14. Apa yang Salah dari Mencintai?

Mulai dari awal
                                    

Sayangnya Nael yang diam-diam sudah keburu melihat, malah tersenyum menahan tawa. "Pipinya merah, tuh," godanya.

Sebelum akhirnya mereka berdua berlalu bersamaan dengan berputarnya roda motor yang Nael kendarai.

🌺

Urat saraf Naya dalam sekejap menegang hanya karena salah satu tangan Nael yang tanpa izin menggandeng tangannya.

Naya berusaha membebaskan tangannya, akan tetapi genggaman Nael yang terlalu erat membuatnya kalah tenaga, sampai akhirnya gadis itu cuma bisa memasrahkan diri. Sementara batinnya merutuk malu, lantaran nyaris semua orang yang mereka lewati menyorot ke arahnya dan Nael. Nael bisa bersikap masa bodo. Tapi Naya tidak. Mengumbar kemesraan di depan umum seperti ini. Bukan dirinya sama sekali.

"Kak, lepasin. Malu tau. Banyak orang," desisnya.

"Justru harusnya lo bangga punya pacar kayak gue."

"Naya!"

Tiba-tiba Naya dan Nael disentakkan oleh Sera juga Hellen yang menyeret tangannya terburu-buru masuk ke dalam kelas. Membuat Naya mau tak mau harus meninggalkan Nael di koridor.

"Kak, aku duluan, ya."

Nael mengangguk seraya melepaskan tangannya dari tangan Naya.

"El!"

Mendengar pekikan namanya dari belakang, otomatis Nael menoleh. Namun saat tahu yang memanggilnya ternyata Nata, cowok itu berdecak. Kemudian segera berlalu, mengabaikan Nata yang mencoba mengejarnya.

"El, tunggu dulu, El, gue mau bicara."

🌺

"Naya! Astaga, Nay!" Di depan kelas, tanpa memberi kesempatan pada Naya untuk menaruh tasnya lebih dahulu, Sera berseru heboh.

"Kenapa? Bedak gue nggak ketebelan, kan, ya?" tanya Naya panik. "Atau liptint gue kemenoran?"

"Nggak-nggak. Bukan itu!" Sera menggeleng cepat.

"Terus apa?"

"Lo sejak kapan deket sama cowok itu?" Kini Hellen yang bertanya langsung pada poin utamanya.

"Kak Nael maksud lo?"

"Nggak tau siapa namanya. Gue kan anak baru di sini."

"Iya, Kak Nael." Akhirnya Sera yang membetulkan.

"Semua gara-gara gue rusakin ponselnya. Terus dia minta ganti rugi dengan cara gue harus jadi ceweknya dia." Naya mengerutkan dahinya, membuat ekspresi penuh sesal. "Abis mau gimana lagi, cuma itu satu-satu cara buat ngeganti tanpa harus mengeluarkan uang."

Detik itu juga ekspresi terkejut tidak lagi dapat terhindarkan dari wajah Hellen dan Sera. Ya wajar, siapa yang tidak kaget mendengar Naya bercerita seperti itu? Apalagi Hellen. Ia benar-benar terkejut. Terlebih ketika mengingat sekaligus mengenali wajah Nael.

"Lo nggak bercanda?" Hellen bertanya dalam posisi tertegun.

"Nggaklah. Ngapain bercanda pagi-pagi."

"It's okay, sih. Kak Nael ganteng ini-lah. Jadi, lumayan buat dipamerin kalau lagi pameran," ujar Sera.

"Terserah lo, Maemunah!" Saking kesalnya dengan Sera, Naya pergi duluan ke kursinya.

🌺

"Baik, untuk tugas minggu depan, buat rangkuman Bab V. Dikumpulkan dan tidak boleh salin dari internet," tutur Bu Rani dengan gaya bicaranya yang lantang. "Ingat, ya, saya tahu mana yang menyalin dari internet, mana yang murni merangkum dari isi buku."

"Iya, Buu," sahut anak-anak serentak.

"Ok, terimakasih. Kalian boleh istirahat sekarang."

Menuruti apa kata bu Rani, meski belum bel istirahat, semua telah membereskan perkakas tulis masing-masing dari atas meja, bersiap untuk istirahat. Sekitar hampir lima menit berlalu. Kelas mulai sepi. Sebagian sudah ada yang langsung beringsut keluar kelas. Sera dan Hellen telah selesai merapikan mejanya daritadi. Tinggal menunggu Naya yang masih nampak kebingungan.

"Lo nyari apa, sih, Nay?" tanya Sera.

"Tau, gue udah laper, nih." Hellen, selalu saja mengeluhkan hal yang sama. Lapar, lapar, dan lapar.

Naya yang masih menyari, sempat-sempatnya menjawab, "Tempat pensil gue. Lo liat nggak, Ser?"

"Nggak liat. Emang lo taruh di mana?"

Naya diam sejenak. Berusaha mengingat kembali, di mana terakhir kali ia melihat tempat pensilnya itu. "Seinget gue tadi gue keluarin, kan. Terus berhubung meja gue sempit kebanyakan buku. jadi..." Cukup lama ia memikir. "Oh, iya!" Tangannya dengan cekatan meraba laci mejanya.

Hellen melipat tangannya, jengkel lantaran kelamaan menunggu. "Ada?"

"Ada!" seru Naya bersemangat. Tapi tiba-tiba wajahnya kembali tanpa ekspresi ketika ia merasakan ada sesuatu yang terpegang olehnya. Saat ia ambil, tidak lain tidak bukun adalah lipatan kertas.

"Coba baca, Nay," titah Sera.

Naya langsung membukanya. Biarlah kedua temannya itu tahu akan hal ini mulai sekarang.

Apa yang salah dari mencintai seseorang yang tidak bisa membalas cinta itu?

"Itu dari siapa?"

Tanpa menjawab Sera, Naya menggeleng. Tangannya masih belum bergerak memegang kertas itu.

"Gue tau itu dari siapa," seruak Hellen dengan nada bicara serius.

Mendengar itu, seketika Naya menoleh cepat ke arahnya. Melalui ekspresi seolah bertanya, 'Siapa?'.

Suasana hening cukup lama. Baik Naya maupun Sera, keduanya sama-sama menatap Hellen dengan rasa penasaran yang tergurat jelas di wajah masing-masing.

===

To be continue...

a/n: ikutin terus ceritanya yaa. jangan lupa vote dan komen teman-temaannn😊

Lost MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang