10. Tidak baik-baik saja

18.5K 2.1K 138
                                    

"Lo gak akan terlihat lemah cuma karena menangis. Tapi justru lo akan menjadi lebih kuat setelah menangis."

• • •

"Sejak kapan itu anak gila?" tanya Adnan.

"Dia mah emang gak pernah waras, kan." Ethan menyahut cuek. Kedua tangannya terus bekerja membabat rumput-rumput panjang menggunakan gunting yang berukuran cukup besar dengan berbahan dasar besi itu.

Plak

Dengan enteng, Adnan menoyor kepala Lukas karena saking emosinya ia pada Lukas. "Eh, Kulkas! Lo gila? Seneng banget dapet hukuman."

"Ck, nama gue Lukas, woi! Bukan kulkas!" Spontan Lukas mengusap kepala belakangnya yang baru saja ditoyor Adnan.

"Suka-suka gue dong. Mulut-mulut gue, terserah gue mau manggil lo apa aja."

Adnan memang kebiasaan, suka mengganti-ganti nama orang sesuka hatinya. Tanpa peduli reaksi si pemilik nama. Bahkan beberapa teman di sekolah lamanya pun begitu, termasuk Asabel yang ia ganti menjadi Anabel. Mungkin sekarang di asrama ini baru Lukas. Tapi lihat saja nanti, dia pasti memiliki nama panggilan yang pas untuk tiga teman sekamarnya yang lain.

"Lagian lo aneh, Kas, orang yang lain pada kesel kena hukum. Lo malah semangat bener ngeguntinginnya!" imbuh Yudan.

"Haduh, dasar manusia bisanya cuma ngeluh." Lukas menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak habis pikir dengan pola pikir ketiga temannya. "Eh, harusnya kalian bersyukur, kita cuma dihukum potongin rumput. Daripada suruh bersihin toilet, right?" Seketika celetukan Lukas membuat semua pasang mata melotot padanya, tidak habis pikir dengan jalan pikiran si bodoh itu. Karena sebijak-bijaknya Ethan, dia pun sama sekali tidak mensyukuri hal ini. "Kenapa kalian pada ngeliatin gue kayak begitu?" tanya Lukas bingung.

"Pala lo bersyukur! Dihukum malah bersyukur!" Daniel yang berada di samping Lukas, rasanya ingin sekali merobek mulut teman bodohnya yang satu itu.

"Kas, kalau lo terus-terusan begini, ntar yang ada bukan cuma Daniel yang mau patahin leher lo. Gue juga kemungkinan besar bakal patahin semua tulang lo!" Adnan yang juga mulai tidak tahan, sesaat mendengus seraya menatap Lukas.

Ethan menarik napasnya yang terasa sedikit berat. Mengatur emosinya sebelum menanggapi Lukas. "Kas, gue tau lo bego. Tapi ya gak gini-gini juga, lah! Atau jangan-jangan otak lo udah gak berfungsi lagi?"

"What you said? Kalau otak gue udah gak berfungsi lo-lo pada gak akan nyontek tugas Bahasa Inggris lagi sama gue!"

"Gue gak pernah nyontek sama lo, ye!" bantah Ethan.

"Iya, lo mah ketahuan otak canggih. Tuh, dua kunyuk yang otaknya cuma 2MB nyontek mulu!" Ujung bibir Lukas menunjuk Daniel dan Yudan. "Awas ae nyontek, gue sedot ubun-ubunnya!"

Di saat teman-temannya masih memperdebatkan Lukas, perhatian Adnan tiba-tiba saja teralihkan ketika ia melihat sebuah mobil hitam mengilat yang baru saja memasuki area Lawden Hall. Tak lama Nasya keluar dari dalamnya, berlari dengan derai air mata yang cukup jelas terlihat oleh Adnan meski dari jarak yang cukup jauh. Entah ada dorongan apa, kaki Adnan bergerak dengan sendirinya, berlari mengejar gadis cantik itu. Mengabaikan teman-temannya yang terheran-heran melihatnya yang ternyata lebih aneh dari Lukas tadi.

"Eh, mau ke mana lo?" tanya Yudan ketika tiba-tiba saja Adnan membuang gunting rumputnya begitu saja.

"Woi, Nan! Are you crazy, man?" teriak Lukas, tidak habis pikir.

Daniel menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak percaya. "Wah, cari mati, tuh, anak!"

"Biarin aja, mungkin dia ada urusan yang lebih penting." Cuma Ethan satu-satunya orang yang sepertinya tidak merasa heran dengan apa yang Adnan lakukan.

Emerald Eyes 1&2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang