Chapter 2: Hari Yang Berat

9.1K 416 34
                                    

Keyword: Sepatu

Terkadang kita harus merelakan kebahagian kita demi kebahagiaannya.”


__________

"Sarah! Kabar yang kudengar tidak salah, 'kan? Kau akan bertunangan dengan Alfred?"

Sudah kesekian kalinya pertanyaan itu terlontar dari mulut rekan kerja Sarah. Mulai dari pegawai biasa sampai jabatan paling tinggi, pertanyaan itulah yang keluar saat bertatap muka dengan Sarah.

Sarah masih ingat betul kejadian tadi pagi, saat dia datang diantar oleh Alfred. Rekan kerjanya banyak yang mengintip dari balik jendela kantor. Malahan ada pula yang berkerumpun di depan ruang kerja miliknnya hanya untuk menanyakan pertanyaan yang Sarah anggap sebagai sampah.

Sarah sudah bosan dengan pertanyaan monoton itu. Beberapa di antara mereka ada yang terus merengek, tak peduli jika sekarang sedang diskusi di ruang redaksi.

Bahkan sampai jam istirahat datangpun pertanyaan itu muncul lagi, "Sarah, jadi sekarang kau tu--"

"Iya! Aku tunangan dengan Alfred!" Seperti kesetenan, Sarah memotong ucapan salah satu temannya.

Bibir Sarah mengerucut, matanya mendelik tak suka, dia menatap tajam teman-temannya dan dengan satu hentakan Sarah pergi meninggalkan teman-temannya yang masih terkejut melihat reaksi Sarah.

Semakin lama suara ketukan sepatu Sarah perlahan mulai tak terdengar. Di situlah salah satu teman Sarah yang bernama Jean angkat bicara.

"Kalian seperti paparazi!" komentarnya kemudian dia ikut-ikutan meninggalkan ruang redaksi.

Tanpa ada yang tahu, ternyata Jean pergi mencari Sarah. Diikutinya arah di mana Sarah pergi tadi dan akhirnya dia bermuara di kafetaria penyedia es krim yang tak jauh dari gedung tempatnya berkerja.

Jean masuk seperti orang tersesat. Kepalanya menoleh ke sana-kemari guna mencari Sarah. Hingga dia dapat melihat Sarah tengah duduk di bangku dekat akuarium yang terpajang di sudut ruangan.

Dia berjalan mendekati gadis itu.
"Kau tak apa-apa?" tanya Jean sambil mengambil duduk tepat di depan Sarah.

"Bagaimana kelihatannya?" Bukannya menjawab, Sarah justru bertanya balik. Gadis itu bahkan menunjukan reaksi seolah tengah memberi isyarat tak ingin diganggu.

"Sepertinya suasana hatimu sedang buruk," ucap Jean lalu melambaikan tangan ke arah pelayan kafe. "Aku akan memesankan sesuatu untukmu."

Sarah hanya melihatnya sekilas lalu mata indah gadis itu kembali lagi menatap nyalang ke arah pintu masuk, di mana di sana banyak orang-orang berlalu lalang.

Di saat Jean masih sibuk memesan entah makanan apa, Sarah mulai tertarik dengan pria dan wanita yang baru saja masuk ke dalam kafe yang berseberangan dengan tempatnya sekarang.

Sarah menggebrak meja di depannya. Mukanya memerah akibat luapan emosi yang memuncak setelah sadar pria yang ia maksud tadi adalah 'dia'.

"Ada apa?" tanya Jean terkejut.

"Pria kurang ajar!" maki Sarah tanpa mengalihkan pandangannya dari tempat di mana pria yang Sarah lihat tadi menghilang.

Jean mengikuti arah pandangan Sarah. "Kau tengah melihat siapa?" tanyanya bingung.

Sarah menggeleng cepat. Dia mengalihkan pandangannya, kini dia melihat ke arah Jean. "Bukan apa-apa," balasnya singkat. Dia tersenyum tipis untuk menyakinkan Jean.

Jean mengangguk paham, mengerti jika Sarah tak mau menceritakan masalahnya. Kemudian dia pura-pura memainkan ponselnya, alih-alih sebagai pengisi waktu sambil menunggu pesanan datang.

Sarah pun juga ikut melakukan hal yang dilakukan oleh Jean sambil sesekali melirik lagi ke arah kafe di seberang jalan tadi.

"Aku turut bahagia atas pertunanganmu dengan Alfred," tukas Jean memulai pembicaraan lagi.

dengan susah layah pria itu memasang ekspresi penuh kebahagiaan, meski sejujurnya hatinya tengah terjadi hujan badai.

Sarah pun membalasnya dengan tersenyum tipis, begitu kentara jika dia tengah memaksakan senyumannya. "Begituakah? Ah, sayangnya ...." Sarah tak menyelesaikan ucapannya.

"Maksudku terima kasih," lanjut Sarah cepat.

Dia mengatakan hal itu tanpa menggerakkan tangan sama sekali. Badannya terlihat tegang. Posisi kaku seperti itu mengesankan jika Sarah tengah berbohong di mata Jean.

Jean mendelik. Tubuhnya condong ke depan, mendekati Sarah. Dia menatap Sarah tanpa berkedip, mencari petunjuk kebohongan dari mata Sarah.

"Apa yang kau lakukan?" kata Sarah seraya mendorong dada Jean menggunakan kedua tangannya.

Jean tertawa sumbang. "Kau lucu saat sedang panik." Lalu Jean tertawa lagi.

Sarah mendecih tanpa ada niatan untuk menanggapi gurauan Jean yang tak melihat situasi.

Tak lama setelah itu, pesanan Jean datang. Dua cup ice cream cold stone dengan topping strawberry dan pearls teronggok manis di atas meja, begitu menggugah selera makan Sarah.

"Makanlah, aku tahu kau sedang lapar," tukas Jean dengan nada gurauan.

"Kau mengejekku secara diam-diam ya?" balas Sarah.

Jean mengibaskan kedua tangannya. "Bukan, maksudku jika perempuan sedang suasana jelek, biasanya nafsu makan mereka bertambah."

"Itu sama saja kau mengejekku!" Sarah memukul kepala Jean menggunakan sendok es krim yang entah sejak kapan sudah berada di tangannya.

Gadis itu terkikik, berbeda dengan Jean yang mengaduh kesakitan. Keadaan menjadi hangat seketika. Mereka menikmati es krim sambil sesekali bersenda gurau. Sarah bahkan sampai melupakan apa yang sedang menimpa dirinya.

"Sudah selesai?" tanya Jean setelah menghabiskan es krimnya.

Sarah mengangguk senang.

"Balik sekarang berarti?"

Sarah mengangguk untuk kedua kalinya.

Kemudian Jean segera membayar es krim yang mereka makan. Lalu keduanya keluar dan kembali ke kantornya bersama-sama.

Beberapa pasang mata menatap tak suka pada Sarah dan Jean. Bagaimana tidak? Jean adalah pria yang paling berkharisma di sana dan Sarah baru saja bertunangan. Rasanya janggal jika mereka jalan berdua seperti itu.

"Oh, ya. Selagi kita sedang ada di depan ruanganmu, sekalian aku ingin mengambil salinan naskah cerita yang sudah kau perbaiki," ucap Jean terlihat tak acuh akan tatapan intimidasi teman-temannya.

"Okay, tunggu sebentar." Lalu Sarah masuk ke dalam ruang pribadinya.

Jean hendak menyusul Sarah, tapi saat dia baru saja membua pintu, tanpa sengaja dia membaca tulisan yang ditempel tepat berada di bawah pintu masuk.

BATAS SUCI!
HARAP LEPAS SEPATU DAN SENDAL JIKA INGIN MASUK!

"Sialan kau, Sarah!" umpat Jean yang dibalas cekikikan oleh Sarah.

Tulisan itu memang sengaja Sarah pasang untuk mengerjai temannya yang tak pernah melepas sepatu saat berkerja, termasuk Jean.

__________

To be continued

Test! Test!
Lanjut gak ya ....
Btw, don't be silent reades yakk. Silahkan komen inline jika ada kesalahan. :)

Sweet GaslighterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang