menoleh ke samping dan wajahnya langsung memerah.

Ternyata dia tidur bersadar di dada Kevin. Dagu cowok itu berada tepat di atas kepalanya. Citra malu sendiri, tangan mereka saling bertautan. Dia menyadarinya ketika hendak mengucek mata.

Dia melepaskan tautan tangan mereka dan menjauh. Kevin langsung bangun dan enggan mau jauh-jauh. Citra sebal, menyikut dada cowok itu dibelakangnya.

"Tulang rusuk aku patah, kamu harus tanggung jawab!" Ancam Kevin serak namun tegas.

"Siapa suruh dekat-dekat sama aku?" Citra tidak mau kalah. "Aku tidurnya menyandar di dinding, bangunnya udah dekat-dekat sama kamu." Citra semakin banyak bicara dan protes, kadang Kevin terkejut dibuatnya. Sepertinya Citra sudah keluar dari cangkang yang selama ini melindunginya.

Sejak taruhan itu, hal ini yang diinginkan oleh Kevin. Ingin melihat Citra keluar dari cangkangnya dan menjadi dirinya sendiri.

"Ck!" Kevin meringis. "Kalau tidur kamu bisa sadar kalau bergerak?" Tanyanya. "Kamu sendiri yang datang sama aku seperti kucing jalanan nyari tempat berteduh dari hujan."

EX [TERBIT]Where stories live. Discover now