Serendipity Kelima - Meninggalkan Kesempatan

3.6K 217 112
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Bicara soal waktu di Jakarta itu memang tidak bisa diprediksi sama sekali. Kemacetan yang terjadi membuat kita seringnya berinisiatif berangkat lebih awal. Setidaknya agar bisa menghindari padatnya lalu lintas, sehingga mampu datang tepat waktu. Tapi berkat inisiatif itu pula kadang waktu terasa menjemukan, seperti yang saat ini sedang aku alami.

Riuh rendah sorai penonton mulai membuat sore terasa lebih ramai dari sebelumnya. Aku masih asyik memainkan ponsel, mengabari teman-teman bahwa aku sudah sampai. Pun baru akan mengabari seseorang bahwa aku ada di salah satu festival yang sejak lama ingin ia datangi.

Aku tengah mengetik pesan ketika tepuk tangan meriah penonton menyambut kehadiran Kunto Aji di atas panggung. Aku tersenyum melihat binar mata orang-orang yang mulai larut dalam alunan lagu yang didendangkan. Mereka saling bersahutan untuk ikut bernyanyi seraya merekam penampilan sang pujangga dalam sebuah video di ponsel masing-masing.

Jujur saja, aku mungkin bukan salah satu penikmat karyanya. Mendengar lagunya diputar di mana-mana tentunya sering, namun aku belum sampai menghayati liriknya hingga terlalu, terlebih lagu-lagu yang ada di album terbarunya. Iya, aku tidak pernah ingin mencari tahu, tidak sampai detik di mana lirik dari lagu kedua yang ia nyanyikan sukses membuatku batal mengirimkan pesan dan memilih memasukkan ponsel ke dalam saku.

Dikatakan oleh angin yang menghasilkan gelombang
Jadilah besar bestari dan manfaat tuk sekitar
Dikatakan awan hitam sebelum datangnya hujan
Biarlah aku dikutuk dan engkau yang dirayakan

Senyum terukir di bibir, namun hati terasa seperti habis dicubit. Mungkin hanya itu yang bisa menggambarkan bagaimana lagu ini mampu mengubah rasa, dan membuatku kembali teringat dengan semua pilihanku selama ini. Termasuk tentang mengalah atau bahkan terpaksa mengalah karena tak ada pilihan yang lebih baik daripada itu.

Lagi aku tertawa kecut mengingat semuanya. Beberapa kali sempat terbersit di benak, untuk apa aku melakukan semua kebaikan yang kasat ini? Apa untungnya aku melakukan ini? Karena kadang, apa yang kudapat justru tak pernah jauh lebih baik dari apa yang kucoba lepaskan. Bahkan tak jarang, aku harus menyembuhkan lukaku seorang diri atas semua pilihan yang mereka tak pernah minta itu.

Keping Ingatan (Elegi Renjana)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang