Second Male

53.5K 6K 1K
                                    

●H A P P Y R E A D I N G●
~FELLAS~

Karena itu lah, Saeron sekarang hanya bisa berdiri dengan kepala yang tertunduk menghadap guru musiknya. Tidak menjawab apapun ketika ditanya mengerjakan tugas rumah atau tidak.

Sementara di pojok ruang musik, Renjun hanya melipat tangan di depan dada sembari memerhatikan Saeron di depan sana.

Heejin membalikkan tubuhnya menatap Renjun, "Ulah elu, kan? Ngaku lu!"

Renjun menggedikkan bahu, "Gak tau deh."

Guru musik menghela napas, memijat pelipisnya pelan, cukup kecewa dengan Saeron yang notabenya salah satu siswi kesukaan guru-guru.

"Sekarang lari lima putaran dan jangan masuk sampai pelajaran saya selesai."

Saeron memberi anggukan lalu membungkuk sopan sebelum akhirnya pergi dan menjalankan hukumannya.

Matahari bersinar cukup terik, kulitnya seperti terpanggang. Ini sudah putaran ke dua, ayo semangat! Ujarnya dalam hati untuk menyemangati diri sendiri.

Saeron mendengus, seharusnya ia menolak ketika tugasnya direbut, disuru mengerjakan tugas rumah ataupun sekolah milik anak kelasnya, membawa barang juga membelikan barang untuk anak kelasnyaㅡyang terkadang membungkus perintah itu dalam kata 'tolong' dan tanpa kata 'terimakasih'.

Saeron ingin mengatakan semua yang dia alami selama disekolah kepada eonni-nya, Kim Yerim, agar ia pindah sekolah tetapi enggan menyulitkan Yeri yang kelelahan bekerja untuk membayar biaya sekolah. Ayolah, jika bukan karna beasiswa ia tidak akan memaksakan untuk betah bersekolah di sekolah umum yang cukup bergengsi.

Kadang Saeron mengeluh 'mengapa harus dia yang menjadi bulan-bulanan di kelasnya?' Kemudian berpikir lagi bahwa 'untuk apa mengeluh? Toh semuanya sama, tetap dia yang menjadi tokoh utam sebagai bulan-bulanan di kelas'. Ya sudah lah, ambil saja sisi baiknyaㅡsetidaknya tidak ada lagi siswi dikelasnya yang menderita.

Walau, yah... tidak mau berbohong kalau Saeron sudah sangat-sangat kesal dengan mereka, ingin sekali melawan tetapi keberaniannya sudah lenyap bertahun-tahun lalu.

Larinya memelan, napasnya tersenggal, Saeron tidak kuat melanjutkan hukuman. Ia berhenti, membungkuk menompang berat badan pada lututnya dan menarik napas dalam-dalam.

Saeron kembali berdiri, ingin kembali melanjutkan larinya namun penglihatannya perlahan memudar, kepalanya terasa sangat pusing. Terakhir yang Saeron lihat sebelum gelap menculik adalah Jinyoung yang berlari menghampirinya.

Jinyoung langsung izin pergi dari ruang musikㅡsetelah mengumpul tugasnya juga melakukan pengambilan nilaiㅡdengan alasan mengawasi Saeron yang tengah menjalankan hukumannya.

Ia tentu khawatir terhadap salah satu teman kelasnya itu. Ah, kenapa mereka senang sekali mengusik Saeron yang sama sekali tidak pernah mengusik mereka?

Jadi sekarang, di sini Jinyoung berdiri, sedikit jauh dari radar Saeron dengan tangan yang dimasukkan ke saku celana sembari memerhatikan perempuan itu.

Saeron itu pendiamㅡatau mungkin sebenarnya tidak? Yah, mengingat Jinyoung belum seberapa dekat dengannyaㅡ dia tidak pernah mengadukan para penindas bahkan ketika wali kelas memintanya untuk jujur. Saeron menjadi kesayangan para guru, tidak heran, dia anak yang rajin.

[1] Bullying ; Renjun ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang