HUJAN MULAI TURUN

5.1K 243 4
                                    

Aku membuka mataku yang masih terasa berat, badanku masih terasa sakit. Segala selang infus masih menempel di tubuhku. Aku melihat Anton yang tertidur di kursi sampingku sambil mengenggam tanganku. Aku tidak ingin membangunkannya, dia pasti sangat lelah menjagaku. Malam ini begitu sunyi, hujan perlahan turun. Menemani malam yang sunyi di rumah sakit. Perlahan aku mengingat semua ucapan Anjani. Anggia putriku, sungguh berdosa aku padanya. Aku ibunya yang kejam padanya. Seorang ibu yang egois dengan mengabaikan rasa sakit putrinya, dan sibuk meratapi dirinya sendiri. Lebih dari 10 tahun putriku hidup dengan rasa sakit melebihi diriku, ia harus melihat ibunya pergi dan datang wanita lain yang mengatakan ia ibu kandungnya. Aku tidak pernah memikirkan perasaan Anggia, aku pergi dari rumah dan menghempaskan dia sendirian. Dia menungguku dan aku justru berusaha  menyingkirkannya. Tanpa sadar air mataku menetes dan mengeluarkan suara tangis yang tak sanggup aku pendam. Anton terbangun dan terlihat begitu terkejut.
"Dira...." Kata Anton langsung beranjak dari kursinya dan segera memanggil dokter jaga. Selang beberapa menit dokter mendatangiku dan melakukan pengecekan. Memberikan beberapa pertanyaan ringan padaku. Anton keluar bersama dokter. Gio yang baru saja datang dan membawa sebungkus makan malam menghampiriku dengan wajah yang tak kalah khawatirnya.

"Bunda... Bunda sudah sadar?" Kata Gio
"A....nggi .... A.. Bun dia ingin bertemu Anggia" kataku terbata bata.
"Bunda tidur dulu, besok kita ketemu Anggia" kata Gio menenangkanku.

Setelah aku sadar, aku harus melewati banyak terapi untuk memulihkan kembali kondisiku. Sudah hampir 2 Minggu aku terduduk di kursi roda, gio masih saja belum mempertemukan ku dengan Anggia. Apakah anggia marah denganku? Apakah dia tidak ingin menemui ku.

Gio mengajakku ke taman yang berada di rumah sakit
"Gio, apakah anggia marah pada bunda? "
Gio menghentikan langkahnya yang sedang mendorong kursi rodanya.
Dia diam sejenak. Gio kemudian melangkah ke depan dan merendahkan tubuhnya setengah terduduk di depanku.
"Bunda..... Apakah bunda menyayangi Anggia?"
Aku hanya membalasnya dengan anggukan pertanda iya.
"Bunda.... Anggia sekarang sudah bahagia, biarkan ia bahagia." Aku masih tidak mengerti perkataan gio.
"Percayalah, Anggia menyayangi bunda lebih dari siapapun"
"Apa maksudmu gio? Pergi kemana dia?"
Gio seakan menahan perkataannya, ia sejenak menundukkan kepalanya. Ia menatapku dengan mata berkaca-kaca kaca.
"Anggia telah pergi untuk selama lamanya" kata Gio lirih
"Apa maksudmu gio!!! Bicara apa kamu!""dia pergi kemana?"
"Anggia meninggal bunda" kata Gio sambil menangis dan memelukku. Aku terdiam, tubuhku terasa kaku. Apa yang sebenarnya terjadi. Apa yang terjadi selama aku tidak sadar. Apa yang terjadi pada putriku. Apakah dia benar benar pergi sebelum aku memeluknya?

Bersambung

WANITA KEDUAWhere stories live. Discover now