"Yaudah sih. Seperti biasa, aku udah bunuh lima belas manusia sampah, tuh! Silakan ambil aja!" Menunjuk ke gundukan mayat berlumuran darah di dalam gang.

 Seperti biasa, aku udah bunuh lima belas manusia sampah, tuh! Silakan ambil aja!" Menunjuk ke gundukan mayat berlumuran darah di dalam gang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Selagi Mar berjaga-jaga di luar gang, Orkanois membesihkan 'sampah-sampah' itu dan memasukkannya ke dimensi teeporth.

"Hum, lama kelamaan bosen juga," ujar Mar.

"Hah?" tanya Orkanois.

"Manusia sampah nggak ada habisnya."

"Mar, pernahkah terpikir olehmu untuk memberikan mereka kesempatan?" tanya Orkanois sambil memasukkan mayat terakhir.

"Percuma. Manusia seperti mereka nggak mudah untuk berubah. Lebih baik mengakhirinya lebih cepat, agar sifat merusaknya nggak menjalar ke orang sekitarnya."

"Tapi kau menyerang mereka sembarangan. Tanpa melihat ke dalam dirinya lebih dalam," sanggah Orkanois.

"Kamu nggak ngerti Orka, apa yang selama ini aku tahan. Orang tuaku terus-terusan ngelarangku untuk ... ya, untuk selalu menahan agar tidak menghancurkan mereka. Walau selama ini aku sangat tahu, seberapa buruknya mereka, yang berulang kali masuk penjara. Teguran, peringatan, dan sebagainya ... nggak akan ada yang mempan lagi. Sebenarnya, hukuman yang mereka terima ini, nggak sebanding dengan kejahatan yang pernah mereka lakukan," sanggah balik Mar.

"Sekarang, kau memanfaatkan keberadaanku, sabagai alibi untuk membasmi mereka," ujar Orkanois.

"Aku kasih tahu, yah, manusia itu sangat dekat dengan kematian, wajar aja jika mereka mati. Lihat aja tingkah mereka! Yang awalnya mereka so' jago. Tapi akhirnya ... untuk menyesali hidupnya aja mereka nggak punya waktu. Mati dengan cepat, rapuh," jelas Mar.

"Sudah cukup! Kau sudah melampaui batas!" Orkanois tiba-tiba mengikat Mar berjarak 10 meter di dalam gang, dengan posisi berdiri membelakanginya.

"Oh, jadi gini. Kau akan membunuhku? Sekarang juga?" jawab Mar tidak melawan.

"Tidak, aku hanya akan menidurkanmu sampai di planet Orka."

Mar terdiam kala tubuhnya mulai ditarik ke portal dimensi milik Orkanois, dan ketika sedikit lagi masuk, Mar tiba-tiba bertanya, "Hey, Orka! Apa rajamu ditakuti oleh rakyatnya?"

"Ya. Dia agung, kuat. Tidak ada yang berani melawannya."

"Kau tahu, di negeriku, rakyatnya sangat berani melawan pemerintahnya, tapi tentunya menggunakan cara licik untuk menjatuhkan pemimpinnya sendiri. Apa sejarah kerajaanmu pernah ada kudeta?" tanya Mar.

"T-tidak. Maksudmu apa? Mengapa kau bertanya seperti itu?"

"Ya, aku cuma ngasih tahu bahwa ... aksi kita lagi 'dipake' oleh orang-orang yang ingin menjatuhkan pemerintahannya sendiri. Mereka menggunakan isu para penjahat yang hilang tiba-tiba, untuk menuduh pemerintah yang bergerak dalam kegelapan. Apa kau rela? Usaha kita selama ini, mereka gunakan seenaknya untuk kegiatan sampah seperti itu? Dan asal kau tahu, para penyebar hoax ini lebih sampah dari orang-orang yang sudah kita bunuh tadi," jelas Mar.

"Lantas maumu apa?"

"Mauku? Kukira ini keinginanmu. Tanpa bantuanku, kau nggak akan bisa berburu manusia sampah yang sebenarnya, dan lagi rencana kita berburu para cyber bully, dibatalin gitu aja? Secepat ini?" gertak Mar.

Orkanois melepaskannya. "Baik, kau memang pintar membuat sebuah penawaran. Akan aku lepaskan. Namun, jika sampai kau sembarang membunuh manusia, aku tidak akan mendengarkan tawaran apa pun darimu lagi! Dan mulai saat ini, biar aku saja yang mengeksekusi mereka. Tugasmu hanya menuntunku pada mereka! Bisa kau mengerti, Mar?"

"Ayay kapten!"

"Aku hanya tidak ingin, tanganmu semakin kotor, Mar." Orka bergumam dalam hati.

Setelah itu, mereka pulang dan mulai melacak para penjahat di dunia maya, para penyebar berita palsu dan para pelaku cyber bully. Ia melacaknya satu persatu menggunakan laptop di rumahnya dan mengarahkan lokasi mereka kepada Orkanois. Hingga beberapa hari ia rela bolos dari sekolah.

"Orka! Aku nggak punya bukti wajah mereka. Tapi kau akan segera tahu, kalau mereka penjahat atau bukan, dengan masuk ke dalam pikiran mereka."

"Ya. Itu mudah, tinggal beri tahu saja lokasinya."

"Oke, tapi ada sedikit problem."

"Apa?"

"Kita akan kerja jarak jauh, tentu kita butuh alat komunikasi. Sejujurnya aku cuma punya satu ponsel. Alien punya ponsel juga kah?" tanya Mar.

"Kami tidak butuh alat seperti itu untuk berkomunikasi jarak jauh. Tinggal pusatkan pikiranmu lebih dalam kepadaku, sampai kau bisa menangkap sinyal dariku," jawab Orkanois.

"Hoo ... baik! Simpel sekali. Terdengar seperti telepati. Dunia pasti sangat butuh kemampuan ini untuk penghematan pulsa bulanan."

"Telepati?"

"Lupakan. Cepat, segera pergi ke jalan Gumanggu nomor 124! Di sana ada 'jurnalis' yang nggak bertanggung jawab, akun palsu dan penyebar berita palsu. Sisanya akan kuberitahu lewat telepati, dan ini akan sangat banyak, karena keburukan manusia akan terlihat jelas di dunia maya ini," ujar Mar.

"Huh, rasku dan ras manusia ternyata tidak beda jauh. Mereka pasti menyembunyikan jati diri yang sebenarnya, atau bisa dibilang, keburukan mereka yang sebenarnya," ujar Orka.

"Hoo, Orka! Boleh aku minta sesuatu?" pinta Mar.

"Tergantung dari permintaanmu."

"Ok. Tolong jangan bunuh mereka dulu, dan kumpulkan di hutan di mana kita bertarung waktu itu. Masih ingat kan?"

"Mudah, bisa kupenuhi. Tapi, untuk apa?"

"Kau akan lihat nanti."

-----<>-----

Paehan : Bunuh dalam bahasa Sunda

Hoax : berita palsu

ORKANOIS (END)Where stories live. Discover now