Kisah Keempat

173 17 3
                                    

Suara musik yang keras terdengar bersamaan dengan riuhnya sekelompok manusia yang tengah menari di salah satu klub malam. Botol-botol alkohol dan kepulan asap rokok membuat tempat itu sesak, namun semakin ramai oleh puluhan manusia.

Salah satunya Senja, gadis itu sudah hampir satu jam disini, ditemani dengan vodka nya yang kedua. Sejujurnya, tipikal Senja bukanlah yang terbiasa minum. Seseorang bernama Mahendra sukses membuatnya melakukan hal yang tidak biasa sejak satu bulan lalu.

"Brengsek." Senja menggumam, mengangkat gelasnya sebelum kembali ia minum. Suara hingar bingar masih setia terdengar di belakangnya, sampai suara dan getaran ponselnya memecah konsentrasi Senja.

Satrio. Nama itu tertera di layar ponselnya sejak satu jam lalu, berpuluh-puluh sambungan dan pesan tak satupun di balas oleh sang dara. Pemuda itu cemas. Senja tipikal yang mudah mabuk dan jadi santapan pria hidung belang. Satrio hanya tidak mau gadis itu semakin terpuruk nantinya.

"Lo di mana Ja?"

Salah satu pesan dari Satrio tampak membuat gadis itu mau tidak mau membacanya. Sayang gerakannya itu malah membuatnya mengangkat sambungan yang entah keberapa kali.

"Ja! Lo dimana?" tanya Satrio dengan suara yang terdengar cemas.

"Minum hahaha," sahut sang dara sambil tertawa dan membuat Satrio menyimpulkan bahwa gadis itu sudah mabuk.

"Dimana? Gue jemput," ujarnya lagi.

Kepala Senja menggeleng, "Gamau! Biarin gue minum malem ini Yo! Jangan ganggu!" teriak Senja yang untungnya tak terdengar siapapun selain bartender.

Satrio mendesah berat, kepalanya pening. "Yaudah, tapi kasih tau lo dimana sekarang?" tanyanya.

Senja mengerucutkan bibirnya, ada selang waktu beberapa detik sebelum akhirnya sang puan menyebutkan lokasinya berada.

"Tunggu di sana," pesan Satrio sebelum menutup sambungan mereka. Senja kembali terdiam, menikmati musik yang menghentak sambil kembali meminum vodka nya.

"Sendirian?" sebuah suara bariton terdengar dari sisi sampingnya. Membuat sang dara terkejut dan segera menoleh. Sosok pria paruh baya dengan sebuah senyum penuh arti kini menatapnya.

Gadis itu tak langsung menjawab, dialihkannya pandangan ke arah depan lalu tangannya sibuk memainkan ponsel. Seakan lupa bahwa ia tengah mabuk.

Bukannya merasa terabaikan, pria itu malah duduk di samping kanan Senja. Di tangannya tergenggam gelas berisi minuman yang entah apa. "Saya nanya loh," ucap pria itu yang menatap Senja lebih intens.

Risih. Tentu saja.

Biarpun punya pengalaman tidur bersama Mahendra, Senja tidak senakal itu. "Iya sendiri kok," jawab Senja akhirnya, yang mengundang senyuman lebih lebar penuh ambigu.

Senja masih tampak acuh, namun sayangnya pria tadi masih sanggup memancing kalimat-kalimat sang puan. Hingga akhirnya ia turun dari bangkunya, Senja pikir pria itu menyerah. Nyatanya ia hanya berdiri di belakang sang dara, berbisik tepat di telinga-membuat meremang tubuh gadis itu.

"Saya mau kamu malam ini," bisik sang adam seraya meraih bagian sensitif tubuh Senja. Jika dalam situasi waras, gadis itu pasti sudah mengamuk dan merasa dilecehkan. Sayangnya, alkohol terlalu membuat otaknya lumpuh.

Melihat sang dara terdiam, tangan pria tadi kembali bergerak. Kali ini tanpa rasa takut ditampar. "Ahhh," lenguhan kecil terdengar begitu remasan pelan terasa di dada Senja. Sial. Andai ada Satrio, mungkin Senja tidak akan bertemu pria mesum ini.

"Saya bisa bikin kamu senang," bisiknya lagi seolah menggoda, kali ini tangannya memijat lembut bagian sensitif Senja. Entah kemana gelas minuman pria tadi.

Merindukan Senja | Park SungjinWhere stories live. Discover now