"Oh ya Mi, gue masih penasaran sama mas Atan. Gimana dia dulu waktu ngajar?"

"Ya biasa aja sih. Sama aja kayak sekarang."

"Dia pernah cerita kalau dia baik ngasih nilai. Apalagi ke cewek."

Dusta!

Itu semua dusta. Ingin rasanya Misa mengumbar kebenaran dibalik topeng Atan yang berlapis-lapis itu.

"Sebenarnya gak sebaik itu Sil. Cuman kalau ngajar emang dia bagus banget. Jelas dan mudah dipahami."

"Baiklah Misa, lo baru saja memuji dia." batinnya.

"Kalau itu gue akui juga sih."

***

Mobil melaju tepat pukul 8 pagi dari apartemen melati. Solusi yang tepat agar tidak terlambat ditengah kemacetan adalah dengan berangkat lebih cepat.

Misa mengenakan setelan yang lebih santai. Dress santai berwarna pink muda dan flat shoes warna hitam.

Awkward moment!

Sejak masuk mobil Misa tak berkata apapun. Rasanya tak ada yang bisa jadi topik pembicaraan. Ia hanya menatap lurus kedepan. Menahan diri agar sang lawan bicara bereaksi lebih dulu. Dan itu berhasil.

"Misa, saya tidak menyangka kamu bisa masuk Tokokeren."

Ini suatu penghinaan. Bagi Atan, apakah Misa tidak pantas kerja diperusahaan itu? Dosen yang satu itu membuat Misa tak bisa berkata-kata.

"Saya bisa masuk karena saya mampu. Saya memang dulu pernah gagal di mata kuliah bapak. Tapi bukan berarti saya tidak punya peluang untuk masuk perusahaan bagus." tegas Misa. Dan Atan hanya senyum-senyum.

"Saya tidak bermaksud mengingatkanmu pada hal itu. Saya hanya bangga, mahasiswa saya bisa bersaing sebaik itu." terlihat bahwa Atan sedang menahan tawa. Ia tak menyangka bahwa Misa akan merespon seserius itu.

"Baiklah. Dia bukan dosen gue lagi. Bodo amat mau kasar atau engga." Misa membatin.

"Tapi kan, gara-gara bapak saya harus menahan malu dan kesedihan selama ini. Bapak harusnya punya perasaan."

"Kalau saya meluluskan kamu, itu sama saja bahwa saya memodifikasi nilai. Dan hal itu punya sanksi besar bagi kampus. Kamu harus tahu itu."

"Saya tahu. Intinya bapak gak punya perasaan."

Misa coba mengambil contoh dari dosen-dosen lain yang punya jiwa baik. Mereka kadang menurunkan grade nilai agar seluruh siswa bisa lulus. Membuat soal yang manusiawi juga tentunya. Dan kedua hal itu berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan Atan. Nyata dan tanpa kompromi. Membuat soal sesusah mungkin dan nilai senatural mungkin. Behaviour dari seorang dosen teladan yang dibenci mahasiswa.

"Saya punya perasaan!"

"Tidak."

"Saya perlu buktikan sama kamu?"

"Tidak perlu. Hal yang terjadi selama ini sudah cukup membuktikan."

"Tapi hal yang sudah terjadi belum tentu sama dengan yang akan terjadi."

Membicarakan sifat Atan di masa lalu seakan menghapus rasa jenuh menghadapi kemacetan didaerah kuningan. Misa masih dengan tampang bete. Ia berjanji akan menolak setiap ajakan Atan untuk berangkat bersama di kemudian hari.

Akhirnya mereka sampai di Starbuck Kuningan City untuk bertemu dengan client. Cukup banyak yang dibahas hingga membuat Misa memesan dua menu sekaligus. Caramel Machiato dan Cheese Danish menjadi menu kesukaan Misa. Ia mendengarkan requirement yang di inginkan client dengan seksama. Tak lupa ia mencatat hal itu di buku tulisnya. Misa juga memberikan beberapa masukan yang ia anggap penting untuk sistem yang ingin dibangun oleh client.

Atan tentu bangga melihat pergerakan Misa yang bagus dalam berinteraksi dengan client. Mereka satu sama lain harus saling mengerti untuk mengurangi kesalahan apabila sistem sudah selesai dan siap diimplementasikan.

"Pak, kita ke kantor lagi?" ucap Misa ketika rapat yang berlangsung selama dua jam lebih itu berakhir.

"Iya. Kita harus diskusikan fungsi yang mau dibangun sesuai requirement. Biar cepat dibicarakan ke bagian UI dan UX."

UI adalah tim yang mengelola user interface dari suatu aplikasi. Semacam tampilan website atau aplikasi mobile. Sedangkan UX adalah tim yang mengelola user experience. Lebih kepada bagaimana agar sistem yang dibangun user friendly.

Misa mangut-mangut. Ia langsung bergegas masuk ke mobil untuk berangkat ke kantor Tokokeren. Ponselnya tiba-tiba sangat berisik. Ada dua kemungkinan mengapa ponsel Misa begitu ramai. Pertama, grup kelas satu angkatan yang mungkin sedang membicarakan reuni, lowongan kerja atau bahkan diskon outlet terkenal. Kedua, grup yang hanya beranggotakan Misa, April, Airin dan Rumi yang sedang sibuk bergosip ria.

Misa langsung mengecek dan membuka aplikasi WhatsApp. Sudah ada 250 pesan yang belum dibaca. Misa langsung membuka dan mendapati sebuah foto yang membuatnya mengumpat.

"SHIITTT!"

Atan melihat kearahnya dengan tatapan penuh tanya. Bagaimana bisa seorang lulusan UR slash mahasiswanya bisa mengumpat sedemikian fasih.

"Ma...maaf pak. Saya tidak sengaja."

Hai ^^

Jangan lupa : vote, comment

My Support SystemWhere stories live. Discover now