Empat Belas

3.8K 587 151
                                    

Hanna belum pernah mencium atau dicium siapapun sebelumnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hanna belum pernah mencium atau dicium siapapun sebelumnya.

Jemari Jimin di belakang lehernya terasa hangat. Tangannya yang lain ditangkupkan di wajah Hanna, mengelus pelan pipinya saat bibir mereka melumat satu sama lain. Hanna tidak tahu apa yang dia lakukan, seperti bibirnya punya pikiran sendiri untuk mengikuti apa yang Jimin lakukan. Aroma maskulin tubuh Jimin menyeruak indera penciuman wanita itu, hanya suara napas berat mereka menggema di kamar mandi.

Rasanya seperti ribuan kupu-kupu beterbangan di perut Hanna. Ciuman itu menghasilkan suara decakan, Hanna menggenggam pinggang Jimin erat-erat. Jadi begini rasanya? Setiap detik yang berlalu, Hanna ingin lebih. Hanna memiringkan kepala ke arah berlawanan dan Jimin membawanya berdiri. Hanna bisa merasakan telapak tangan Jimin menyusuri punggung dan menarik Hanna mendekat, menekan tubuh mereka satu sama lain. Hanna hanya mengikuti apa yang tubuhnya lakukan, instingnya membalas setiap ciuman yang Jimin beri, namun seperti satu kepingan kolase terakhir yang hilang untuk melengkapi gambar, Hanna bisa merasakan Jimin menahan diri. Hanna tak bisa menahan kekecewaan saat Jimin memutus kontak, lalu netra gelap itu perlahan menatapnya disertai napas berat.

Jimin menoleh, menghindari tatapan Hanna. Sambil menangkupkan tangan di mulut, Jimin bertumpu pada wastafel.

"Jimin?"

"Maaf, Hanna."

Hanya itu yang Hanna terima sebelum Jimin berbalik dan melangkah tergesa meninggalkan kamar mandi. Hanna ditinggalkan dalam kekosongan ganjil yang langsung merayap di hati, seolah disiram air es hingga membeku, ketika dia mendengar suara pintu ditutup. Jimin meninggalkan kamarnya dan tidak kembali.

Tidak ada yang berlalu di pikiran Hanna saat dia duduk tegak di pinggir kasur, membelakangi pintu dan menatap hampa ke luar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tidak ada yang berlalu di pikiran Hanna saat dia duduk tegak di pinggir kasur, membelakangi pintu dan menatap hampa ke luar. Dia bahkan tidak memperhatikan saat langit mulai terang. Semburat oranye di batas cakrawala dihimpit gedung-gedung dan pohon perlahan menyebar ke segala penjuru. Matahari bangun dari tidurnya dan mulai mengambil tempat di langit, menjatuhkan cahaya hangat ke wajah Hanna.

Kenapa?

Hanna menggigit bibir. Citra Jimin di benak masih sangat jelas. Semua yang tersisa dari tiga jam lalu masih melekat di sekujur tubuh Hanna. Ciumannya, belaiannya, sentuhannya, bahkan aroma tubuhnya, suara napasnya, dan suara yang ciuman itu hasilkan. Semua terasa nyata. Setiap kali Hanna memejam mata, dia bisa mereka ulang momen itu dengan sempurna. Namun ketika Jimin berjalan menjauh, Hanna ditarik paksa menuju realita bahwa Jimin mungkin tidak bermaksud.

Edenic {✓} SUDAH TERBITWhere stories live. Discover now