Eps. 2 TAKE OFF

5.9K 220 10
                                    


#MEDINA

Medina berusaha meyakinkan Putri yang masih terbengong tak percaya di tempat duduknya.

"Ini bukan masalah cinta, Put. Kau tahu aku bukan orang yang gampang jatuh cinta. Cinta urusan belakangan karena bisa kita minta bagaimana rasanya sama Allah.

Tapi ini soal pernikahan yang sakral dan jangan sampai ada kebuntuan di tengah jalan hanya karena harapan yang terlampau jauh dan tak bisa direalisasikan karena gagal memahami pasangan."

Sungguh Putri agak bingung dengan kalimat Medina yang terkesan kelas berat.

"Put, aku sudah menangani pasien-pasien KDRT puluhan orang bahkan diantaranya ada yang suaminya tokoh di masyarakat dan awalnya jadi imam yang baik bagi mereka. Tapi itu ternyata tak cukup. Dan aku tak mau perkawinan yang kujalani kelak hanya sekedar melegalkan hubungan perempuan dan laki-laki. Sedikitnya aku sudah punya gambaran siapa Rahman, bagaimana dia dan visi perjuangannya ke depan. Itu saja yang kupegang".

Wah kedengarannya idealis sekali.

"Bukankah kau bilang, jodoh harus dikhtiarkan?"lanjutnya membuat Putri sedikit tersudut.

"Iya...tapi kalau perempuan duluan yang meminta aku jarang dengar, sepertinya kurang baik begitu" Ujar Putri dengan nada polos.

"Put, kau tahu hadits yang dikisahkan oleh Anas Bin Malik tentang seorang perempuan yang menawarkan dirinya untuk dinikahi Rasulullah?. Waktu itu anak perempuan Anas menghardik bahwa perempuan itu tidak baik karena tidak tahu malu, tapi oleh Anas justru sebaliknya ia katakan bahwa dia perempuan baik karena memilih dan menginginkan Rasulullah yang shalih.

Dari situ lah Imam Bukhari selaku periwayat hadits membuat kesimpulan bahwa seorang muslimah dibolehkan melamar laki-laki karena keshalihannya "papar Medina.

Putri mengangguk takjub kepada sahabatnya. Sungguh untuk yang satu itu Putri memang paling salut sama Medina, gadis kuat dan cerdas yang ia kenal sejak SMA.

***

"Apa rencanamu selesai tesis ini, Din?" Bu Dahlia, dosen pembimbingnya yang bergelar profesor itu paling semangat jika bicara kemajuan anak bimbingannya. Hari ini Medina melengkapi lembar pengesahan untuk mengikuti ujian sidang dalam pekan ini.

"Yaaa.., tetap mengajar dan meneliti lah Prof" jawab Medina kurang semangat. Ia memikirkan jawaban Rahman yang ditunggunya pekan ini juga.

"Ada tawaran menarik. Nanti saya forward ke kamu. Saya yakin kamu pasti bisa dan lulus jika mengambilnya." Medina tertawa penasaran. Apakah dia juga akan mengenalkan seorang jejaka untuknya seperti halnya keluarganya?. Kayaknya sih nggak mungkin.

"Apa itu?"

"Beasiswa S3 ke Kanada. Cocok banget dengan bidang yang kamu ambil. Aplikasi paling lambat minggu depan." Waduh. Baru juga hampir selesai, mau kuliah lagi?. Padahal ia tengah menanti sesuatu yang lebih mendebarkan jiwa dan membuatnya susah tidur.

"Tapi kan ijazah saya belum keluar Prof"ujar Dina ngeles.

"Tak apa, nanti saya kontak rekan saya di sana. Dulu kan saya kuliah di sana. Bisa nyusul. Yang penting kamu harus lulus tes online saja."

Dina tak mengiyakan atau juga menolak. Ia hanya bilang nanti dipikirkan kembali.

Dan setelah ujian sidang berlalu dengan sukses seiring usaha kerasnya untuk lulus tepat waktu karena tugas belajar dari kampus tempatnya mengajar malam ini Medina dikejutkan suara telepon dari Putri.

"Bagaimana Put?"katanya tak sabar. Sungguh mendengar jawaban Rahman lebih membuatnya was-was ketimbang ujian sidang yang harus dilaluinya di depan dosen penguji.

MEDINA (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now