SEASON- 6

2.2K 103 3
                                    

Malam yang selalu terasa lebih panjang kini datang kembali. Bintang dan bulan pun yang selalu dekat, kini tampak saling berjauhan. Sepertinya mereka sedang tidak baik-baik saja. Mungkin ada masalah di antara keduanya. Iya, masalah. Yang selalu datang kapan saja dengan membawa kejutan di setiap kedatangannya.

Arina sedang menikmati udara malam yang begitu dingin seolah-olah bisa menembus jiwanya. Di temani dengan secangkir teh dan buku yang ada dalam genggamannya, ia ingin sejenak melupakan semua perasaannya. Sesekali dia merasa ingin hidup dalam kisah fiktif yang di tulis orang lain atau hidup dalam kisah-kisah romantis seperti Drama Korea. Terlihat begitu menyenangkan bukan?

Ia tampak begitu serius dengan buku yang ada di genggamannya. Dia sendiri sudah mulai larut dalam kisah yang di tulis oleh penulis. Begitu menyenangkan jika ia memiliki kisah hidup yang sama dengan si tokoh ini. Senyumnya mulai terbentuk ketika membaca satu kalimat di dalam buku itu, "Terlihat sederhana, hanya dengan melihat senyumnya saja sudah membuatku jatuh hati." Kalimat itu mengingatkan Arina pada seorang pria yang berhasil mencuri perhatiannya belakangan ini. Pria yang selalu terlihat tenang dan bersikap dingin kepada banyak orang yang tidak terlalu dekat dengan dirinya.

"Arina.." panggil Bian.

Arina tiba-tiba terkejut dengan panggilan itu. Sebenarnya suara Bian tidak tampak mengejutkan, namun tanggapan Arina malah sebaliknya. Ada apa dengannya? Ah ini pasti karena dia terlalu jauh memikirkan hal yang tidak begitu penting.

"Kamu kenapa?"

"Gak, gak apa. Ada apa?"

"Gak ada apa-apa juga. Kamu gak ada yang mau di ceritain ke kakak?"

"Cerita? Soal apa?"

"Soal apa aja. Soal pacar kamu mungkin."

"Apa sih kak? Gak ada tau."

"Kalo gitu, orang yang kamu sukai. Pasti ada."

Arina diam. Dia tidak tahu harus memberikan jawaban seperti apa pada Bian. Haruskah dia menceritakan soal pria itu kepada Bian? Mungkin Bian akan memberinya sedikit saran, apa yang harus dia lakukan.

"Ada." jawab Arina.

"Siapa?"

"Namanya masih di rahasiakan."

"Teman satu sekolah?"

"Iya."

"Dia baik gak?"

"Untuk sekarang sih aku gak bisa simpulin dia baik atau gak. Yang jelas dia selalu bersikap dingin ke orang sekitarnya, terutama ke cewek."

"Terus kenapa kamu suka dia?"

"Kak, suka ke orang lain itu emang perlu alasan? Pertanyaan itu sama halnya kayak kenapa kamu makan? Mungkin kebanyakan orang pasti bakal ngasih jawaban, ya karena lapar. Padahal pertanyaan itu sebenarnya gak punya jawaban tertentu. Makan adalah kebutuhan setiap makhluk hidup bukan?"

Bian mengacak-acak rambut Arina dengan gemas, "Siapa pun dia, kamu harus ngenalin dia ke kakak dulu."

Arina mengangguk lalu memberikan senyuman manisnya kepada Bian. Dia memeluk Bian dengan erat, merindukan seorang kakak yang selalu sibuk dengan dunianya sendiri.

**
Setiap malam pasti akan memberikan cerita tersendiri untuk setiap insan di bumi. Entah itu malam dengan cerita yang berakhir bahagia atau malam dengan akhir yang begitu menyedihkan. Kita tidak tahu malam mana yang akan menghampiri kita, itu semua adalah pilihan dari semesta.

Malam ini Danar menghabiskan waktunya sendirian. Dia memutari kota dengan motor kesayangannya. Tanpa Kayla, Nando ataupun Kevin, ia ingin meluangkan waktu untuk lebih dekat dengan dirinya sendiri. Setelah cukup lama berkendara, Danar memarkirkan motornya di area parkir umum taman kota. Dia melihat sekitarnya, terlihat begitu ramai. Dari sudut ke sudut terlihat banyak sekali insan di bumi yang saling bercengkraman dengan pasangannya. Danar hanya bisa bergumam dan melihatnya dengan senyuman miris.

"Bintara." panggil seseorang di sana.

Danar merasa tidak asing dengan suara itu. Suara dari seseorang yang sudah lama sekali ia rindukan. Ia mengedarkan pandangnya, menemukan seorang gadis dengan balutan sweater putih dan rambutnya yang terurai. Tubuh Danar bergetar, dadanya begitu sesak. Mata dan hatinya tidak asing dengan gadis itu.

"Alis."

Gadis itu tersenyum kemudian berlari memeluk Danar dengan erat, "Apa kabar? Aku kangen kamu."

Danar hanya diam. Dia membiarkan gadis itu memeluknya sampai puas. Sebenarnya ia juga sangat merindukan gadis itu. Aroma tubuh, lembutnya kulit dan hangatnya pelukan yang sudah lama tidak ia rasakan selama ini.

"Aku mau bicara dengan kamu. Bisa kita pergi berdua malam ini?"

"Bisa." Dengan mudahnya Danar mengiyakan ajakan Alis. Menurutnya tidak ada yang salah dengan tindakannya saat ini. Toh, Danar juga akan menahan dirinya untuk tidak bertindak bodoh lagi untuk Alis.

Setelah mendapat persetujuan dari Danar, Alis mengajak Danar untuk pergi ke rumah makan di seberang taman kota. Ini kali pertamanya mereka berjalan seiringan setelah berakhirnya hubungan di antara keduanya. Ada rasa canggung, senang dan juga bingung saat melewati momen seperti ini.

"Kamu mau pesan apa?" tanya Alis.

"Cappucino."

"Kamu masih sama."

Setelah memesan minuman, tidak ada percakapan lagi di antara mereka. Alis yang terlihat sibuk dengan ponselnya, membuat Danar enggan untuk memulai percakapan.

"Nar.."

"Apa?"

"Kamu masih sayang gak ke aku?"

Pertanyaan itu spontan terucap dari mulut Alis. Danar terkejut bukan main, dia tidak menyangka Alis akan bertanya hal seperti itu kepada dirinya.

"Kenapa?"

"Hm, kalo aku masih sayang ke kamu. Salah gak?

"Lo udah punya pacar Lis."

"Aku udah putus sama dia. Dia beda sama kamu Nar. Ternyata sikap manisnya cuma muncul di awal kita jadian. Selebihnya dia adalah laki-laki yang cuek dan selalu bersikap acuh ke aku."

"Terus gue harus iba ke lo?" ketus Danar.

"Kok kamu jadi ketus gitu ke aku?"

"Hak gue mau bersikap seperti apa ke orang."

Danar berhasil menahan hatinya. Dia berhasil untuk berhenti dari semua pemikirannya tentang Alis. Butuh waktu selama ini untuk dirinya bersikap dewasa.

"Satu kali lagi Nar, gak bisa?"

"Apa?"

"Kesempatan buat aku memperbaiki semuanya."

"Lo pikir semua ini permainan anak kecil?"

"Gak gitu Nar."

"Gue tegesin sekali lagi ya Lis, kita berdua udah selesai, Gue gak pernah mau ngasih sedikit pun kesempatan lo buat balik lagi ke hidup gue."

"Aku bahagianya sama kamu Nar."

"Ini gue atau lo sih yang bodoh? Kemarin aja lo gampang banget ninggalin gue, sekarang lo bilang kalo gue kebahagiaan lo."

"Tapi emang itu faktanya."

"Gue muak Lis sama semua permainan lo."

Danar beranjak pergi dari sana. Dia sudah lelah dengan semua tingkah konyol yang dilakukan Alis. Mulai detik ini dia akan berjanji kepada dirinya sendiri untuk berhenti bersikap bodoh kepada perempuan yang sudah menyakitinya. Dia tidak akan tinggal diam lagi, dia akan bertindak ketika kebahagiaannya di rebut. Hidup memang kejam jika kita terus menghadapinya dengan santai.

DINGIN [COMPLETED] ✓Où les histoires vivent. Découvrez maintenant