And Then

49 4 1
                                    

Mataku terbuka perlahan, tak kusangka dia sudah berada di sampingku. Yah, manusia yang tak pernah kukenal, bahkan aku pun tak tau siapa namanya. Di tangannya sebuah bunga mawar merah yang indah, yah, mataku tertuju pada bunga itu.

"Kau menginginkannya?"

"Apa? Tidak."

Hanya begitu saja. Tak ada percakapan lain diantara kita. Lama sekali aku merasakan keheningan disini. Sunyi, langit senja itu membuat semuanya begitu tenang.

"Mengapa kau begitu senang ketika hujan tiba?" Pertanyaan itu tiba-tiba datang. Yah dia memang sudah tau bahwa aku memang salah seorang yang sangat senang saat hujan turun.

"Aku senang, karena itu membuatku tenang. Membuatku bisa melupakan keadaan dunia untuk sesaat."

"Haruskah seperti itu? Bukankah ada cara lain?"

"Tidak. Hanya itu yang bisa. Dan itu duniaku." Entah mengapa tiba-tiba air mataku menetes.

"Kau kenapa?" kurasakan tangannya mengusap air mataku.

"Aku teringat ibuku, ia meninggal karenaku. Jantung ini miliknya, bukan murni milikku."

Aku tak bisa berhenti menangis sampai tangan itu merangkulku. Membawaku pada dekapannya. Yah saat itulah aku benar-benar merasa tenang. Entahlah, perasaan itu mulai datang menghampiriku lagi. Setelah sekian lama. Ketenangan ini kurasakan begitu dalam, nyaman sekali, sangat damai.

Namun aku sekarang bersama orang yang tak kukenal sama sekali, pikirku dalam hati.

"Teriaklah! Mungkin itu akan membuatmu sedikit lebih tenang." Sambil melepaskan dekapannya.

"Tidak. Maaf aku membuatmu merasakan kesedihanku."

"Sudahlah, itu sudah sepantasnya."

Tiba-tiba tangannya menyodorkan mawar yang ada ditangannya sejak tadi. Dan kalimat itu membuatku tersentak kaget. Yah, mawar ku terima dan aku bisa menjadi kekasihnya. Namun, pikiranku tak sedangkal itu. Namanya saja aku tak tau, tapi entah mengapa aku benar-benar nyaman bersamanya. Dan tak kusangka, tanganku tak bisa menahan untuk meraih mawar itu. Sejak itulah keadaan berubah.

"Sudahlah, kau jangan menangis Azeela. Cengeng kau!"

"Kau ini, dari mana kau tau namaku? Lalu siapa namamu?" air mataku menghilang, dan sebuah senyuman tersungging.

"Kau belum tau siapa aku?" tanyanya heran.

"Aku tak pernah tau siapa kau."

"Azeela tak usah dipikirkan. Lama-lama kau akan tau dengan sendiri."

Apa maksudnya? Mana mungkin aku tak tau nama kekasihku sendiri. Ini konyol, ahh sudahlah apalah arti sebuah nama. "Aku akan memanggilmu Angel"

Tiba-tiba ia tertawa lepas ketika aku mengatakan hal itu.

"Kenapa kau tertawa? Ada yang salah?"

"Tidak, tenang saja. Aku antar pulang ya, langit mendung, mungkin sebentar lagi akan turun hujan."

"Baiklah"

Tapi tidak. Disana kami tidak segera pulang, dan bahkan menunggu sampai turun hujan. Lama sekali kami disana. Canda, tawa, gurauan dan semua itu membuatku hidup. Aku merasa kembali seperti aku yang dulu. Tidak pendiam tidak juga penyendiri. Yah, itu semua sejak ada dia.

Rintik hujan mulai membasahi kami, dan apa yang terjadi. Kami malah bersenang-senang di bawah hujan. Kali ini, ia menutup kedua mataku dengan tangannya dari belakang. Aku tak tau apa yang ia lakukan, sepertinya dia menunutnku tapi aku juga tak tau kemana arah yang ia tuju.

"Jangan sekali-kali kau buka matamu azeela" sambil melepaskan kedua tangannya.

"Yah baiklah" cukup lama aku menunggu.

"Sekarang, buka matamu!"

Perlahan aku membuka mataku dan sebuah kalung berkilau nampak dihadapanku.

"Mawar, Itu indah sekali angel"

"Jangan panggil aku angel azeela, panggil aku Rain" sambil memasang kalung itu dileherku.

"Rain, terima kasih"

"Iya Azeela, itu milik ibuku. Selalu kubawa setiap hari."

"Lalu ini jadi milikku?"

"Iya benar. Kalung ini akan dipakai orang yang sangat aku cintai, kaulah orang itu Azeela"

Perasaanku kini hanyut bersama hujan. Sekali lagi, pelukan itu nyaman sekali. Tak pernah kurasakan sebelumnya.

Sepanjang jalan, kami tak mengendarai sepeda melainkan menuntun sepeda dan berjalan di bawah hujan. Bersama. Tak pernah aku sebahagia ini sebelumnya. Yah, ini semua karena Rain. Aku tak akan melupakannya dan aku akan selalu mencintainya.

Sampai saat itulah aku bisa bertemu Rain yang begitu kucinta. Yang bisa memberiku kehangatan bagai malaikat surga. Yah, aku melupakan sesuatu dalam hidupku. Wanita yang kutemui di danau itu, dia sudah memperingatkanku, tapi apa? Aku melalaikannya. Mungkinkah dia malaikat pelindungku. Bahkan aku tak memikirkannya untuk saat ini.

Semua yang dikatakan wanita itu benar. Dan ini adalah kesedihanku yang kesekian kalinya. "Aku benci kau hujan".

Hujan membuat Rain menggigil paru-parunya tak kuat menahan dinginnya air. Sampai dia tergeletak tak berdaya dijalan. Bibirnya membiru, wajahnya nampak begitu pucat. Aku hanya bisa menangis melihatnya. Apa yang telah kulakukan pada mahluk tuhan yang tak berdosa ini. Hampir aku tak bisa memaafkan diriku sendiri. Yah, apa aku seorang pembunuh?

Sedangkal ini, aku baru bertemu dengannya kemarin dan dia telah memberiku banyak nasihat, kedamaian yang bisa kurasakan begitu dalam. Mengapa Tuhan melakukan semua ini. Mengapa tidak aku saja yang kau matikan?

Benar. Harusnya aku yang menghilang dari dunia ini, agar tak ada yang merasa kehilangan. Tak ada yang mengenalku, dan tak ada yang bersedih karenaku. Mungkin itu lebih baik. Tapi Tuhan berkata lain. Ini semua sudah terjadi dan aku tak bisa mengelak semua ini.

Aku baru tau bahwa Rain sudah tidak memiliki orang tua lagi. Ia hanya tinggal sendiri bersama warisan orang tuanya. Namun, dia tetap tegar menjalani kehidupannya ini. Karena itu sudah jalan Tuhan. Dia juga menderita penyakit paru-paru sejak kecil dan itulah yang membuatnya bersikap dingin pada semua orang. Dia tak pernah ingin menyusahkan orang lain karena penyakitnya itu.

Semua itu aku temukan ditasnya, tepat di buku hariannya. Dan ini yang membuat air mataku makin deras, sederas hujan ini.

Siapapun engkau, yang membaca buku ini, aku yakin kau adalah orang terpilih yang ditakdirkan Tuhan bersamaku, dan kalung yang kuberikan padamu. Jaga baik-baik! Jika aku telah tiada kelak, hanya itu yang akan mengingatkanku padamu. Hiduplah apa adanya dirimu. Aku memang telah tiada, namun cintaku akan tetap hidup dihatimu. Kutunggu kau di surga.

Rainn.

Ini memang tak seindah yang kupikirkan. Satu hari keindahan dalam hidupku dan kesedihan itu ribuan tahun bagiku. Tangis ini tak akan terhenti sampai ada keajaiban datang, yang begitu kunanti. Namun itu hanya khayalanku, mana mungkin mata Rain bisa terbuka lagi, nafasnya bisa berhembus lagi? Itu sangat mustahil dan tak akan pernah terjadi. Yah, karena dia sekarang telah berada di alam yang berbeda. Terima kasih karena kau telah mengijinkanku mencintaimu, Rain. Dan, terima kasih karena kau mencintaiku.

~end~

Aku benci hujan, but I Love RainWhere stories live. Discover now