Satrio mengerutkan keningnya, "Senja selalu dateng, begitu mau nyamperin lo eh lonya sibuk nostalgia sama Ayu. Cabut dia ...."

"Kalo ga bisa jagain, balikin aja ke gue."

Mendengar kalimat terakhir sontak membuat emosi Satrio naik. Pemuda itu kemudian berdiri, baru saja hendak menghampiri rekannya. Dony dan Dewa yang melihat suasana tegang segera menghalangi jalannya.

"Eits, Yo! Santai." Dony mendorong tubuh Satrio, menjauh dari sosok Mahendra yang juga ikut berdiri—siap baku hantam.

"Jangan gara-gara perempuan jadi berantem, deh." Dony melanjutkan.

"Yo, mending lo samper Senja, gue rasa dia masih ada di sekitar sini atau bahkan nunggu bus di halte. Lo juga harus jelasin ke dia," ujar Dony dengan bijak.

"Lo juga, Gas, mending pulang. Itu bini udah rewel, 'kan?" kali ini pandangan Dony menatap Mahendra yang melengos. Tidak suka diingatkan perilah perempuan yang kini menjadi istrinya.

Tanpa menunggu kalimat lagi, Satrio bergegas pergi, mencari sosok Senja yang sempat ia lupakan karena sosok Ayu tiba-tiba datang.

Benar saja dugaan Dony, ternyata Senja masih duduk di halte tempat ia biasa menunggu bus ke arah rumahnya.

Satrio mendekat, "Ja," panggilnya lembut hingga sang puan menoleh. Ada raut terkejut begitu Senja melihat sosok teruna itu.

"Kok di sini?" tanya Satrio yang kembali menipiskan jarak sementara sang puan sibuk memikirkan alasan.

"Itu ... tadi, ketemu temen," jawab Senja sedikit gugup.

"Oh, deket sini?" tanya Satrio dengan lembut yang hanya dijawab dengan anggukan kepala oleh Senja.

"Aku anter pulang, yuk," tawar Satrio.

Senja menggeleng, "Aku naik bus aja."

"Aku anterin aja, sekalian ada yang mau aku omongin," ujar sang adam.

Dara itu tak bisa lagi menolak, dengan anggukan kecil segera ia berdiri dan mengikuti langkah Satrio menuju parkiran.

Hening. Bahkan sampai keduanya masuk ke dalam mobil Satrio, tak ada suara yang keluar dari mulut mereka.

Senja juga heran, seharusnya ia sudah pulang 10 menit lalu. Namun, ia malah sibuk melamun di halte. Dara itu juga tidak mengerti mengapa ia harus menahan diri untuk tidak menemui Satrio hanya karena wanita itu.

"Ja."

"Yo."

Keduanya bersuara sama-sama, menciptakan kekehan singkat dari Satrio. "Kamu duluan aja," kata Senja.

"Namanya Ayu." Satrio bersuara kembali. Fokusnya masih kepada jalanan.

"Mantan aku waktu SMA."

"Kita putus karena dia mutusin kuliah di luar negeri dulu. Terus sekarang dia udah nikah sama bule," cerita Satrio yang entah mengapa membuat Senja merasa lega.

"Cinta pertama?" tanya Senja.

"Mungkin? Hehehe." Satrio memberikan cengiran khasnya.

Kemudian hening, keduanya lantas sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Gak usah takut, Ja."

"Hm?"

"Gak usah takut aku ninggalin kamu."

Wajah Senja memerah, jantungnya kini berdegup cepat. "Apaan sih, Yo."

Satrio tersenyum, "Maaf ya," ujarnya lembut seraya mengusap rambut Senja dengan lembut.

Sang puan hanya terdiam, ia sibuk mengatur degup jantungnya. Hingga keduanya sampai di parkiran gedung apartemen Senja, hening masih tercipta.

"Tadi kamu mau ngomong apa?" tanya Satrio yang sudah memarkirkan mobil.

Gadis dengan surai sebahu itu terdiam. "Mau nanya yang tadi, ya?" tebak sang adam yang membuat Senja harus menundukkan kepala sedikit.

"Cemburu, ya, Ja?" pertanyaan yang keluar dari Satrio barusan membuat pipi Senja memerah, bahkan jantungnya makin berdegup dengan cepat.

Senja menggeleng pelan, "Ngga kok. Mana ada cemburu?" sungut sang puan yang membuat tawa Satrio pecah.

"Terus kenapa ga nemuin aku?"

"Males. Males liat kamu yang seneng banget ketemu dia." Senja yang kesal keluar dari mobil, membuat Satrio harus ikut turun dan mengikutinya dari belakang.

"Pulang sana!" Senja menghentakan kakinya, kesal.

"Gamau, aku mau mampir," Satrio bertekad sambil terus mengikuti dara itu ke dalam lift.

"Ih! Ga aku izininin masuk!" tungkas sang puan.

"Ga peduli, aku tahu password rumah kamu."

Senja bungkam, ia memilih diam ketimbang melawan Satrio. Bibirnya mengerucut hingga sampai di lantai rumahnya.

"Katanya ga cemburu?" Satrio mulai menggoda saat mereka masuk.

"Ngga!" ucap Senja dengan nada yang tinggi sambil membanting tasnya ke sofa.

Satrio yang gemas lantas memeluk sang puan dari belakang, membuat Senja memekik keras sambil meronta meminta dilepaskan.

"Dia masa lalu aku, Ja." lelaki itu berbisik.

"Sementara kamu itu masa depan aku."

Merindukan Senja | Park SungjinWhere stories live. Discover now