5. Aranasya Lawden

22.7K 2.3K 162
                                    

Namanya Aranasya Lawden, umur enam belas tahun, lahir di Jakarta, besar di Amerika, anak dari Thomas Lawden yang punya Lawden Hall. Dingin, pendiam, misterius, gak pernah ngomong.

• • •

Kriiingg

Seluruh murid berhamburan saling dulu-duluan tiba di ruang makan. Tiap pukul 12.00, semua penghuni asrama memang selalu diwajibkan untuk ikut makan bersama di ruang makan Lawden Hall yang memiliki bangunan tersendiri. Semua berkumpul, tanpa terkecuali. Mau itu murid, guru, petinggi asrama, pengelola asrama (yang kalau di sekolah umum biasa disebut Kepala Sekolah) ataupun pemilik asrama sekalipun. Hal tersebut sudah tercatat dalam peraturan Lawden Hall, sekaligus disahkan oleh pemilik asrama, yakni; Thomas Lawden. Sehingga tidak ada satu pun yang berani melanggarnya.

Di saat orang-orang bergegas dengan semangat, meninggalkan sejenak kegiatannya demi sepiring makan siang buatan koki Lawden Hall yang selalu menggugah selera itu, hanya Adnan seorang yang nampaknya tidak butuh makan sama sekali di dalam kamarnya. Cowok itu malah sibuk dengan pikirannya yang tidak pernah bisa berhenti memikirkan sosok gadis yang baru ia temui tadi. Entah bagaimana bisa, Adnan merasa di balik sikap tak acuh gadis tersebut, seperti menyimpan banyak luka yang tidak diketahui oleh siapapun.

Bermenit-menit Adnan menghabiskan waktunya hanya dengan berjalan mondar-mandir sembari mengusap dagunya. Sementara otaknya terus berputar tiada henti memikirkan bagaimana caranya agar dia bisa mengetahui semua tentang gadis itu.

Ting

Tiba-tiba pintu kamarnya bergeser. Menampakkan sesosok wanita berbadan model. Ya, siapa lagi kalau bukan Madam Loly. Madam Loly ini tugasnya memang keliling-liling asrama, memonitori para murid asrama. Mendata sekaligus menghukum siapa saja siswa yang melanggar peraturan asrama.

"Kenapa kamu masih di sini? Segera ke ruang makan!" titah Madam Loly.

"Saya gak laper, Madam. Ntar kalau saya udah laper, saya bisa makan sendiri," tolak Adnan dengan ucapan yang seolah menggampangi.

"Segera, atau kamu ingin membersihkan toilet juga seperti teman-temanmu tadi?" ancam Madam Loly dengan sangat enteng.

"Ck!" Tanpa perlawanan, terpaksa Adnan menurut. Daripada ia harus bernasib sama seperti empat teman sekamarnya itu. Lagi pula apa salahnya untuk makan bersama? Itu lebih baik ketimbang ia harus membersihkan seluruh toilet yang ada dalam salah satu gedung Lawden Hall.

🍐

Ratusan penghuni asrama telah berkumpul di ruang makan Lawden Hall. Ada banyak meja besar di sana. Beberapa disiapkan untuk para petinggi dan pemilik asrama beserta karyawan asrama. Sisanya disediakan untuk para murid asrama. Suara gaduh memenuhi seisi ruangan dari segala penjuru. Sedikit banyak dari mereka mengeluh kelaparan dan mengutuk siapapun yang belum datang.

Karena meskipun sudah menduduki kursi masing-masing dengan hidangan lezat buatan koki Lawden Hall di hadapannya, tetap saja tidak ada satu pun yang diperbolehkan untuk menyentuh makanan masing-masing sebelum semua kursi terisi penuh. Alhasil, mereka harus menunggu beberapa orang yang belum datang, barulah makan siang bisa dimulai secara bersama-sama.

Dengan pikiran yang melayang-layang entah ke mana, Adnan berjalan memasuki ruang makan. Lalu duduk di salah satu kursi kosong yang ia lihat pertama kali, tanpa memedulikan tatapan-tatapan aneh yang mengarah padanya. Dia masih sibuk dengan suara-suara dalam benaknya. Ah, bagaimana bisa pertemuan yang cuma beberapa menit itu berhasil mengunci otaknya seakan ia tidak boleh memikirkan apapun selain itu?

"Kak, maaf, di sini meja khusus SMP."

Lamunannya ambyar dalam sedetik saat seorang anak laki-laki yang dua tahun lebih muda darinya berbicara dengan nada cukup keras. Membuat ia langsung tersadar akan orang-orang di sekelilingnya yang mengenakan dasi dan celana yang warnanya berbeda dengan yang ia kenakan. Celana dan dasi yang mereka kenakan berwarna biru dongker dengan motif garis-garis hitam, sementara yang ia pakai berwarna hitam, dengan motif garis-garis merah.

Emerald Eyes 1&2Место, где живут истории. Откройте их для себя