CHAPTER 21. BULLY

Start from the beginning
                                    

"Lalu?" Lanjut Sam. "Kenapa kau mencari Pamela? Dia siapa?"

"Kudengar dari Florencia dia berteman dekat dengan Xander." Jawab Florensia.

"Kau ingin mendapat jawabanmu?" Tanya Sam. Violetta mengangguk.

Akhirnya mereka sampai di sebuah rumah tidak jauh dari TK Carola. Ia bertanya pada beberapa tetangga dan tampaknya Pamela wanita yang cukup dikenal baik oleh tetangga sekitar. Sam dan Violetta turun dari mobilnya. Rumah Pamela tidak begitu besar tapi terasa nyaman dilihat.

Mereka berdua melangkah masuk ke halaman dan mengetuk pintu rumah. Kemudian, seorang wanita seusia Xander membuka pintu. Aira keibuan terpancar hanya dalam sekali bertemu.

"Ibu!" Rupanya salah satu putranya berteriak dari dalam mencari Pamela.

"Sebentar sayang! Bermainlah dengan Lily dulu. Nanti Ibu menyusul," balasnya. "Ada yang bisa kubantu?" Tanya Pamela pada Violetta dan Sam.

"Apa kau Pamela?" Tanya Violetta meyakinkan.

Pamela mengangguk. "Ya, aku Pamela." Jawabnya.

"Kau kenal Xander?" Reaksi Pamela tidak terduga. Mata Pamela terbelalak mendengar nama itu.

Mereka kemudian dipersilahkan masuk. Violetta pun menceritakan maksud dan tujuannya datang mencarinya. Ada beberapa pertanyaan yang mungkin Pamela tahu jawabannya.

"Jadi begitu..ya, sejak masuk SMA, aku berteman dengan Xander. Xander itu, dari hari pertama sekolah, tidak pernah berbicara pada siapapun. Dia tidak punya teman satupun dan itu cukup mengangguku. Jadi aku mengajaknya berteman. Kupikir dia bisa bergabung dengan teman temanku juga. Tapi nyatanya tidak. Dia benar benar tidak mau berbicara dengan siapapun selain aku. Dia..korban bully selama di SMA, Violetta," raut wajah Pamela berubah sedih. "Aku pernah memergokinya mencoba bunuh diri beberapa kali di rumahnya. Saat itu dia tinggal bersama ibunya. Tapi aku hanya sekali melihat ibunya di rumah," ceritanya.

"Apa?"

"Dulu aku tinggal tidak jauh dari rumahnya. Kami satu blok. Satu kali aku melihat ibunya, Nyonya Claire, dia menendang Xander keluar dari rumah dan menguncinya di luar. Waktu itu musim dingin, sama seperti sekarang. Aku tidak bisa berbuat banyak. Orangtuaku melarangku ikut campur jika itu ada hubungannya dengan Nyonya Claire," lanjutnya. "Keesokkan harinya, Xander dilarikan ke rumah sakit. Dia hipotermia. Aku benar benar menyesal tidak berbuat apapun. Bahkan Nyonya Claire saja tidak datang untuk menengok putranya. Aku tidak tahu mengapa Nyonya Claire bersikap seperti itu. Xander juga..tidak pernah bercerita soal ibunya padaku. Yang jelas, Nyonya Claire selama tinggal di sana, tidak pernah berbicara dengan tetangga. Dia pergi malam, lalu pulang disore hari."

"Soal bully-"

"Sudah bukan rahasia umum kalau Nyonya Claire menjual dirinya untuk pria pria kaya yang haus akan sex, Violetta. Ditambah Nyonya Claire yang begitu cantik di usia yang tidak lagi muda, dengan mudahnya ia bisa mendapatkan pria kaya yang mau membayarnya hanya untuk bercinta dengannya. Itulah yang menyebabkan Xander kerap dibully. Dia diteriaki anak pelacur, ditertawakan, dan dihina. Pernah pula ia dilempari kondom bekas. Yang paling parah, salah satu anak masturbasi si toilet sekolah, lalu menempelkan tisu penuh spermanya ke wajah Xander sambil berteriak "ini yang ibumu gunakan sebagai masker wajah setiap harinya". Tapi Xander terus diam tidak melawan. Aku lah yang memarahi para pembully itu. Sayang, tidak ada yang menganggapku serius. Mereka justru menertawakanku,"

"Itu keterlaluan, Pamela!"

Pamela mengangguk. "Ya, aku tahu. Xander juga sudah membalaskan dendamnya dengan mempermalukan kami, jadi kurasa ini impas," Pamela tersenyum getir.

"Apa maksudmu?" Violetta menatap Pamela bingung.

"Di pesta pernikahannya dengan Rebecca, dia mengundang semua teman SMAnya. Tentu saja kami datang karena, kau tahu sifat naif manusia, bukan? Karena Xander kaya raya. Kami lupa dengan apa yang pernah kami lakukan saat SMA. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Di saksikan banyak tamu undangan yang lain, Xander mencemooh kami semua. Dia mengatakan dengan detail kelakuan hina kami padanya. Bahkan ia tidak bisa lupa pada Richard, suamiku, dia yang menempelkan tisu bekas sperma itu ke wajah Xander," Pamela menunduk penuh penyesalan.

"Apa?!" Pekik Violetta keras. Seketika ia berdiri
"Suamimu?!"

"Kau tidak akan pernah tahu kepada siapa cintamu berlabuh, Violetta. Aku tidak menyangka bahwa kelak suami yang memberiku dua malaikat kecil adalah pembully temanku sendiri saat SMA. Aku mengakui itu kesalahannya yang tidak bisa Xander maafkan. Jadi aku tidak menyalahkan atas aksi yang Xander lakukan di pesta itu." Tutur Pamela.

"Sepuluh tahun lalu, saat aku memutuskan menikah dengan Richard dan memberitahu Xander, dia hanya diam, lalu pergi begitu saja. Hingga detik ini, aku tidak pernah lagi berbicara ataupun bertemu dengannya. Pesta pernikahan Xander dan Rebecca, itu terakhir kali aku bertemu dengannya secara langsung. Violetta, Richard sebentar lagi pulang, kurasa kau tidak bisa lebih lama disini. Dia akan marah besar jika ada pembicaraan soal Xander di rumah ini," ucap Pamela.

Violetta menghela nafas. "Terima kasih, Pamela," ucapnya sambil tersenyum.

Pamela balas tersenyum getir. Ia mengantar Violetta keluar dari rumahnya.

"Violetta, sampaikan maafku padanya," celetuk Pamela sebelum Violetta masuk ke dalam mobil.

Violetta mengangguk. "Ya, akan kusampaikan." Jawabnya. Violetta pun masuk dan mobil melaju pergi kembali ke kediaman Xander.

ALEXANDERWhere stories live. Discover now