| pesawat kertas

69 7 10
                                    

Musim semi. Sebuah musim yang hanya mampu untuk kudengar dari tahun ke tahun dan tak akan pernah mungkin ditemukan di negara tropisku. Mereka mengatakan bagaimana indahnya saat bunga sakura mulai bermekaran menghiasi indahnya kota. Kelopaknya yang berjatuhan menambah kesan manis dan romantis. Aku tidak tahu kapan aku akan merasakan sentuhan musim semi. Tapi hari ini semuanya terjadi begitu saja.

***

Tokyo, 2004

Bongkahan salju mulai meleleh membentuk genangan air di tepi jalan. Matahari kembali menyinari Tokyo. Bunga-bunga bermekaran dengan cantiknya. Ini menandakan musim semi telah tiba.

Angin dingin menerpa kulitku halus, membuatku malas keluar rumah. Ingin rasanya kembali tidur ditemani selimut berbulu kesukaanku. Tapi, adikku memaksa untuk mengajakku jalan-jalan keliling sekitar perumahan lalu pergi ke taman.

Aku keluar memakai sweater tebal yang hangat. Walau sudah masuk musim semi tapi udaranya masih sama saat di musim dingin. Sedangkan adikku hanya memakai kaos lengan panjang dan rok selutut. Dia memang tahan dingin tidak seperti kakaknya yang payah ini.

Iseng. Aku langsung bertingkah kekanak-kanakan saat melihat genangan air di trotoar. Sengaja aku menginjaknya dengan sekuat tenaga. Dan melihat air itu terbang tak terkendali lalu mendarat sesuka hati. Tepat mengenai betis adikku yang ada di depan.

Marah. Adikku pasti marah. Kusiapkan mental kalau terkena semburan amarahnya yang tidak berhenti-henti. Tapi, dia melakukan hal yang sebaliknya. Sesuatu yang tak terduga darinya. Dia berbalik badan dan tersenyum lebar sambil membalas dendam balik mencipratkan ke rok panjang yang kupakai sekarang. Mungkin mood-nya sedang bagus.

Senyum lebar terpasang di wajah kakak beradik yang sedang bermain air. Bahagia. Satu kata yang ada di benakku. Aku tertawa sendiri. Tak peduli orang yang melihatnya menganggapku aneh, tidak waras, atau lainnya. Sementara adikku hanya tersenyum tipis. Mungkin dalam hatinya dia berkata, "Dia bukan kakakku."

Kami menuju taman terdekat di perumahan. Sudah jelas banyak anak-anak yang bermain menikmati pergantian musim. Tanganku ingin memetik bunga di semak-semak.  Sebagai pengunjung taman yang baik, aku mengurungkan niatku untuk memetiknya dan memilih menaati peraturannya. Kalian tahu kan memetik bunga sembarangan itu tidak boleh.

Sambil menunggu adikku bersenang-senang, aku duduk menikmati indahnya langit pagi hari. Kupu-kupu berterbangan di sekitar bunga yang sudah mekar. Hewan-hewan seperti beruang dan tupai bangun dari hibernasinya. Serangga kecil lainnya seperti semut, keluar dari sarangnya dan gotong royong untuk mengumpulkan makanan yang sudah habis saat musim dingin.

Semenjak ibu dan aku pindah ke Tokyo, aku tidak memiliki satu teman sekalipun. Baru beberapa hari ini aku pindah. Mungkin mereka tidak mengerti bahasa yang kubicarakan. Sementara adikku dengan mudahnya bisa bergaul bersama orang lain. Ya, itu karena Yuuna—adikku—dibesarkan sejak kecil bersama ayahnya di jepang. Aku memang tidak begitu lancar bahasa Jepang. Bahkan harus ada Yuuna di sampingku yang pintar mengartikan bahasa jepang agar dimengerti olehku.

"Kakak! Ayo kesini!"

"Ah, oke."

Aku berkumpul bersama teman-teman Yuuna. Mereka bermain kelopak bunga sakura yang berjatuhan. Karena merasa diacuhkan aku memilih duduk memainkan ponselku daripada menuruti kemauan adikku untuk bermain bersamanya.

Cekrek!

Hasil jepretan foto yang kuambil bagus! Ekspresiku di foto juga lumayan. Anak-anak remaja biasanya akan meng-upload-nya di medsos kan? Maka aku akan melakukan hal yang sama seperti mereka.

"Perfect!" gumamku ketika sukses meng-upload foto itu ke salah satu sosmed yang kupunya.

Tring, tring, tring!

【Seasoning The Season】Hello 2018!Where stories live. Discover now