26. Sebuah Misi

12.9K 1.4K 85
                                    

Jika kalian tidak bisa menangkap peneror itu, maka kalianlah yang akan ditetapkan sebagai pelakunya.

• • •

Bersama dengan anak-anak asrama yang lain, Adnan sudah berada di ruang makan Lawden Hall. Arah matanya menatap lurus menuju pintu masuk yang memang dikhususkan untuk orang-orang penting di Lawden Hall. Adnan yakin, Nasya dan Pak Lawden akan masuk melalui pintu sana. Menit demi menit berlalu. Adnan semakin gusar ketika dirinya belum juga melihat sosok yang ia cari.

Sampai saat acara makan malam bersama akan dimulai sekitar empat menit lagi, Pak Lawden berjalan memasuki area ruang makan dengan senyuman yang begitu ramah menampakkan deretan giginya yang masih lengkap. Disambut oleh semua orang yang berada di dalam. Bukan hanya para guru dan petinggi asrama, tetapi juga oleh seluruh siswa asrama. Tapi Adnan tidak peduli dengan pemilik asrama itu. Adnan menjulurkan kepalanya tinggi-tinggi, berharap Pak Lawden datang bersama dengan anak gadisnya. Seseorang yang paling ia nantikan saat ini.

"Pak Lawden sendirian?" tanya Yudan yang langsung diberi gedikan bahu oleh ketiga temannya temannya yang lain. Sementara Adnan, masih sibuk memandang jauh pintu masuk ruang makan dengan perasaan gusar.

Selang beberapa detik, seorang perempuan yang mengenakan dress selutut berwarna hijau tosca, dengan setengah rambutnya yang terikat rapi, berjalan menyusul di belakang Pak Lawden. Melihatnya, Adnan langsung terburu ingin bangkit menghampiri, bertanya banyak hal. Namun untungnya Daniel keburu menahannya dengan cekatan.

"Mau ngapain lo?"

"Gue mau tanya, kenapa dia gak angkat panggilan dari gue." Adnan menjawab cepat.

"Mau cari mati? Mau dikeluarin dari asrama?"

Mendapat pertanyaan sarkas dari Daniel, sedetik kemudian Adnan mengurungkan niatnya dan kembali duduk di kursinya. Tetapi meskipun begitu, matanya tidak sedetik pun berpaling dari Nasya. Perhatiannya detil hanya terfokus pada Nasya yang terlihat seperti biasanya. Tetap tersenyum ramah pada semua guru dan petinggi asrama yang menyapanya secara bergantian.

"Jangan cari masalah lagi, Nan. Yang penting sekarang lo liat sendiri kan? Dia gak apa-apa," tanggap Ethan sebijak mungkin.

Yudan mengangguk setuju akan ucapan Ethan. "Udahlah, urusan sama Madam Loly aja belum kelar kita. Jangan nambah lagi sama pemilik asrama."

"Eh, eh, lo tau gak," Tiba-tiba Lukas mendesis, menginterupsi obrolan teman-teman sekamarnya. Membuat mereka menoleh serentak padanya. "katanya ada teror lagi. Tapi kali ini buat Madam Loly!"

"Teror kayak gimana? Lo tau dari mana?" selidik Adnan.

"Kata anak-anak itu beritanya rame dari kemaren-kemaren, bege. Kita aja yang gak update. Terornya sadis. Madam Loly diancem dalam bahaya."

"Serius?!" Yudan berbisik tidak percaya.

"Iya. Kalau kata gue, kayaknya si pelakunya ini psiskopat, deh."

Seketika Lukas yang sedang serius bercerita mendapat toyoran dari Daniel. "Sotoy lo."

"Lah? Emang bener, kali. Kalau gak psikopat, mana mana tega dia nusuk perut kucing. Dia gak mikir apa? Gimana kalau itu kucing tulang punggung keluarga? Keluarganya mau makan apa coba? Gimana kalau keluarga kucing itu nanti mati kelaparan? Kan kasian. Gak punya hati nurani banget itu orang!" oceh Lukas dengan raut wajah yang begitu serius. Berbanding terbalik dengan teman-temannya yang sedang berusaha keras untuk tidak melempar piring ke wajah Lukas.

"Gak penting amat, anjir!"

"Nyesel gue dengernya."

"Heh, Kulkas, gue gak mau tau, balikin satu menit gue yang terbuang sia-sia!"

Emerald Eyes 1&2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang