MEMANG HARUS BEGINI

4.1K 452 74
                                    

Bel apartemen bunyi, Felic yang sedang memasak makan siang untuk Al menghentikan aktivitasnya. Lalu dia bergegas membukakan pintu.

"Liza?" gumam Felic setelah melihat wanita yang berdiri di depan pintu apartemennya dengan senyum lebar.

"Apa kabar, Fel?" tanya Liza baik-baik.

"Baik, Za. Ayo, masuk!" Felic menarik lengan Liza, mengajaknya masuk ke dalam. "Sudah makan?" tanya Felic.

"Belum, kangen sama masakan kamu. Selama kamu nggak di rumah, makan masakan Mbak Win, bosen. Itu-itu Mulu yang dimasak," jawab Liza lega karena ternyata Felic menyambut kedatangannya dengan baik.

Felic terkikih kecil, lalu dia berkata sambil jalan ke dapur, "Maaf, ya?"

"Buat?" tanya Liza mengikuti Felic ke dapur.

Dia duduk di kursi depan meja minibar. Felic membuatkan minuman dingin untuknya, lalu dia letakkan di depan Liza.

"Buat keadaan ini," ujar Felic tak enak hati pada Liza, "aku merasa nggak adil sama kamu, Za. Al suamimu, tapi aku seperti merebutnya darimu. Memang pantas kalau Tante Diana menyalahkanku." Felic berkata dengan wajah sendu dan hati diselimuti rasa bersalah.

"Hei, kenapa jadi begini sih?" Liza menggenggam tangan Felic yang bertumpu di meja minibar. "Aku saja santai kok, memang Al ditakdirkan buat kamu, bukan untukku. Kalau dia takdirku, selama kami menikah sudah pasti cinta hadir di hatinya. Tapi, kenyataannya justru hatinya jatuh ke kamu."

"Aku merasa egois membawa Al pergi dari rumah kalian. Benar kata mama kamu, Za. Aku ini cuma benalu."

"Heh! Jangan bicara seperti itu. Aku yang menginginkan kamu hadir di rumah tanggaku dan Al. Jadi, aku juga merasa ikut tanggung jawab soal kamu, Fel."

"Aku merasa menjadi wanita jahat, Za."

"Masa???" Liza menggoda Felic mengerling dengan senyuman lebar.

"Ah, kamu, Za. Aku tuh lagi curhat, kamu nggak serius."

Liza melepaskan tawanya saat melihat bibir Felic cemberut.

"Eh, Fel. Kalau kamu merasa menjadi wanita jahat, terus aku apa? Setan yang hadir di antara kalian? Pernah berusaha memisahkan kalian karena cuma gara-gara aku takut kehilangan teman sebaik Al. Jangan pikir hidupku akan tenang jika selalu ada di antara kalian. Aku juga mau bahagia kali!" Liza meminum jus instan dingin yang Felic berikan tadi.

"Iya, kamu juga berhak bahagia kok, Za. Aku akan berusaha nggak cemburu kalau Al sama kamu."

"Ciyeeeee, mengaku cemburu kalau lihat Al sama aku...." Liza tersenyun menggoda sambil menunjuk Felic dengan cari telunjuknya. "Tapi, aku nggak akan bisa bahagia sama Al, Fel."

"Kenapa?"

"Karena kebahagiaanku bukan Al, tapi ...." Liza menggantung ucapannya, Felic menatapnya serius, menanti ucapan selanjutnya.

"Tapi ...?" tanya Felic mengangkat alis kirinya.

"Sini aku bisikin." Felic mendekat telinganya dan Liza mendekatkan bibirnya di telinga Felic.

"Hah?!" Felic menutup mulut dan matanya melebar.

"Ssssssssttt." Liza menempelkan jarinya di depan bibir.

Karena sangat penasaran, Felic menarik kursi dan duduk menghadap Liza.

"Kok bisa? Cerita dong, penasaran nih!"

"Ah, kamu kepo!"

"Cepet-cepet, ayo cerita, sebelum Al bangun," bujuk Felic lalu dengan senyum yang tersungging di bibir, Liza bercerita banyak hal dengan Felic. Mereka seperti teman yang sudah sangat akrab.

THE WINGS OF LOVE (Komplit)Where stories live. Discover now