Wanna Be In Love ~ Part Nine

1.3K 180 12
                                    

Maaf ya baru update, kemarin sibuk dan kecapean. Dan dari kemarin2 belum sempet mindahin draft dari Word ke WP.

*

Happy reading 

*
*
*


Kami berdiam diri selama perjalanan. Sama-sama sibuk dengan pikiran masing-masing. Ketika memasuki pelataran Bandar Udara LaGuardia di tepi Laut Flushing Bay, bagian utara Queens, Robert terus melaju menuju hanggar yang letaknya paling jauh melewati beberapa pesawat komersial, kemudian berhenti di landasan paling ujung di depan sebuah pesawat jet putih biru terparkir.

Aku melirik dari balik bulu mataku ke arah Dean yang masih tekun membaca berkas di tangan.

Pantas saja ia menjadi bajingan arogan. Hidupnya tidak pernah sulit. Segala sesuatu tersedia untuknya tanpa ia perlu bersusah payah. Semua orang berusaha keras agar bisa menyenangkannya.

Beberapa pria dengan seragam oranye terlihat hilir mudik. Sibuk dengan berbagai pemeriksaan terakhir. Kulihat Dean berbincang dengan seorang pria. Setelah selesai aku mengikutinya menaiki anak tangga. Pilot dan pramugari menyambut mengucapkan salam pada Dean.

Oh. My. God. Aku ternganga menatap interior kabin pesawat yang didominasi warna krem. Dan hanya ada satu kata yang bisa menggambarkannya. Mewah.

Jenis yang tidak akan membuatmu bosan saat harus berjam-jam di dalam pesawat.

Tidak terlalu besar, tapi sangat lengkap dan canggih. Lantainya dilapisi karpet bulu tebal warna cokelat. Empat tempat duduk berjajar dua-dua di bagian depan, mengapit meja kayu. Di sampingnya, sofa panjang dengan bantal-bantal empuk diatur menghadap bangku dan di belakang ada satu lagi sofa sudut menghadap panel kayu dengan monitor besar.

Pembelian pesawat ini diberitakan dengan gencar melalui media online. Lengkap dengan spesifikasi dan harganya.

Pramugari cantik menghampiri kami, melambaikan tangan agar kami mengikutinya. Dengan keramahan yang berlebihan ia mengantarkan kami ke tempat duduk. Aku mengambil tempat duduk di samping jendela dengan Dean di sebelahku.

"Perkenalkan, nama saya Averie. Saya yang akan melayani Anda berdua selama penerbangan ini."

Aku tersenyum canggung pada Averie. Berusaha mengendalikan diri agar tidak terlalu tampak seperti orang bodoh berada di jet pribadi super canggih dan mewah ini. Mengangguk patuh saat ia memintaku untuk memasang sabuk pengaman. Tak lama kemudian setelah sang pilot melakukan serangkaian persiapan dan memberikan pengumuman, pesawat lepas landas.

Setelah pesawat mengudara, Averie kembali menghampiri kami.

"Siap makan malam, Sir?" Dean menjawab dengan satu anggukan.

Averie kembali dengan kereta dorong penuh berbagai macam makanan yang menggugah selera. Sup krim panas menggiurkan, steik daging domba setengah matang, dan salad buah segar.

Apakah aku sekarang benar-benar berada di pesawat bukannya di hotel? Pikiran norak mendominasi. Tapi sepanjang pengalamanku yang minim dalam bepergian menggunakan pesawat, aku tidak pernah makan sedemikian mewah.

Setelah selesai dan piring-piring makanan diambil, Averie menghampiri kami dengan membawa botol anggur. "Campogiovanni Brunello di Montalcino?"

"Yes, please," jawabku setengah berbisik, tak peduli lirikan tajam Dean. Terbang selalu membuatku gugup. Tapi duduk di samping bosmu yang tampan dan selalu cemberut sepanjang perjalanan membuat rasa gugup berkali-kali lipat.

CRAZY IN LOVE (REPUBLISHED)Where stories live. Discover now