Seorang pria yang berada di sekitar sana –berumur kira-kira 25 tahun– sedang menanam pohon di tempat yang dulunya pernah terjadi kebakaran hutan, mendengar suara keras dan menghampirinya. Melihat Mar yang hidungnya berdarah, ia langsung mengambil kain dari tasnya dan mengusap darah yang bercucuran dari hidung.

"Kamu nggak apa-apa, Dek?" tanya pria itu sambil membersihkan darah. Mar hanya mengangguk menjawab.

"Boleh aku pinjem, untuk menutupi mulut dan hidungku?" Mar menunjuk pada buff yang dikenakan pria itu, sementara si empunya hanya mengangguk setuju.

"Kamu darimana? Kok, tiba-tiba ada di hutan? Oh, iya, namaku Fraza," ucap lelaki tinggi kurus, mengenakan topi hitam yang menutupi rambut pendeknya, dan terlihat ia mengenakana kaus hijau dengan bando di bahu kanan bertuliskan I Lam You –pelesetan dari "I Love You".

"Aku jatuh dari langit. Namaku ... panggil saja Aby," jawab Mar.

Jawaban yang membuat Fraza bingung tentunya. "Kamu tinggal di mana? Soalnya aku baru lihat wajah kamu," tanya Fraza.

"Aku tinggal di rumah yang dulunya surga, tapi surga itu kini telah tiada," jawabnya.

Setelah mendengar jawaban-jawaban itu, Fraza merasa mungkin sebaiknya ia tidak menanyakan apa-apa dulu. Ia membawa Mar turun dari hutan gunung ke rumahnya, serta menawari makan, minum, dan tempat tinggal sementara.

Perjalanan dari hutan hingga kediaman Fraza penuh rintangan, terlebih dilalui dengan jalan kaki. Jalan yang licin dan penuh dengan semak belukar tinggi, menyulitkan langkah mereka. Kemungkinan tersesat di hutan ini sangat tinggi, jika sebelumnya tidak berpengalaman atau tidak menandai jalan di pepohonan. Hutan yang ternyata masih terjaga keasriannya ini menyimpan banyak nada kicauan burung yang merdu saling menyahut. Tanaman-tanaman yang tidak biasa tumbuh di perkotaan atau pedesaan setempat, di sini tumbuh begitu lebat. Pemandangan layaknya dunia fantasi dengan berdirinya deretan pohon tinggi, tersaji begitu indah di hadapan mata.

Sejak pertarungan pertama dengan Orkanois pada malam itu, Mar selalu pergi ke hutan itu di malam hari menggunakan teleportasi, untuk sekadar latihan atau menyendiri. Berbeda dengan sekarang, ia harus menggunakan kakinya keluar dari hutan, karena kunci kekuatan teleportasi tidak di genggamannya lagi.

"Walau di sini hutan, hampir bisa dipastikan tidak ada hewan buas muncul. Kecuali monyet dan babi hutan. Karena dipastikan aman, beberapa warga sesekali datang ke sini untuk berburu burung dan mencari kayu bakar," ujar Fraza memulai obrolan.

Namun Mar, diam tak menanggapinya. Soalnya ia terlalu terkesima akan pemandangan hutan tersebut di siang hari.

Setelah 2 jam berlalu dan beberapa kilometer mereka tempuh, akhirnya mereka tiba di kaki gunung dan mulai masuk ke pedesaan. Fraza disambut oleh temannya yang berjumlah 27 orang berseragam sama dengannya.

"Dari mana aja? Lama banget. Entar makanan buatan istrimu dingin," ujar salah satu teman Fraza.

"Oh maaf. Kita langsung pulang aja. Oh, iya, kenalin ini Aby. Kayaknya dia tersesat di hutan. Aku lama gara-gara tadi ngobatin lukanya dulu," ujar Fraza sambil memperkenalkan Mar yang bermasker.

Sesampainya di rumah panggung terbuat dari kayu, dikelilingi oleh pagar yang menutupi halaman luas dan rindang, karena terdapat banyak pepohonan tumbuh besar di sekitar rumah sederhananya, Fraza dan teman-temannya segera menyantap masakan buatan istrinya yang tersaji hangat di tengah rumah. Dilihat dari foto yang ada tanggal pernikahannya, mereka baru saja menikah dan memutuskan utuk tinggal dekat gunung ini.

"Udah 9 tahun semenjak kebakaran hutan. Kalau bukan karena Fraza, komunitas tanam pohon ini nggak akan tercipta. Niat baik selalu dapat hasil yang baik. Buktinya, lewat komunitas ini si Fraza dapet istri cantik jago masak. Belum lagi, bulan depan katanya presiden mau datang ke hutan yang kita reboisasi. Akhirnya, presiden peduli dengan kelestarian hutan kita," ujar salah satu temannya memuji Fraza.

ORKANOIS (END)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu