HABLUR (1)

7.4K 624 118
                                    

Kejujuran itu pahit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kejujuran itu pahit.
Tetapi yang manis belum tentu baik,
'kan?

"WOY! Pak Iksun nggak masuk!" ujar Ketua Kelas diikuti seruan gembira satu ruangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"WOY! Pak Iksun nggak masuk!" ujar Ketua Kelas diikuti seruan gembira satu ruangan. Kecuali, Ruby tentunya. Mata secokelat madu itu menatap yang lain heran. Apa cuma dia yang kecewa?

Murid bagian belakang bahkan bergendang-gendang riang. Bagi mereka, terbebas dua jam dari deretan rumus fisika perlu dirayakan! Pasalnya, meski pendingin ruangan bekerja normal, tetap saja kumpulan teori beserta hitungan dan juga kedisiplinan Pak Iksun mampu membuat otak matang, berasap dan kebas! Jelas ini adalah anugerah di siang bolong nan panas.

Bahkan ada yang dengan lebaynya melakukan sujud syukur di lantai. Murid seperti itu dipastikan tidak mengerjakan tugas yang semestinya dikumpul barusan.

Beberapa yang tadi duduk baik mulai berpencar, masuk ke kumpulan masing-masing untuk mengisi jam kosong. Setelah lepas dari fisika yang seharusnya membebani otak, tentu tidak salah jika cuci mata menonton drama Korea atau melanjutkan rumpian, 'kan? Tidak sedikit yang sibuk dengan ponsel masing-masing dan membuka aplikasi membaca gratis.

Tanpa terpengaruh, Ruby memilih membuka buku fisikanya. Ada beberapa materi yang belum berhasil ia mengerti, meski ditekuni sampai dini hari. Ia ingin mengerjakan latihan soal saja.

"Tapi ... ada tugas dari Pak Iksun. Kerjain latihan soal halaman 150. Dikumpul besok," tambah Ketua Kelas yang membuat rasa senang para murid berubah menjadi sumpah serapah. Demi apa disuruh kerjakan dua puluh soal esai? Demi...kian dan terima kasih!

Gendangan di meja belakang ikut menyanyikan makian. "Njir, anjir, anjir, anjir, anjir. Wik, wik, wik, wik, wik, wik. Njir, anjir, anjir, anjir, anjir." Penghuni kelas bahkan ikut tertawa mendengar gubahan lagu yang sedang hit.

Tapi tidak bagi Ruby. Gendangan itu sangat tidak mencerminkan kelas 11 IPA-1. Ketika orang berpikir kelas nomor urut satu adalah berisi kumpulan anak pintar dengan keinginanan belajar tinggi dan tingkat kedisipilinan yang memadai. Sejatinya 11 IPA-1 tidak semengesankan itu. Memang di kelas ini ada sang Peringkat Satu Pararel yang nilai rapornya memecah rekor tetapi itu tidak serta merta membuat kelas yang berada di ujung menjadi bonafide.

HABLUR [Moving]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang