Bagian 8

28 1 0
                                    

Lintar POV

Teriknya panas siang hari sangat terasa di atas sini. Ditemani angin-angin yang berhembus lembut di bawah bayangan gedung sekolah, kami berteduh disana sambil menikmati suasana sebelum jam istirahat berakhir. Bara terlihat tertidur terbuai sejuknya angin, sedangkan aku menikmati makan siang yang telah ku masak sendiri di rumah. Memang beristirahat di loteng adalah pilihan yang tepat saat jam istirahat. Namun, kali ini sepertinya kurang seseorang. Aku tidak melihat Hana sejak istirahat. Tidak sengaja mendengar dari beberapa murid saat di kantin, mereka bilang dia pergi bersama pria berjas hitam. Entah ada apa, semoga saja bukan hal yang buruk.

Beberapa saat kemudian terdengar suara langkah seseorang menaiki tangga menuju kesini. Semakin lama suara itu semakin mendekat. Dalam batin bertanya-tanya siapakah. Kemudian terbuka lah pintu masuk itu. Keluarlah seorang perempuan dengan rambut pendek sebahu.

"Kak, maaf, lihat Kak Bara tidak? Dia dipanggil Pak Akbar." tanya nya. Aku langsung menunjuk ke arah Bara yang masih tertidur pulas. Ia pun segera membangunkan Bara yang sedang tertidur. Namun, ia masih berada di dalam mimpinya. Karena kesal, sontak ia mencubit tangan Bara dengan keras.

"AAAAAAA!!!" teriak Bara yang seketika bangun dari tidurnya.

"Pak Akbar mencari mu, tuh!"

"Ya ampun, kenapa lagi sih..."

"Kenapa? Kata Pak Akbar, Kak Bara sudah beberapa hari tidak latihan! Padahal seminggu lagi kita akan mengadakan konser Pra-kompetisi."

"Padahal kan aku sudah menjelaskan padanya waktu itu, kalau aku sedang sibuk kerja part time, itu juga untuk jajan di singapura nanti."

"Ayo cepat kesana!"

"Iyaa-Iyaa cerewet, kamu turun duluan nanti aku menyusul."

Perempuan itu pun pergi dari sini menuruni tangga. Seketika timbul beberapa pertanyaan dalam benak ku. Orang yang tadi itu, aku tidak pernah melihatnya saat masih berada di tim kompetisi.

"Bara, siapa tadi itu? Pacarmu?" sontak aku bertanya."

"Kau bercanda? tentu saja bukan."

"Lalu siapa dia? aku tidak pernah melihatnya ketika latihan dulu."

"Jelas tidak pernah. Namanya Dinda dari kelas 10 IPS 1. Ia terpilih sebagai pengganti mu dalam tim sehari yang lalu."

"Anak kelas 10 terpilih? biasanya hanya anak kelas 11 dan 12 saja yang bisa terseleksi, kan?"

"Ia itu sebuah pengecualian, alasan kelas 10 tidak pernah dapat terseleksi karena rata-rata dari mereka baru saja mengenal seni paduan suara saat masuk SMA. Dinda sudah mengetahui teknik berpaduan suara sejak SMP, bahkan dia pernah ikut tim paduan suara saat acara kemerdekaan Republik Indonesia di Gedung Merdeka pada waktu itu. Ayahnya juga pelatih paduan suara di Universitas ternama, jadi tidak heran dia bisa lolos seleksi tim."

"Wah, Hebat juga dia."

"Meskipun begitu, tidak perlu mencubitku seperti tadi kan?"

"Hahaha... kalau tidak seperti itu, kau tidak akan bangun!"

"Yah... lagi pula ini kompetisi internasional pertamanya, pasti dia sangat bersemangat."

"Tapi kenapa pengganti ku seorang perempuan? bukannya anggota yang keluar laki-laki?"

"Mungkin Pak Akbar menganggap mu sebagai perempuan hahahaha..."

"Aku menyesal bertanya pertanyaan itu."

*RIIINNGG!

Tiba-tiba bel masuk pun berbunyi, kami segera turun dan masuk ke kelas untuk kembali melanjutkan pelajaran.

HANA POV

Aku sampai di tempat meeting. Gedung yang amat sangat besar dengan pelayanan taraf internasional. Sudah tidak heran hotel ini berlabel "bintang lima". 15 Menit sebelum meeting dimulai dan gedung ini sudah dipenuhi oleh orang-orang penting berdasi yang sama sekali tidak ku kenal. Meski begitu aku tidak melihat ayah di mana pun. Tiba-tiba seorang pria datang menghampiriku.

"Seseorang sudah menunggu Anda di Meeting room." ujarnya memberitahu.

"Baik, terima kasih banyak..."

Aku pun segera pergi kesana, berharap benar-benar ayah ku yang menunggu di sana. Setelah sampai di sana aku pun membuka pintu ruangan tersebut, ternyata benar ayah ku sudah berada disini. Ia duduk di kursi paling depan menghadap pada ku sambil meminum segelas teh. Aku menatap wajahnya dengan serius seperti ada banyak hal yang ingin ditanyakan. Tiba-tiba seseorang menyusul datang ke sini, itu adalah Kak Naomi.

"Sepertinya semuanya sudah berada disini."ucap ayah sambil menaruh segelas teh yang baru saja dia minum di atas meja.

"Kenapa ayah tidak memberitahu kami sebelumnya kalau ayah akan pulang dan kenapa ayah tiba-tiba memanggil kami? aku sedang sekolah, tahu?" ucap ku kesal.

"Apa kalian tidak sama sekali rindu dengan ayah?" tanya ayahku.

"Dan bertemu di ruang meeting seperti ini? tentu rindu sekali." kata Kak Naomi sarkas.

"Katakan saja ada apa sebenarnya, ayah?"tanya ku.

"Sepertinya kalian sudah cukup pintar, ya. Baiklah, akan ku jelaskan sesuatu hal yang penting. Pertama, Kenapa ayah mendadak ke Indonesia? karena ayah tentu merindukan kalian dan juga secara kebetulan ada keperluan bisnis disini. Pasti menyenangkan jika bisa bekerja dan bertemu kalian sekaligus? Kedua, kenapa ayah mendadak memanggil kalian? Soalnya ini sangat penting. Meeting ini akan membahas masa depan perusahaan ayah yang juga akan menjadi perusahaan kalian kelak. Kalian akan diproyeksikan sebagai penerus ayah di masa depan nanti, maka dari itu kalian harus mengerti bagaimana cara kerja perusahaan ini..."

Setelah mengeluarkan penjelasan tersebut aku menjadi sangat kesal padanya. Kedua tangan ku mengepal dengan keras. Perasaan ini, seperti gunung berapi yang sedang erupsi. Aku ingin menghasilkan uang dengan usaha ku sendiri, tidak dengan cara seperti ini.

"Ayah, biar aku saja yang diproyeksikan menjadi pengganti mu, jangan paksa Hana juga. Aku tahu dia tidak menginginkannya."

"TIDAK BISA! Kedua dari kalian harus menjadi penerus ayah!"ucap ayah dengan nada yang tinggi.

"AKU BENCI AYAH!" teriak ku sambil menangis dan berlari menuju pintu keluar gedung.

Semua tamu yang hadir melihat pada ku yang sedang berlari sambil menangis. Diluar gedung hak sepatu yang ku kenakan patah, kaki ku pun sedikit terkilir. Karena patah, ku lepaskan sepatu itu dan lari menjauh dari gedung. Entah kemana aku harus berlari dengan terpincang-pincang seperti ini.

DEEPER : MUSIC AND LIFE ARE ONE [ON GOING]Where stories live. Discover now