BERTEMU KEMBALI

3.4K 397 26
                                    

Sudah beberapa hari Liza opname di rumah sakit, dokter sudah menyarankan agar dia segera melakukan histerektomi. Tapi, Liza belum bersedia melakukannya, Al dan keluarga tidak ingin memaksa, mereka akan menunggu kesiapan dan kesediaan Liza.

Pulang dinas, seperti biasa, Al langsung datang ke rumah sakit. Hari ini Liza sudah diizinkan pulang. Di ruang rawat Liza sudah ada Lia dan Diana, mereka sibuk merapikan barang-barang Liza. Sembari menunggu Al menyelesaikan administrasi, Liza berjalan-jalan di taman samping ruang rawatnya, menghirup udara pagi yang masih terasa segar.

Ketika dia sedang duduk di kursi putih, di bawah pohon, Liza menatap seorang gadis kecil yang duduk di kursi roda didorong ibunya jalan-jalan di taman itu. Melihat kondisi anak itu, Liza prihatin, entah apa yang anak itu derita, rambut di kepalanya jarang, malah hampir botak. Melihat dari postur tubuh dan wajah, Liza mengira-ngira usia gadis itu antara 5-6 tahun. Seharusnya anak seusia dia bermain dan melakukan hal sesuka hatinya, tapi, dia hanya bisa duduk di kursi roda.

Dari koridor samping kiri Liza, Hermawan berdiri sekitar lima menitan. Sedari tadi dia terus mengawasinya. Dalam benak Hermawan merasa tak asing dengan wajah Liza. Karena terdorong rasa penasaran, akhirnya dia pun mendekati Liza.

"Selamat pagi," sapa Hermawan ramah.

Pandangan Liza beralih kepada Hermawan, bibirnya tersenyum tipis. Tapi, setelah itu dahi Liza mengerut saat memerhatikan wajah Hermawan.

"Mmmm... sebentar-sebentar, mmm... maaf sebelumnya, saya merasa tidak asing dengan wajah kamu. Tapi ...." Liza berucap sambil mengingat-ingat, kepalanya miring dan matanya terus meneliti wajah Hermawan.

Senyum di bibir Hermawan semakin lebar, dia seperti mendapatkan jawaban atas rasa penasarannya sedari tadi.

"Sudah ingat?" tanya Hermawan tanpa melepaskan senyum terbaiknya.

"Astagaaaa, ya Allah. Hermawan?!" pekik Liza baru mengingatnya. "Hai, apa kabar kamu?" sapa Liza menyalami Hermawan.

Tangan Liza pun disambut baik oleh Hermawan, mereka saling berjabat tangan.

"Alhamdulillah, baik, Liz. Kamu apa kabar?" tanya balik Hermawan lalu duduk di samping Liza.

"Yaaaa... beginilah, Wan," jawab Liza mengedikkan bahu.

"Dari tadi loh, aku perhatiin kamu dari sana," tunjuk Hermawan ke koridor tempat dia memerhatikan Liza sedari tadi, "Dari tadi aku batin, kayaknya kenal sama wajah ini? mau manggil takut salah orang. Eh, ternyata pas deket beneran kamu, Liz," ujar Hermawan tampak bahagia.

"Hahahaha, masa sih kamu pangling sama aku, Wan?" Liza tertawa renyah dan terlihat akrab dengan Hermawan.

"Panglinglah, Liz. Sudah berapa lama kita nggak ketemu? Terakhir lulusan SMA, ya, kita ketemu?"

"Iya, kamu ke mana sih selama ini, Wan?"

"Habis lulus aku ke Singapura, Liz. Aku kuliah kedokteran di sana."

"Wuiiiiih, jadi ini kamu dokter sini, Wan? Dokter apa?" tanya Liza baru menyadari seragam jas putih yang Hermawan pakai.

"Dokter penyakit dalam, Liz. Tapi, di sini aku ditugaskan khusus memegang anak-anak," ucap Hermawan, "Oh, iya, kamu ngapain di sini?"

"Oh, aku ... biasa ... cuma main," seloroh Liza yang tak ingin Hermawan tahu penyakitnya.

"Aneh-aneh saja kamu, Liz. Main kok di rumah sakit," cibir Hermawan lalu mereka terkekeh bersama. "Oh, iya, Liz. Bagi kontak dong." Hermawan mengeluarkan ponselnya.

"Boleh-boleh." Liza pun juga mengeluarkan ponselnya. Mereka saling bertukar nomor telepon.

"Sekarang kamu kerja di mana, Liz?" tanya Hermawan setelah menyimpan nomor Liza.

THE WINGS OF LOVE (Komplit)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu