Tawa Rania meledak mendengar ucapan terakhir Chelsea, memang benar, sih. Adrian hanya dikenal dengan dompetnya yang tebal. Tebal dalam artian punya banyak uang jadi tidak heran banyak wanita yang ingin mendekati Adrian, tapi Adrian jarang menggubrisnya. Gracia yang berhasil menepati hati Adrian.

“Lo jangan genit, ingat papanya Dewa galak!”

“Iya. Dokter buat lo aja, Ran, jangan menunggu Adrian jatuh cinta sama lo karena itu nggak akan mungkin,” kata Chelsea.

Rania paham. Tolong jangan diperjelas, biarkan semua berjalan seperti biasa saja.

"Nggak suka dokter. Gue suka pria bergelut dalam bidang bisnis," jawab Rania

"Biar sama kaya Adrian, 'kan?"

"Nggak lah!" elak Rania.

Tok ... tok ... tok.

Obrolan mereka terpaksa terputus karena suara ketukan pintu, Chelsea langsung mendekat lalu membukanya. Ternyata yang datang adalah dokter—Chelsea mempersilahkan dokter itu masuk.

Sedangkan Rania matanya tak beralih pada sosok pria yang sedang mendekati ke arah ranjang Dewa, Rania sudah bisa menebak siapa dokter yang baru saja Chelsea ceritakan, tentu saja dokter itu  pria yang ada di ruangan mereka.

Rania memperhatikan bagaimana gerak-gerik dokter itu memeriksa Dewa begitu fokus, Obrolan begitu hangat, dokter begitu bersahabat dengan Dewa ada senyum yang tersungging di bibirnya. Bahkan Dewa menjadi pendengar yang baik saat dokter memberi nasehat, bukan hanya itu dokter bernama Bhanu itu memberikan mobil mainan berbentuk kecil, berwarna merah dan itu membuat Dewa menerimanya dengan senang. Bhanu Pradipta itulah nama dokter di depan Rania—Rania membaca dari name tag yang terlihat jelas oleh Rania.

Dokter juga memberi penjelasan pada Chelsea tentang keadaan Dewa saat ini. Setelah itu dokter keluar dari ruangan, bersamaan dengan itu Rania juga pamit karena ia harus kembali ke butik. Rania berjalan setengah berlari mengejar dokter, sembari mulutnya berteriak memanggil dokter.

“Dok, Dokter ...,” panggil Rania.

Dokter sepertinya mendengar teriakan Rania hingga berhenti dan menoleh ke arah Rania.

“Ada yang bisa dibantu?” tanyanya dengan intonasi lembut tanpa dibuat-buat.

“Ada Asilah?”

“Eh, bukan-bukan maksud saya ....” Rania segera memukul bibirnya dengan gerakan pelan. Bukan itu maksud Rania, Rania hanya ingin bertanya kapan Dewa bisa pulang. Itu saja, tidak lebih.

“Maaf dok, maksud saya, Dewa kapan bisa pulang?” tanya Rania. Ia merasa takut, karena berhubungan dengan Asilah pasti dokter itu memandang tidak suka dirinya.

“Tadi saya sudah menjelaskan, Anda tidak mendengar?”

“Tidak terlalu jelas,” jawab Rania.

“Kalau kondisi sudah stabil baru bisa pulang,” jelasnya.

“Gitu, ya. Terima kasih, Dok,” ucap Rania.

Dokter itu mengangguk, dokter pamit dari hadapan Rania. Rani mengenali siapa dokter ini—dokter di depan bernama Bhanu Pradipta adalah Papa dari Asilah pria galak yang Rania temui beberapa hari yang lalu.

“Papaaa!” teriakannya. Rania menoleh, ada Asilah di sana. Tiba-tiba Senyum Rania muncul dari bibirnya, anak manis itu datang ke sini.

“Asilah kenapa ada di sini?”

“Papa lupa, ya? Ini hari Jum’at, pah, jadi pulang cepat,” jawab Asilah.

Rania mendengar percakapan di antara keduanya. Asilah juga sempat melirik ke arahnya, mungkin saja Asilah sedang mengingat dirinya.

icon lock

Mostra il tuo sostegno a Marronad e continua a leggere questa storia

di Marronad
@Marronad
Mencoba meninggalkan perasaannya untuk Adrian setelah bersahabat bela...
Sblocca una nuova parte o l'intera storia. In entrambi i casi, le tue Monete permetteranno agli scrittori di guadagnare grazie alle storie che ami.

Questa storia ha 32 parti restanti

Scopri in che modo le Monete supportano i tuoi scrittori preferiti, come @Marronad.
PAMIT (END)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora