Epilog : Rayyan

60 3 0
                                    

Disana, ia disana. Perempuan yang aku idam-idamkan dari dulu. Ini momen yang pas untuk memberikan surat. Aku melangkahkan kakiku menuju halte yang ada di depan sekolah. Suasana sangat mendukung saat itu, sunyi, karena sebagian besar siswa sudah pulang kerumahnya masing-masing. Tersisa beberapa siswa saja termasuk aku dan dia.

"Hai! Sapaku.

Ia lalu menoleh.

"Aku mau memberikan ini, tolong dibaca ya!" ucapku sambil memberi kertas yang dilipat lumayan rapi. Setelah aku mengucapkan itu, aku pergi menahan malu.

Hatiku tak karuan saat pulang kerumah, membayangkan apa reaksinya setelah membaca surat itu. Senang kah? Terharu kah? Ah, aku harap ia suka padaku.

Tetapi yang aku dapat lantas jauh berbeda dari ekspektasi. Hatiku hancur melihat sebuah postingan dari akun facebooknya malam ini. Sebuah foto surat cinta biasa, di atasnya tertulis

"Jaman sekarang masih pakai surat? Ha ha ha"

Tak cukup sampai disitu, disampingnya terdapat foto wajahku yang ia dapat dari akunku juga. Sontak, postingan itu ramai dikunjungi oleh khalayak umum. Ada yang menertawakan suratku, ada juga yang menertawakan wajahku. Aku menangis sejadi-jadinya, menyesali semua yang telah berlalu. Semua komentar itu, memang tak menyakitiku secara fisik. Namun, ada sakit yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Aku ingin hidupku berakhir. Melihat Ayah dan Ibuku sudah terlelap. Aku mengambil tali di gudang lalu mengikatkannya pada leherku. Sementara ujungnya yang lain, ku ikatkan pada langit-langit kamarku.

--

Bully dapat datang darimana saja, dan kita tak tahu sampai mana ia akan berhenti.

@z

09PMOnde histórias criam vida. Descubra agora