4. Debaran dan Perasaan

Start from the beginning
                                    

"Naya!!!"

Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, berkat membantu ayahnya melayani para pelanggan di sini, terkadang Naya mendapat teman baru. Hellen salah satu contohnya. Sebelumnya Naya dan Hellen tidak saling mengenal seperti ini. Namun karena seringnya Hellen makan di kedai Mario, membuat mereka jadi semakin dekat seperti sekarang.

Dengan semangat Naya mengambil nampan yang terdapat pesanan Hellen.

"Lo ke mana aja? Kenapa sekarang jarang makan di sini?"

"Iya, soalnya si Mbak gue sekarang-sekarang mulai suka masak. Jadi gue makan masakan dia terus. Tapi lo tenang aja, mulai sekarang gue bakal rajin main deh ke sini. Tapi nggak makan, ehehehe," Hellen melempar cengiran pada Naya.

"Terserah, deh, lo mau main atau makan, yang jelas jangan ngilang lama-lama. Kedai ini sepi tanpa kedatangan lo, tau. Ayah gue juga sering nanyain lo."

"Bilang aja gue ngangenin. Tapi emang gue ngangenin, sih," ujar Hellen dengan rasa percaya diri yang terlalu maksimal. "Oiya, btw kabar bunda lo gimana?"

🌺

Nael mendesah berat. Lantaran kesal, tiap kali ia memejamkan matanya, mencoba untuk mengingat gadis yang memiliki Renaya Mahira itu, tetapi yang muncul selalu saja Naya adik kelasnya yang aneh itu. Kalau seperti ini terus, bagaimana caranya ia tidak bisa yakin kalau mereka adalah orang yang sama?

Cklek

Ketika Nael sedang sibuk berkutat dengan pikirannya, tiba-tiba suara pintu terbuka membuatnya kontan menoleh.

"Farah, tidur yuk!"

"Nggak mau!" Tiba-tiba gadis cilik yang semula sedang asyik bermain dengan barbie-barbienya itu berlari ke belakang Nael. "Farah mau tidur sama Bang El aja."

"Kok gitu? Biasanya kan kamu tidurnya sama Mama?"

"Mama jahat!" teriaknya. "Bang El, Farah mau sama Bang El, boleh kan?" Dengan suara memelas Farah memohon sembari menggerak-gerakkan salah satu tangan Nael.

"Jangan gitu dong, Nak. Ayo, Farah kan penurut."

Baru saja kedua tangan Nita terulur ingin mengangkat tubuh Farah, tahu-tahu Nael menghalanginya.

"Kalau Farah nggak mau ya nggak usah dipaksa!" sentak Nael. Membuat Nita mendadak terbengong-bengong.

"Kamu kenapa, El?"

"Harusnya Mama tuh mikir. Intropeksi diri. Kenapa Farah sampai kayak begini. Harusnya Mama sadar, untuk seusia Mama itu udah nggak pantes buat cari pria lain. Farah nggak suka liat Mama bawa Om itu ke rumah, Bukan cuma Farah, El juga nggak suka. Apa jangan-jangan karena kelakuan mama ini, Papa jadi pergi ninggalin kita?"

🌺

Naya dan Hellen mengambil posisi berdiri dengan kedua lututnya di hadapan seseorang yang terduduk di kursi roda dengan tatapan tanpa isi. Kosong.

"Bun, ini Hellen. Bunda masih inget Hellen, kan?" tanya Naya.

"Hai, Tante." Hellen melambaikan tangannya pada perempuan itu.

Meski tidak mendapat tanggapan apapun, Hellen tetap tersenyum ramah pada Fina.

"Permisi," Seseorang berseragam suster tiba-tiba menginterupsi obrolan mereka. Di tangannya membawa makan malam untuk Fina. "Maaf mengganggu, Bu Fina belum makan malam. Boleh saya suapi dulu?"

"Biar saya aja yang suapi Bunda saya boleh, Sus?"

"Boleh, silakan." Suster itu memberikan makan malam Fina beserta nampannya pada Naya. "Saya permisi kembali, ya."

Lost MemoriesWhere stories live. Discover now