Eps.1 MELAMAR PRIA

10.5K 277 12
                                    


##MEDINA
#Faith_and_Love_in_Montreal

Perempuan muda berambut ikal di depan Medina terisak-isak perih siang itu. Medina menatapnya lekat dan berusaha mendengarkan keluh kesahnya.

"Saya sudah nggak tahan, Mbak Dina. Saya ingin bercerai. Harus. Dua tahun ini saya mengalah hanya karena anak. Tapi saya capai lahir batin. Dia tak hanya menyakiti fisik saya yang semakin kurus, tapi juga hati saya dengan perempuan-perempuan simpanannya tanpa merasa bersalah," tangisnya.

Medina memeluknya dan membiarkan tangis sang perempuan membanjir membasahi lengan bajunya. Entah dia ibu muda keberapa yang ia dampingi dalam konseling KDRT di bawah LSM Karisma yang ia menjadi salah satu pegiatnya.

LSM ini lebih seperti lembaga bantuan hukum cuma-cuma untuk membantu wanita yang mengalami kekerasan rumah tangga. Ternyata jumlahnya kian banyak, membuatnya ikut-ikutan perih jika memikirkan tentang pernikahan. Bukankah harusnya pernikahan itu menjadi pelabuhan yang membahagiakan?

Kenapa justru sebaliknya, malah menyedihkan. Padahal mereka rata-rata sudah mengenal pasangan sebelumnya. Bahkan ada yang sudah melewati masa pacaran beberapa tahun. Tidak cukupkah itu untuk melanggengkan cinta? Apa memang cinta akan berubah justru setelah bersama. Mungkin mereka bosan. Mungkinkah mereka juga letih?

Ia pun berkaca pada dirinya sendiri yang tahun ini menginjak 30 tahun dan belum ada tanda-tanda pasang janur kuning di rumah. Sementara semua penghuni rumah sibuk bertanya-tanya terus. Kapan nikah, kapan nikah? Seperti menanyakan camilan di pinggir jalan saja.

"Kapan mau nikah, Nduk?"

Dari sekian kepala yang bertanya maka pertanyaan Mamalah yang paling sering membuatnya tersayat.

"Ayolah please Dina, positif thinking. Tak semua laki-laki seperti suami-suami klien kamu itu. Yang baik dan bijaksana masih banyak di luar sana," ujar Mbak Yaya, rekannya di kantor. Ia peneliti senior, entah sudah berapa ratus kali menangani masalah sejenis.

Jadi para pegiat LSM Karisma terdiri dari dosen dan peneliti-peneliti perempuan muda di bidang sosial, hukum dan kemasyarakatan. Ibaratnya mereka tempat mengadu. LSM ini mendapat support dana dari berbagai kalangan yang concern pada dunia perempuan.

Medina bergabung sejak 2 tahun lalu setelah terdaftar sebagai asisten dosen sekaligus mahasiswi pasca sarjana. Selain sebagai tempat untuk mendapatkan sumber data penelitian, ia juga ingin jadi penyeimbang. Medina ingin membantu permasalahan perempuan namun dengan pendekatan agama tentunya. Beberapa rekannya memang ada yang mengikuti aliran feminis dari yang biasa hingga akut.

Terkadang solusi yang mereka tawarkan langsung frontal. 'Lawan! Lawanlah dominansi laki-laki selagi kamu bisa, hai para istri. Sekarang zamannya perempuan berani bicara dan berani melawan kesewenang-wenangan. Kalau kamu kalah terus sama suamimu, kamu tak pernah bisa maju apalagi bersenang-senang. Kalau bisa seretlah suami kamu ke penjara biar kapok!'.

Begitu kira-kira.
Dan bagi Medina semua itu adalah hal yang harus diluruskan. Meski belum menikah dan berkeluarga, dalam pandangannya perempuan tetap membutuhkan laki-laki dalam hidupnya. Mungkin mereka para suami bermasalah itu lebih butuh pendekatan untuk komunikasi sebagai cara jitu rekonsiliasi berdua istrinya.

"Iya sih, Mbak. Tapi njaringnya yang susah," gurau Dina kembali menimpali Mbak Yaya perihal jodoh. Tentu saja ia hanya sebatas bercanda.

"Ikan kali dijaring. Atau mau nggak saya kenalin dengan seseorang. Dia single juga sepertimu. Pekerja keras, bertanggung jawab deh pokoknya."

Medina cuma nyengir dan langsung pamit menyalami Mbak Yaya. Ia yakin Mbak Yaya nggak serius. Karena ia tahu persis standar pria idaman Medina bagaimana.

MEDINA (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now