3

493 66 17
                                    


Hakyeon bangun pagi-pagi sekali saat segaris cahaya matahari menembus celah kain gorden yang terpasang di jendelanya. Semalam ia tertidur di lantai dekat perapian saat sedang membaca bukunya. Memang selalu seperti ini jika kamarnya digunakan oleh pasien yang sedang menginap, meskipun seringkali punggungnya akan terasa pegal karena kerasnya lantai kayu.

"Hm?"

Hakyeon sedikit mengernyit saat selembar selimut menyelimuti dirinya. Seingatnya kemarin, dia tidak menggunakan selimut ini.

"Sudah bangun, Hakyeon-ah?"

Hakyeon mengucek kedua matanya sembari menatap kearah orang yang memanggilnya. Tak lama kemudian netranya melebar.

"Astaga, anda tidak seharusnya bergerak dulu, Nek!" Hakyeon langsung menghampiri Nenek tersebut yang tengah menyiapkan sarapan.

"Ssh, sudah tidak apa-apa, Hakyeon-ah. Berkat obatmu, nyerinya sudah lumayan menghilang kok. Lihat? Aku bahkan sudah bisa berjalan." Ia menaruh tiga mangkuk berisi sup daging angsa sisa semalam yang sudah dihangatkan.

Hakyeon menghela napasnya sedikit lega. Wanita tua yang berstatus Beta itu memang sangat tangguh sejak Hakyeon mengenalnya pertama kali. Bahkan di usianya yang tidak lagi muda, ia masih saja berani menyusuri kaki gunung di malam hari seorang diri.

"Aku harus kembali sekarang."

"Sepagi ini? Bagaimana jika sarapan terlebih dulu bersama kami? Aku akan membangunkan Hongbin dan Hyunwoo." tawar Hakyeon.

"Tidak usah, tidak apa-apa, Hakyeon-ah. Aku juga harus membuat obat dan pergi ke istana untuk mengantarkannya pada cucuku." tolaknya halus.

"Baiklah..." ujar Hakyeon sedikit kecewa, "Tapi sebelum itu, tolong bawalah ini,"

Hakyeon berlari kecil kearah lemari kayu yang berisi botol obat-obatan. Ia mengambil beberapa botol kecil dari sana dan menghampiri wanita tua itu untuk memberikannya.

"Salep untuk menutup lukanya. Cukup oleskan sedikit dan se-sering mungkin terutama ketika salep di luka anda sudah mengering. Berikan untuk anak anda juga."

"Oh...apakah aku benar-benar boleh memilikinya, Hakyeon-ah? Ini banyak sekali dan--bagaimana aku membayarnya."

"Nenek seperti baru pertama kali saja. Aku tidak pernah meminta bayaran untuk obat-obat yang kuberikan. Lagipula itu kubuat dari tanaman-tanaman yang kudapatkan dari hutan secara gratis." Hakyeon tertawa kecil, namun kata-katanya cukup lugas bahwa ia memang tidak ingin dibayar.

Dan wanita tua itu sebenarnya terlampau hapal dengan sifat Hakyeon, namun ia tetap bersikeras untuk membayarnya.

"Aku tahu," Hakyeon menunjuk kearah kantung kain berisi tanaman obat milik si wanita tua, "Bagaimana jika anda menukarnya dengan itu? Terserah berapa banyak. Lagipula saya sudah memberikan anda obat siap pakai jadi saya rasa anda tidak terlalu membutuhkan banyak tanaman obat."

"Baiklah. Kau bisa memiliki semuanya, Hakyeon-ah. Dan aku tidak menerima penolakan."

Hakyeon tersenyum kikuk. Padahal tadinya dia hanya ingin meminta seperlunya tapi justru malah diberikan semua. Laki-laki itu pun menyerah dan menerima bayaran dari wanita tua Beta tersebut.

***

"Taekwoon,"

Yang dipanggil menolehkan kepalanya. Seketika ia mendengus malas.

"Kudengar, Ayahanda murka lagi padamu."

"Haruskah kau membicarakan tentang Ayah sepagi ini, kak Wongeun?" ia meletakkan cangkir teh hitam diatas piring kecilnya. Padahal tadi mood Taekwoon sedikit membaik setelah menikmati secangkir teh sambil menikmati pemandangan pagi dari jendela kamarnya yang sengaja ia buka lebar-lebar. Namun kedatangan Wongeun yang mengungkit topik ayah mereka menghancurkan segalanya dalam sepersekian detik.

Conquered HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang