hari minggu | mingyu

95 17 0
                                    

Biasanya, setiap hari Minggu Lee Hayi mengikuti kursus piano.

Biasanya,  setiap hari Minggu, tepat pukul delapan pagi, Lee Hayi sudah keluar dari halaman rumahnya yang asri. Bersama dengan Park Jimin dan Baek Ah Yeon, mereka berjalan ke tempat kursus musik Denting Merdu.

Biasanya, setiap hari Minggu, bibir mungil Lee Hayi bersenandung kecil melaraskan nada dengan kedua sahabatnya itu.

Namun tidak dengan hari Minggu ini. Hayi dengan jaket overall selutut berwarna navy dipadukan dengan kaos panjang berwarna putih yang senada dengan sepatunya, berdiri di tengah ribuan orang. Semua orang berdiri dan berteriak menyemangati, termasuk Lee Hayi.

Gadis tujuh belas tahun itu terlihat semakin kecil diantara manusia-manusia yang memenuhi stadion olahraga tersebut. Pertandingan basket sedang seru. Angka yang terpampang saling bersalip.

Mata bulatnya fokus pada lelaki jangkung yang tengah men-dribble bola basket. Keringatnya mengalir dari pelipis. Sebelum melayangkan bola ke dalam keranjang basket untuk mencetak angka, lelaki jangkung berwajah manis itu menoleh dan menatap Hayi dengan senyum lebar.

BLUK

PAK PAK PAK

"YESHHHHH!!!!"

"KIM MINGYU!!!"

"SAMUDERA!!!"

Teriakan itu membahana disertai tepukan tangan yang sangat meriah. Tim basket putra dari SMA Samudera menang dengan skor beda tipis lawan SMA Langit. Persaingan sehat itu menghasilkan pelukan sportivitas dari para pemain dan juga para pendukung.

Hayi mengusap air matanya yang mengalir karena terharu. Dia mengambil tas belanja yang penuh makanan itu dan berusaha keluar dari manusia-manusia sekelilingnya. Gadis berkuncir dua itu berjalan ke arah pinggir lapangan dengan senyum lebar dan air mata bahagia yang terus mengalir.

Di sana, lelaki jangkung berwajah manis itu berkacak pinggang. Senyumnya melebar melihat Hayi yang menghampirinya dengan air mata yang masih mengalir.

Matanya terus mengikuti Hayi hingga gadis itu berdiri tepat di hadapannya. "Sudah minum?" tanya gadis itu menahan tangis yang semakin keras.

"Kok malah nangis sih?" Mingyu mengusap air mata Hayi dan terkekeh.

"Aku tug terharu tahu!" Hayi mengerucutkan bibirnya.

"Minggu depan aku bolos latihan basket buat nonton orkestra kamu. Impas kan?" Mingyu mencubit pipi Hayi yang basah dengan gemas.

Mendengar perkataan itu, senyum Hayi hilang.

"Aku enggak maksa kamu buat bolos demi lihat orkestra aku. Enggak ada kamu pun aku tetap akan berusaha semaksimal mungkin dalam bermain." Hayi menurunkan tangan panjang Mingyu yang berkeringat dari pipinya.

"Aku ke sini ya karena aku ingin lihat kamu main. Aku mau nyemangatin kamu. Kok kamu jadi bikin aku maksa kamu nonton orkestra aku sih?"

Mata Mingyu berkedut bingung. Padahal dia hanya bercanda tadi. Tentu saja Hayi akan tetap sempurna memainkan pianonya. Tentu saja Hayi dengan ikhlas datang ke turnamen basketnya. Dan tentu saja dia sangat bahagia melihat kekasihnya datang.

"Nih, makan dan minum bekalnya. Aku pulang dulu, aku sudah bad mood ketemu kamu. Salam buat yang lain, kerja sana tim kalian sangat epik, tentu saja tim Langit juga. Kamu enggak perlu datang ke orkestra aku." Hayi menyampirkan tas belanja itu ditangan Mingyu. Gadis itu lalu berbalik dan berjalan pergi dengan kesal.

"Cewek lo marah?" tanya Joshua yang langsung mengambil alih tas belanjaan Hayi.

"Kejar sana, bego! Basket saja jago, cewek lo tuh lagi keblingsatan buat orkestra minggu depan, lo malah bercanda!" Seungcheol menepuk pundak Mingyu sembari mengambil sebungkus roti cokelat dari tas belanjaan yang dibawa Hayi.

Tangisnya pecah juga. Hayi kesal setengah mati dengan Mingyu. Selain sedang PMS, dia juga sedang kalut karena orkestra nasional perdananya minggu depan. Harusnya Mingyu tahu kalau waktu Hayi sangat berharga dalam minggu ini. Harusnya Mingyu paham kalau Hayi absen latihan hanya untuk mendukung sang kekasih bermain. Harusnya Mingyu paham. Padahal mereka sama-sama sudah kelas tiga, masa ujian sekolah dan ujian masuk universitas tidak lebih dari tiga bulan lagi. Betapa stres dan tertekannya Hayi? Mingyu tidak paham!

"Ish kesel banget sih! Kapan sih dia paham masalah sekarang tuh?" rutuk Hayi tidak peduli dengan tatapan orang yang ia lalui.

Tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. Dari baunya saja Hayi sudah tahu. Lelaki yang sedang meletakkan dagunya di kepala Hayi adalah Kim Mingyu.

"Maafin aku Hay, aku enggak peka dan paham dengan semua tekanan yang ada disekelilingmu." ujarnya sambil memperat pelukannya.

"Aku memang cuma jago basket dan paling bego masalah ginian."

"Maaf yaaaa."

Mingyu membalikkan tubuh Hayi supaya menghadapnya. Mata merah Hayi melirik ke arah lain. Dia akan luluh jika melihat wajah polos Mingyu.

"Maafin aku dong dek Hayi yang paling imut."

"Ya, maafin Mas Mingyu yang bego ini."

"Ayok, sekarang Mas Mingyu antar ke Denting Merdu!" Mingyu memainkan alisnya lalu memeluk Hayi lagi sambil berjalan.

"Ih kamu tuh bau tahu! Mandi dulu sana!"

"Enggak mau. Biar semua orang tahu kalau semangatnya Kim Mingyu di lapangan untuk menghasilkan semua keringat berbau ini karena ada Lee Hayi yang mendukungnya!"

"Apaan sih Gyu?!" Hayi menahan senyumnya yang merekah.

"I love you, Sayang."

"Ih sok sayang, sayang, dasar bau kambing!"

"Bau kambing ginu juga kamu cuma sayang sama aku!"

Mingyu semakin memperat pelukan sampingnya.

"Aku jadi bau kan!" gerutu Hayi lalu balik memeluk Mingyu.

"Ngusel terus, ngusel-ngusel kaya kucing." Mingyu mencubit hidung Hayi dengan gemas.

"I love you too, Kambing!"

Lee Hi || 1scollectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang