Namun yang ia dapat hanya gumaman malas tidak jelas dari Yoga.

Dan sekali lagi, Alysha tersenyum kecil hanya karena hal sekecil itu.

Memang Yoga merupakan moodboaster terbaiknya.

Tiga puluh menit kemudian, selesai juga tugasnya. Alysha ingin membangunkan Yoga dari tidurnya, namun ia tidak tega. Apalagi melihat separuh wajah Yoga yang sedang tertidur.

Kepala Yoga memiring, punggungnya naik turun secara teratur, menandakan ia benar-benar tertidur. Rambutnya yang tadi rapi kini sedikit berantakan, dan wajah damai itu menggelitik hati Alysha untuk mengabadikan momen tersebut.

Alysha melihat sekitar, memastikan tidak akan ada yang memergokinya saat mengambil foto Yoga.

Dan sepertinya dewi Fortuna sedang di pihaknya. Yoga masih tertidur pulas bahkan saat belasan foto sudah diambil Alysha.

Saat tengah memandangi hasil fotonya, ponsel Yoga bergetar. Alysha masih mengabaikannya sebab ia mengerti arti kata privasi. Namun saat getaran itu berulang empat kali, Alysha akhirnya memberanikan diri membalik ponsel Yoga dan malah mendapati nama Clarissa yang sedang menelfon.

Ada rasa tidak suka melihat nama itu. Entah mengapa firasatnya mengatakan bahwa Yoga sedang dekat dengan gadis itu. Meski Alysha sendiri tidak tahu siapa itu Clarissa.

Yang penting, Alysha tidak suka.

Tidak ingin dibilang lancang, Alysha mengembalikan posisi Yoga ke keadaan semula. Lalu membangunkan Yoga.

"Ga, Ga," lirih Alysha sembari menggoyangkan tangan Yoga. Hingga Yoga membuka mata, mengerjap pelan sebelum kemudian bersandar pada kursi.

"Hp lo tadi geter terus," ucap Alysha mencoba terlihat acuh. Namun siapa sangka, reaksi Yoga sungguh di luar dugaan Alysha.

Yoga yang beberapa detik lalu masih mengumpulkan nyawanya yang beterbangan, langsung mengambil ponselnya dengan raut muka panik dan bersalah.

Seolah telfon itu yang sedari tadi Yoga tunggu, seolah si penelfon adalah salah satu orang yang tidak ingin dibuatnya menunggu.

Dan Alysha, tidak suka pemandangan itu.

Yoga terburu-buru mengetikkan sesuatu yang Alysha duga ditujukan untuk Clarissa. Kemudian mematikan ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku.

"Gimana? Udah selesai kan?" tanya Yoga sembari menggendong tasnya.

"Yaudah gue bawa ya, makasih Alysha, elo emang temen terbaik gue," sahut Yoga tanpa membiarkan Alysha menjawab pertanyaan Yoga yang pertama.

Yoga mengambil bukunya dan menepuk kepala Alysha pelan. "Gue duluan ya. Dah Shasa," ucap Yoga sebelum berjalan menjauh meninggalkan Alysha.

Sedangkan Alysha hanya terdiam. Mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Yoga menepuk kepalanya? Yoga memanggilnya Shasa?

Dan tanpa diperintah, pipi Alysha merona. Ah, bagaimana bisa perlakuan sesederhana itu membuatnya seperti ini. Memang Yoga sangat mempengaruhi moodnya.

Alysha masih menikmati euforianya hingga terlupa bahwa beberapa menit yang lalu, ia sempat membenci gadis bernama Clarissa

***

Alysha berjalan di atas trotoar sembari menikmati minuman green tea di tangan. Alyhsa mendongak, menatap lembayung senja di ufuk barat. Merona, memberi warna pada langit menjadi lebih indah.

Tatapannya perlahan ke bawah, menelusuri garis pohon besar di persimpangan jalan. Langkah Alysha tiba-tiba terhenti.

Matanya menatap tajam dua insan yang terlibat perbincangan menyenangkan 5 meter di depannya. Untungnya jalan sedang ramai pejalan kaki, jadi Alysha tidak terlihat mencolok.

Tanpa sadar Alysha menggeretakkan gigi. Ada rasa cemburu melihat Yoga dengan gadis itu. Tapi sepertinya, rasa 'tidak suka' melihat dia dengan gadis lain tidak pada tempatnya. Memangnya siapa dia?

Bahkan status antara Yoga dan Alysha hanya teman belaka. Tapi jika sudah hati yang berbicara, logika tidak akan bisa berkata apa-apa.

Dan malam ini atau esok, sesegera mungkin, Alysha akan membuat Yoga menjadi miliknya.

***

Tbc...

AlyshaWhere stories live. Discover now