Eps.5 Titik Nol Kilometer

5.7K 223 19
                                    

#MEDINA

Jodoh itu seperti kupu-kupu dengan sayap warna warni yang bertengger di daun jendela. Menarik dibahas tapi susah dipegang, baru dekat sudah kian kemari terbang.

Tapi,...itu asumsi semata. Tidak kalau Allah sudah menetapkan. Tak perlu mengejar ke sana kemari, bahkan cukup mengendap-endap saja atau bahkan tanpa mengundangnya ia datang menghampiri.

Jadi, dunia ini hanya bisa diraih dengan kesabaran yang tak mengenal limit atau kuota. Siapa bersabar akan mendapatkan setimpal dengan kesabarannya. Semakin sabar semakin baik mendapatkan.

Agaknya itu yang Medina rasakan.

Matanya berlinang saat Mellya adiknya mengirimkan foto-foto itu via email. Foto kedatangan Prof Ramirez yang didampingi Prof Dahlia dan suaminya ke rumah Medina di Jakarta.

Sore itu, Nolan tampak beda sekali. Cambangnya dicukur rapi. Ia mengenakan baju koko warna krem dan celana coklat tua. Terlihat begitu syahdu bersahaja. Dia memang ganteng diapakan apa saja. Mungkin pakai sarung kotak-kotak saja tetap ganteng juga.

Andai Medina ada di sana, pasti ia sudah berlinangan airmata antara haru dan bahagia.

Mellya bercerita kalau Bu Dahlia lah yang banyak bercerita kalau lelaki bule itu adalah dosen Medina.

Saat itu Nolan hanya minta maaf karena datang mendadak , waktunya sangat terbatas di tanah air. Bahkan esoknya ia harus segera pulang ke Kanada sesuai jadwal pesawat yang sudah dipesan.

Kalau tak keberatan ia meminta waktu pernikahan dilangsungkan akhir bulan Desember 2015, pas liburan akhir tahun tiba. Selain di Kanada lagi season greetings ala barat, saat itu juga tengah libur akhir tahun.

***

"Bulan depan?"

Gila ya Prof Nolan Ramirez, sekali ada maunya langsung gebrakan dahsyat, gumam Medina.

Apa mungkin sudah jodohnya begitu. Apalagi yang dia ragukan?.
Bukankah ia tengah menanti-nanti jodoh untuk menghapus bayang-bayang 30 yang bagi keluarganya menyeramkan?.

"Saya tak mau lama-lama, nanti malah tidak bisa ngajar selama lihat kamu di kelas," ujarnya lewat pesan. Entah becanda entah serius.

Kalau serius?. Yaelah, bule kok bisa baperan juga sih.

"Yang penting kamu tak terpaksa kan Medina?"
Ya ampun bagaimana Medina sanggup untuk menolak ditanya sesopan itu. Ukuran sangat sopan bagi pria western sepertinya.

Dan begitulah akhirnya pernikahan pun dilangsungkan di sebuah gedung pertemuan di Jakarta hari Minggu, 20 Desember 2015 dengan menggunakan resepsi pernikahan adat Aceh ketika akad nikah dan Jawa saat resepsi sesuai suku orang tua Medina.
Saat itu teman-teman kampusnya dulu datang tak terkecuali Rahman dengan istrinya yang cantik dan masih sangat muda.

Orang tua Nolan bersama Jeane ikut menghadiri dan terlihat bahagia. Akhirnya anaknya menikah juga meski dengan perempuan dari negara jauh di Asia. Tak hentinya mereka mengabadikan foto saat anaknya pakai blangkon Jawa itu. Ya ampun...jodoh..jodoh.

Selama ini mereka mengira Nolan hanya mau didampingi buku-buku tebalnya dan jurnal-jurnal penelitian yang memenuhi kamar apartemennya. Tapi sebentar lagi hidupnya pasti akan berubah.

***

Saat masuk kamar pengantin di rumah, giliran Medina kebingungan mau manggil suaminya apa.

Nolan masih di kamar mandi saat Medina duduk di meja rias usai mencopoti atribut pengantinnya. Ia tengah menyisir rambutnya.

"Mas Nolan, Bang Nolan,...Kak?...aduh apa ya?. Kok kayaknya tak ada yang cocok."
Ia jadi terpekur sendiri.

"Kamu mikirin apa Medina, mikirin saya?" Tiba-tiba profesor itu sudah berdiri di sampingnya dan memegang pundaknya lembut.
Ya Allah mata birunya begitu indah di mata Medina. Mimpi apa ia sampai akhirnya bisa jadi istri bule begini.

MEDINA (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now