13. Pertemuan tak disengaja

16.6K 1.8K 106
                                    

Apa kebetulan tersebut patut ia curigai?

• • •

Adnan diam mematung. Dia tidak tahu mesti berbuat apa. Haruskah dia menyerahkan diri sebelum dirinya benar-benar tertangkap basah?

Tidak. Itu tidak akan pernah terjadi! Bukan Adnan namanya jika menyerahkan diri begitu saja.

"Hey, siapa kamu?!"

Adnan tersentak saat tiba-tiba terdengar suara berat milik Pak Thomas bergema di tengah keheningan. Dengan gerakan cepat ia langsung menarik tudung hoodienya, menyembunyikan wajahnya lebih dalam sebelum Bapak Tua itu mengenalinya. Pada detik selanjutnya, Adnan sudah beringsut melarikan diri secepat yang dia bisa menuju pintu tangga darurat meski hanya bermodalkan penglihatan yang seadanya di tengah lorong gelap yang dilaluinya kini.

Tanpa memedulikan napasnya yang tersengal Adnan terus berlari, sambil sesekali ia menengok ke belakang. Berharap pemilik asrama itu tidak lagi mengejarnya.

Tapi, sial! Ternyata harapannya tidak terwujud. Pria itu mengejarnya sekarang!

Mengetahui hal tersebut, otomatis Adnan bukan cuma mempercepat larinya, tapi juga memperlebar langkah demi langkahnya agar ia bisa segera menghindar sekaligus bersembunyi di balik pintu besi tangga darurat.

Napas Adnan mulai habis, seluruh tubuhnya kini dibanjiri keringat, sesegera mungkin Adnan memasuki pintu area tangga darurat yang kemudian buru-buru ia tutup kembali pintu tangga itu sebelum Pak Thomas melihatnya. Ia menuruni dua anak tangga sekaligus dalam setiap langkahnya lebarnya.

Sekali lagi, Adnan menoleh ke bawah tangga. Setelah memastikan tidak ada suara tapak pantopel yang mampu ia tangkap, di pertengahan tangga Adnan memutuskan untuk berhenti sejenak. Paling tidak sampai deru napasnya sedikit lebih normal. Kedua tangannya menopang memegang kedua lututnya menahan tubuhnya yang cukup kelelahan sekarang.

"Ah, gila! Bisa mati gue kalau beneran ketangkep!" rutuk Adnan pada dirinya sendiri di sela-sela napasnya yang begitu terhitung cepat.

Tanpa menghabiskan waktu banyak, Adnan kembali melanjutkan larinya lagi ketika napasnya sudah mulai lebih normal sedikit. Adnan berlari lagi. Karena dia takut dugaannya salah. Bisa saja Pak Thomas muncul dari pintu area tangga di lantai yang lain. Adnan panik sekali kali ini. Saking paniknya, dia bahkan berlari dengan kepala yang terus saja menoleh ke belakang. Sampai dirinya berada di tengah lorong gelap lantai tujuh, derap langkahnya terdengar semakin cepat. Tidak sabar ingin segera berada di kamarnya. Namun tanpa Adnan ketahui  hal itu membuatnya tidak tahu kalau beberapa meter di depannya ternyata ada dua orang yang juga sedang berjalan dari arah berlawanan mendekat padanya.

Lagi-lagi karena di lorong begitu gelap, dua orang itu juga tidak bisa melihat dengan jelas apa yang ada beberapa meter di depannya. Tambahan keduanya sedang terlalu asyik saling beradu argumen satu sama lain. Membuat mereka juga sama seperti Adnan. Tidak tahu kalau ada seseorang yang sedang berlari mengarah padanya. Waktu demi waktu membuat jarak Adnan dan dua orang itu jadi semakin dekat. Hingga detik selanjutnya....

BRUK

Tubuh Adnan alih-alih menubruk salah satu dari dua orang tersebut tepat di persimpangan lorong.

"Mati gue!" umpat Adnan yang langsung bangkit berdiri. Dengan cekatan sebelah tangannya buru-buru ia gunakan untuk menyembunyikan wajahnya ke dalam kupluk hoodie-nya. Namun sepertinya kali ini Adnan terlambat. Salah satu dari mereka yang tidak dia tubruk sudah terlanjur melihat wajahnya.

"Lah, si Adnan?"

Mendengar namanya di sebut, seketika Adnan terdiam. Sepertinya suara orang ini familiar sekali di telinganya. Dengan perlahan ia menarik kupluk hoodie-nya itu ke belakang. Matanya mengerjap berkali-kali demi memperjelas penglihatannya.

Emerald Eyes 1&2Where stories live. Discover now