| lingering fireworks

22 6 2
                                    

"Kazu, tunggu!"

Tangannya terjulur ke depan, hendak meraih punggung seseorang di sana yang menjauh. Dipanggil berapa kali pun dia tidak menoleh. Cahaya putih di sekitar semakin silau, membuat pandangannya mengabur, seolah hendak menelan sosok orang itu dan menghilangkannya.

"Kazu!"

Kedua mata Risa terbuka.

Pandangan gadis itu segera bertemu pada langit-langit kamarnya yang remang. Dia sedang terbaring di kamarnya, dengan posisi bantal dan selimut yang acak-acakkan.

Aneh, rasanya baru sedetik yang lalu saat dia tertidur sepulang dari melihat hasil pengumuman tes masuk universitas.

Risa beranjak duduk, saat dia merasakan sesuatu menetes ke selimut dari pipinya.

"Apa ini? Kenapa aku menangis?"

Dia menyentuh pipinya dan begitu menyadari jejak air mata di sana, dia segera mengusap wajahnya dengan baju asal-asalan. Risa terdiam kembali saat menyadari hal lainnya setelah menatap lamat-lamat pada bajunya yang kini lecak.

Menghela napas kecil. "Ah, aku masih pakai seragam."

Turun dari kasur, kakinya mendekati lemari di sudut kamarnya yang lain. Jemarinya lihai melepas kancing kemeja dan rok, membiarkannya berserakan di lantai. Kemudian dengan senandung kecil dia mencari-cari pakaian yang cocok untuk dikenakan. Persis seperti gadis remaja yang diajak kencan dengan pacarnya.

Saat itu, Risa sedang mencoba mengabaikan suara-suara ganjil yang berasal dari ruang tengah. Hanya di balik pintu kamarnya, sehingga Risa bisa mendengar semuanya dengan jelas.

Ada benda yang pecah berhamburan. Suara Ibu berteriak dan menangis. Ayah membentaknya. Kakaknya berusaha menarik ibunya untuk tidak menikam pisau ke badan sang ayah. Perihal yang mereka ributkan adalah tentang si bungsu yang sejak sore bersembunyi di kamarnya.

"Lepaskan aku! Biarkan aku membunuhnya, Sialan! Ini semua salahmu keluarga kita hancur!"

"Ibu, hentikan! Kau lelah, ayo ke kamarmu dan tidur."

Di depan cermin, Risa tengah menyemprotkan parfum yang dibelinya dengan upah kerja paruh waktunya. Dia sangat menyukai wanginya. Risa hanyalah seorang gadis biasa yang juga menyukai hal-hal yang disukai perempuan.

Setelah memeriksa penampilannya lagi, gadis itu melirik jam kecilnya di meja belajar. "Gawat! Sudah jam tujuh, aku terlambat."

Risa mendekati pintu dan memegang kenopnya, tapi mematung di sana.

"Sadarlah kau! Kita bahkan tidak punya uang untuk membayar sekolahnya dulu, biaya untuk kuliah akan lebih menyusahkan kita! Kau pikir siapa yang bekerja keras buat menghidupi kalian, hah?!"

"Kubunuh kau!"

Tangan yang nyaris membuka pintu itu ditariknya lagi. Risa justru mengunci pintunya dan melempar kuncinya ke sembarang arah; terserak ke bawah kasur.

Risa membuka jendela di dekat meja belajarnya dan menaiki kursi. Ukuran jendela itu sangat muat untuk dia lewati, dan Risa mendarat di koridor apartemen yang gelap dan sepi. Tapi di bawah, di jalan raya itu, cahaya dari lampion-lampion yang dijajar sepanjang jalan membuat malam ini tampak lebih terang.

Risa mulai berlari.

❇️


Gerbang kuil sudah kelihatan. Pemuda di tepi jalan itu yang melambaikan tangannya juga kelihatan. Risa memperlambat langkahnya meski napasnya tetap saja ngos-ngosan. Beruntung dia tidak jadi mengenakan ankle strap shoes karena pasti sepatu kesayangannya itu sudah rusak sekarang.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 28, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

【Seasoning The Season】Hello 2018!Where stories live. Discover now