Bagian 4

4.2K 408 14
                                    

"Mm, Bu," sela Angga. Aku mengangkat kepalaku. Ia menatap Bu Rani, meminta persetujuan untuk melanjutkan kalimatnya. Bu Rani hanya diam mendengarkan. "Boleh saya duduk bareng Sarah? Dia teman saya."

Deg.

Sialan.

Ia menatapku dengan seringaian. Tapi, entah kenapa ia masih terlihat tampan.

Hening sejenak karena permintaan tak terduga dari Angga.

Aku bisa merasakan semua mata tertuju padaku.

Eh, kaya dialog iklan, ya?

"Oh, kamu kenal Sarah?" Bu Rani akhirnya bersuara.

Angga menoleh pada Bu Rani. Ia tersenyum, mengangguk.

"Baiklah. Supaya kamu lebih mudah beradaptasi, saya perbolehkan." Bu Rani menatap Lili. "Lili, kamu pindah ke kursi lain."

Lili menggerutu pelan. Kesal karena disuruh pindah. "Padahal gue udah pewe, loh, Sar. Untung itu kenalan lo ganteng." Aku mengerutkan kening. Kata-kata Lili benar-benar tak padu.

"Nanti kenalin gue ke dia, ya. Kita berpisah, Sar. Jangan rindu," ujar Lili sesaat sebelum ia beranjak menuju kursi lain yang kosong. Aku geli sendiri dalam hati. Padahal kita masih di bawah atap yang sama. Berjarak beberapa meter saja.

"Kamu boleh duduk sekarang."

Aku kembali menatap ke depan. Angga berjalan ke arahku sembari menatapku lekat. Seakan ia menelanjangiku lewat tatapannya. Aku mengalihkan pandangan. Ini mulai menakutkan.

"Hai. Ketemu lagi," sapa Angga begitu ia duduk di sampingku.

Aku menoleh padanya dengan senyum terpaksa. "Siapa, ya? Emang gue kenal?" Aku kembali menatap depan, ke arah Bu Rani yang mulai menjelaskan materi.

Entah setan apa yang merasukiku. Kata-kata itu meluncur begitu saja.

Angga terus menatapku, aku merasakannya. Tapi, aku tak tahu, ia sedang mengerutkan dahi atau menyeringai.

○○○

Begitu bel istirahat berbunyi, aku segera berlari keluar mengabaikan panggilan Angga. Lari, lari, lari. Hanya itu yang ada di kepalaku. Jadi, tanpa sedikitpun menoleh ke belakang, aku segera melangkah menuju kamar mandi perempuan. Berharap Angga tak mengikutiku. Tapi, walaupun iya, ia tetap tak bisa masuk, kan?

Brak.

Kututup pintu salah satu bilik, setelah aku masuk ke kamar mandi. Duduk di atas WC, aku baru mulai memikirkan alasanku menjauh dari Angga. Bahkan sampai bersikap sok tak kenal dengannya tadi.

Sebenarnya, aku tak terlalu yakin tentang ini. Tapi, apa kalian juga merasakan? Ini benar-benar aneh! Kebetulan yang aneh.. atau sama sekali bukan kebetulan?

Malam itu, aku ingat betul yang Angga ucapkan. 'See you soon, Sarah'. Ia jelas-jelas mengatakan 'soon'.  Lalu kami bertemu di tempat les dua hari kemudian. Ada yang bisa menjelaskan padaku, apa ini benar-benar kebetulan?

Setelah itu ia menghilang. Bahkan aku tak menemukannya di tempat les. Cukup aneh karena katanya ia juga les di sana. Setelah seminggu menghilang, ia tiba-tiba datang ke mari, ke sekolahku, sebagai murid baru. Sekelas denganku pula.

Dan sekarang ia adalah teman sebangkuku!

Bukankah ini menyeramkan?

Atau aku yang terlalu berlebihan?

Aku mengacak rambutku frustasi. Ada satu hal lagi yang membuat Angga terlihat menakutkan di mataku, senyum--eh, seringainya. Iya, itu lebih mirip seringaian dibanding sebuah senyuman. Seolah-olah ia tahu semuanya. Seolah-olah ia mengatakan kalau di sini ia yang berkuasa. Dan sialnya, aku tak bisa apa-apa.

StalkerWhere stories live. Discover now