2. Poster

2.5K 225 16
                                    

Tiga hari berlalu sejak Natania merayakan ulang tahunnya yang kesembilan belas. Demi menjaga perasaannya, tak sekalipun keluarga Eisorez menyinggung Pemilihan. Lieb dan Amy hanya mengucapkan selamat ulang tahun saat mereka berkunjung. Sebenarnya Natania memerhatikan Amy hendak menanyakan sesuatu, tetapi setelah bertatapan dengan Bu Eisorez sang ipar langsung menutup mulutnya kembali. Entah dengan cara apa Bu Eisorez memberi sinyal pada Amy. Entah bagaimana pula ibunya yakin kalau Amy akan bertanya soal Pemilihan.

Natania mendapat kado yang luar biasa dari kakak-kakaknya. Ternyata bekerja di ladang hanya alasan Lieb dan Amy agar diizinkan datang terlambat. Alasan sesungguhnya adalah, mereka pergi ke pusat kota untuk membelikan Natania sepeda baru. Sepeda itu adalah hasil patungan Lieb, Amy, dan Nomrel. Kakak kedua Natania itu sengaja mengirimkan uang dari Ibu Kota demi kado sang adik.

"Aku sayang kalian." Untuk kali kedua Natania menangis di hari ulang tahunnya. Ia mengecup kedua pipi Lieb dan Amy, yang balas mengecup dan memeluknya. Tak lama ia menyambar kertas dan menulis surat balasan untuk Nomrel.

"Pemuda sialan, dia menipuku dengan foto-foto ini!"

Natania mengangkat foto kiriman Nomrel sambil tertawa. Foto-foto itu berupa gambar pemandangan urban Ibu Kota. Bersamaan dengan foto itu, terlampir surat dari Nomrel yang menyatakan bahwa foto-foto itu adalah kado Natania. Mendengar ini, seluruh keluarga ikut tergelak.

"Pasti dia sengaja mengirimimu itu supaya kau tidak curiga," ujar Pak Eisorez. "Kakakmu yang satu itu memang jahil sekali."

"Nomrel jenius. Mestinya kami juga memberimu sekeranjang jagung sebagai tipuan," kekeh Lieb. Kemudian raut mukanya berubah serius. "Kami harap sepeda ini bisa berguna untukmu. Sengaja kami memberimu hadiah istimewa karena kini kau seorang perempuan dewasa. Sembilan belas tahun ... kau bisa melamar pekerjaan di pemerintahan sekarang!"

Namun Natania tak berminat bekerja untuk pemerintah. Bekerja untuk pemerintah berarti bekerja untuk Kerajaan, dan Natania benci Kerajaan. Ia benci semua hal yang memaksanya ikut Pemilihan. Natania memilih menggunakan sepedanya untuk mendatangi tempat-tempat yang dimuat di kolom lowongan kerja. Dalam dua hari terakhir, ia sudah mendatangi tiga toko untuk melamar pekerjaan. Ketiga toko tersebut belum memberi kabar lagi setelah menerima resumenya. Natania bertekad untuk terus melamar hingga menerima kabar kalau ia telah diterima bekerja.

Namun, semangat Natania turun ketika melihat dua petugas berseragam Kerajaan berkeliling di area pertokoan. Dua pria dengan jaket hitam berpinggiran emas dan berlogo Kerajaan tersebut membawa banyak gulungan kertas. Salah satu pria menghampiri dinding di samping toko kursi. Ia membuka satu gulungan, merentangkannya, dan menempelkannya di dinding. Huruf kapital "PEMILIHAN JODOH" terpampang jelas di bagian atas poster.

Segera saja area pertokoan heboh. Para pemuda dan gadis-gadis berebutan ingin melihat poster tersebut. Kerumunan mulai terurai setelah petugas menempelkan poster di titik-titik lain. Natania tak repot-repot menjejalkan diri dalam kerumunan itu. Ia kembali menaiki sepeda dan memacunya sekencang mungkin menjauhi area pertokoan. Kilasan poster tadi membuatnya merinding dan mual.

Pemilihan Jodoh akan dimulai sebentar lagi, pikirnya.

Sayang, usahanya menjauhi area pertokoan sia-sia belaka. Poster "PEMILIHAN JODOH" telah tertempel di mana-mana. Boks listrik, pagar beton sekolah SMA-nya, sampai jendela toko kue Nyonya Calassia sudah ditempeli poster itu.

"Natania!" seru Nyonya Calassia saat Natania melewati tokonya. Sang juragan toko sedang berdiri di pintu, melihat poster di jendelanya dengan antusias.

Natania memejamkan mata dan menghela napas. Hal terakhir yang diinginkannya adalah membicarakan Pemilihan dengan siapa pun. Akhirnya ia berhenti hanya untuk menghargai Nyonya Calassia. Ia mengerem sepedanya dan menoleh dengan senyum yang dipaksakan.

"Maaf, Nyonya, aku sedang buru-buru." Natania berbohong. "Tetapi jika Nyonya perlu bantuanku, aku bisa membantu."

"Ah, aku tidak ingin merepotkanmu, Sayang. Aku hanya teringat dirimu saat melihat poster ini." Nyonya Calassia menunjuk jendela toko. "Ibumu bilang kau sembilan belas tahun ini, hm? Selamat dan semoga beruntung di Pemilihan nanti! Oh, Jemima pasti sangat senang dan aku harus siap-siap kecewa. Begitu ia menjadi bangsawan, ia tak akan bekerja di tokoku lagi."

"Belum tentu aku terpilih, Nyonya," kata Natania dengan volume lebih keras daripada yang dimaksudkannya. Supaya terdengar lebih sopan ia menambahkan, "Banyak gadis cantik dan menarik di Aprabeia. Aku ragu aku termasuk salah satunya."

"Jangan bilang begitu. Kau sebenarnya cantik," ucap Nyonya Calassia. "Kau hanya perlu berdandan sedikit. Jemima bilang kau terlalu cuek dengan penampilan."

Natania hanya tersenyum sedikit. Kata-kata Nyonya Calassia persis kata-kata ibunya. Natania memang merasa cukup cantik dengan rambut hitam bergelombang, mata besar berwarna cokelat, serta bulu mata yang lentik. Namun, ia tak pernah merasa lebih cantik daripada siapa pun. Alasannya karena ia memang cuek dengan penampilan. Bangun tidur Natania menyisir rambut sekadarnya kemudian mengikatnya dengan sehelai pita. Sudah, itu saja ritual dandan Natania.

"Semoga beruntung di Pemilihan nanti. Aku mendukungmu."

"Terima kasih, Nyonya."

Natania mengangguk pamit dan kembali menaiki sepedanya. Nyonya Calassia bukan satu-satunya orang yang memanggil dan mendukung Natania. Tetangga-tetangga yang pernah meminta Natania membantu pekerjaan rumah serta mengajari anak mereka juga mendukungnya. Mereka mengucapkan semoga berhasil berikut doa agar Natania mendapat pasangan terbaik. Natania berusaha keras memasang wajah ramah setiap kali berhenti menemui tetangganya. Sesungguhnya hatinya berteriak kalau ia tak menginginkan semua ini.

Dukungan bukan satu-satunya hal yang Natania terima. Natania juga merasakan aura persaingan dari teman-teman perempuan di sekolahnya dulu. Evelyn, Martia, Helby, dan Prinne pura-pura tak melihatnya saat ia lewat. Mereka hanya meliriknya sekilas sebelum kembali membaca poster "PEMILIHAN JODOH". Hanya Farra dan Lania yang menyapa saat melihatnya. Farra langsung mengoceh tentang betapa bersemangatnya ia mengikuti Pemilihan. Lania sebaliknya. Gadis itu berkata kalau ia tak peduli apakah ia terpilih atau tidak. Natania tersenyum prihatin dan menepuk bahunya. Sudah rahasia umum kalau Lania punya hubungan khusus dengan Nelson, teman sekelas mereka dulu.

Rasa iba untuk Lania mengalihkan Natania dari rasa iba untuk dirinya sendiri. Paling tidak saat ini Natania tak punya perasaan pada pemuda mana pun. Bebannya pasti bertambah jika ia terpikirkan lelaki yang dicintainya di saat harus mengikuti Pemilihan.

Untung aku putus dengannya jauh sebelum ini.

Bayangan sang mantan muncul di benak Natania. Natania mengeratkan pegangan pada stang sepeda. Dua tahun yang lalu pemuda itu meretakkan hati Natania. Saat Natania hendak memberinya roti isi buatan sendiri, Natania memergoki pemuda itu sedang menggenggam tangan dan menatap mesra gadis lain.

"Semoga dia lolos Pemilihan dan mendapat istri yang memperlakukannya seperti pesuruh!" bisik Natania sengit. 

Catatan Penulis:

Minggu baru, update baru! Khusus minggu ini saya langsung update dua bab. Seperti biasa, mohon read dan review-nya ya teman-teman :) Terima kasih 🙏

Chosen ✅Where stories live. Discover now