[ LINE Satrio ]
Senja : Yo
Senja : Masih ada Mahendra?

Pesan terkirim namun tak lama balasan dari Satrio muncul.

[ Balasan LINE ]
Satrio : Udah ga ada
Satrio : Kesini aja

Usai membaca balasan sang adam, Senja segera meninggalkan bangkunya. Pintu ruang tunggu 5ISLE terlihat, menimbulkan degup jantung yang lebih cepat dari biasanya.

"Eh, Ja," Dewa yang baru saja keluar berpapasan dengan Senja.

"Masuk aja, anak-anak di dalem. Gue mau pipis dulu bentar," ujarnya sambil berlalu tanpa mendengarkan kalimat Senja. Gadis itu terkekeh, termuda dari anggota 5ISLE memang terlihat menggemaskan.

"OH MY SENJA IS COMING!" seruan dari Dony terdengar begitu Senja membuka pintu. Satrio dan Bena yang duduk memunggungi pintu tampak menoleh dan tersenyum.

"Gila sih. Kangen gue sama Senja," Bena tersenyum membuat yang disambut ikut melebarkan senyumannya.

"Iya nih, Satrio sih enak bisa ketemu Senja terus sekarang," sindir Dony membuat yang disebutkan namanya hanya bisa terkekeh.

"Nih obat rindu." Sang dara duduk di samping Satrio seraya meletakkan sekotak cheese cake kesukaan 5ISLE. Bukan apa-apa, memang hanya di samping Satrio yang kosong. Mungkin itu tempat Dewa duduk tadinya.

"Memang Senja mengerti diriku," Bena segera menarik kotak tersebut yang membuat Dony juga ikut-ikutan. Heran, mereka seperti kurang makan. Apalagi sekarang keduanya berebutan untuk memotong kue.

"Heh kaya bocah lu pada," Satrio berkomentar kemudian memukul kedua tangan Dony dan Bena.

"Sini-sini gue potongin deh." Pada akhirnya Senja yang mengurus kue, memotong dengan adil agar semuanya mendapatkan bagian.

Keempatnya bersenda gurau, melemparkan candaan dan tawa yang heboh. Sampai pintu ruang tunggu itu terbuka. Senja menoleh, karena ia pikir itu adalah Dewa.

"Eh sorry, liat charge hape gue ... gak ...."

Bukan Dewa. Mahendra. Mata keduanya saling bertemu, bahkan kalimat sang adam tadi memelan begitu melihat sosok Senja di dalam sana.

Hening beberapa saat, bahkan tak ada sedikitpun dari mereka yang bergerak.

"Eh charge lo nih, Gas!" Dony yang melihat kecanggungan itu segera mengambil benda Mahendra yang tertinggal. Berinisiatif sendiri untuk memecahkan keheningan.

"Oh-eh, iya." pemuda itu memegang charger miliknya.

"Sorry. Gue balik dulu ya," pamitnya kemudian berbalik dan menghilang.

Suasana ramai tadi seketika menghilang. Bahkan sampai Dewa datang, aura canggung dan tidak enak menyelimuti ruangan itu.

"Kok pada diem sih?" tanya Dewa yang heran sambil menikmati kuenya.

"Betewe makasih ya Ja hehehehe," cengirnya yang otomatis membuat Senja terkekeh.

"Iya, Wa," sahut sang dara.

"Ja," Satrio memanggil lembut-terdengar seperti berbisik. Gadis yang dipanggil pun menoleh, "Kenapa Yo?"

"Mau dianter pulang gak?" tawar sang adam membuat Senja terdiam. Puan itu yakin, Satrio memahami bagaimana suasana hatinya saat ini.

"Boleh," jawabnya tanpa penolakan.

"Eh Nja mau balik?" tanya Dony yang mendengarkan percakapan dua anak manusia di hadapannya.

"Iya, bete liat lu katanya," Satrio yang menjawab seraya bangkit dari duduknya untuk mengambil jaket dan tas ransel andalannya.

"Sialan emang lu!" protes Dony. Gadis yang berada di tengah perbincangan itu hanya tertawa kecil.

"Yah, Senja pulangnya kok sama Satrio? Sama aku aja," Bena-yang suka sok imut-mendapatkan lemparan tissue dari Dony usai mengucapkan kalimat tersebut.

"Geli njir dengernya."

"Tau dih," Satrio menambahkan. Sementara Dewa hanya mampu mengelus pundak Bena sambil mengucapkan kata sabar berulang kali.

"Iya, nanti kapan-kapan ya Ben? Sorry cuma sebentar, besok-besok gue dateng lagi ya," Senja bangkit begitu melihat Satrio sudah siap untuk pulang.

"Sering-sering mampir ya," ujar Dewa.

"Iya Nja, hati-hati ya. Kalo Satrio ngebut, jambak aja rambutnya," komentar Dony.

"Pake helm mana bisa dijambak," sahut sang dara yang kini tertawa.

Berkumpul bersama 5ISLE memang menjadi sebuah hiburan bagi Senja sejak mengenal mereka. Agak sayang jika sang dara harus menjauh karena hubungannya dengan sang bassist berakhir. 5ISLE terlalu berharga untuk ditinggalkan.

Usai berpamitan, Senja dan Satrio berangkat untuk pulang. "Gue ga bawa mobil." Begitu yang diucapkan oleh Satrio saat mereka sampai di parkiran.

Hah. Dulu juga Mahendra begini pertama kali.

"Emang gue keliatan kaya cewe matre ya?" tanya Senja pura-pura tersinggung sambil menerima helm pemberian Satrio.

"Ya ngga sih. Ga enak aja lo sampe kena angin malem."

"Halah lebay, cus ah."

Satrio tersenyum kemudian melajukan motornya menuju tempat Senja.

"Gue balik ya," pamit sang adam yang bersiap untuk pulang usai Senja turun dari motornya.

"Loh kok pulang sih Yo?"

"Lah, emang harus gimana?"

Senja terdiam, maniknya menatap lekat sang adam. "Gue boleh nginep?" tanya Satrio yang paham keinginan Senja.

Gadis itu mengangguk pelan yang kemudian disambut kekehan oleh sang teruna. Beberapa lama kemudian, keduanya sudah berada di tempat Senja-menikmati secangkir coklat hangat dengan tenang.

"Yo."

"Hm?"

"Lucu kali ya kalo kita nikah."

Satrio menoleh, terkejut mendengarkan penuturan sang dara yang tiba-tiba. "Sakit lo Ja?" tanyanya.

"Serius nih gue."

"Ah lo aja masih suka nangisin Bagas," celetuk Satrio membuat Senja membungkam mulutnya.

Hening. Tak ada yang berani membuka percakapan kembali.

"Tapi Ja, kalo lo emang suatu hari gue bisa gantiin Bagas. Gue bakal nikahin lo kok."

Usai mengucapkan kalimat itu, Satrio bangkit meninggalkan Senja untuk tidur. Sementara sang puan malah sibuk meredakan degup jantungnya.

Merindukan Senja | Park SungjinWhere stories live. Discover now